La
yu'minu ahadukum hatta akuna ahabba ilaiyya min nafsihi
"Tidak
beriman seseorang di antara kalian sehingga aku lebih ia cintai ketimbang
dirinya sendiri ...."
—Hadis
Nabi
Suatu
ketika, Nabi Isa a.s. berdakwah di sebuah kota kecil. Orang-orang meminta
beliau untuk menunjukkan mukjizatnya. "Mukjizat apa yang kalian
inginkan?" tanya Nabi.
Mereka
menjawab, "Hidupkan orang yang sudah mati."
Mereka pun pergi ke
makam kota dan berhenti di depan sebuah kuburan. Sang Nabi pun berdoa kepada
Tuhan agar orang yang sudah mati itu dihidupkan
kembali. Orang mati tersebut bangkit dari kuburnya, melihat-lihat
sekelilingnya, dan berteriak, "Keledaiku, mana keledaiku?"
Semua yang hadir menjadi heran. Lalu Nabi Isa menjelaskan, dahulu
dia adalah orang miskin. Kekayaan yang sangat dia hargai pada waktu itu adalah
keledainya. Semasa hidupnya dia disibukkan dengan keledai itu. Nabi Isa
berpesan, "Apa pun yang paling kau perhatikan akan menentukan apa yang
akan terjadi padamu saat kebangkitan. Di akhirat, kalian akan bersama dengan
apa dan siapa pun yang kalian cintai."1
Sobat pembaca, apa kira-kira yang bakal kita teriakkan kelak kala
kita dibangkitkan dari kubur? Kita bisa menebaknya sekarang. Mungkin uang,
mobil, atau rumah baru. Boleh jadi, penyanyi idola kita. Bisa juga partai atau
kursi kekuasaan. Ya, apa pun yang mendominasi hari-hari kita, itulah yang bakal
kita damba kelak, baik kita sadari atau tidak. Dalam wacana psikologi mutakhir,
begitulah hukum tarik-menarik (law of attraction) terjadi. Segala
sesuatu yang kita pikirkan dengan segenap perhatian, energi, dan konsentrasi,
baik hal positif maupun negatif, akan datang ke dalam kehidupan kita.2
Dan, menurut hukum ini pula, sesuatu akan menarik pada dirinya segala hal yang
satu sifat dengannya.' Kemiripan menarik kemiripan. Orang baik akan berkumpul
dengan orang baik. Orang jahat akan bersatu dengan sesama orang jahat.
Namun, coba jernihkan pikiran kita sejenak.
Biarkan hati kita tetirah sesaat dari hiruk pikuk kesibukan kita. Maka, jauh di
relung kesadaran kita akan tebersit secercah harapan: kelak kita ingin digabungkan
dengan kafilah Rasulullah. Meminjam bahasa firman Tuhan, kita ingin ... bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah: para nabi, shiddtqin, syuhada,
dan orang-orang saleh. Dan merekalah sebaik-baiknya teman, (QS Al-Nisa [4]:
69).
Seorang laki-laki Arab dusun, datang menemui
Nabi Saw. dan bertanya, "Kapan kiamat itu?" Mendapatkan pertanyaan
itu, Rasulullah balik bertanya, "Apa yang telah engkau persiapkan untuk
itu?" Dia menjawab, "Demi Allah, saya tidak mempersiapkan amal yang
banyak, baik berupa shalat atau puasa. Hanya saja saya mencintai Allah dan
Rasulnya." Nabi Saw. bersabda,
"Engkau
akan bersama orang yang
kaucintai." Kata Anas bin Malik, "Aku belum pernah melihat
kaum Muslim berbahagia setelah masuk Islam karena sesuatu seperti bahagianya
mereka ketika mendengar sabda Nabi itu," (HR Al-Bukhari).4
"Para psikolog saat ini membuktikan, bahwa
karakter manusia dapat diubah secara menyeluruh dengan pengulangan kata-kata
tertentu. Ternyata hasil yang dicapai melalui kata-kata itu mengagumkan."
—Inayat Khan
Sebagaimana orang Arab dusun itu, sungguh kita
belum mempersiapkan bekal buat Hari Kiamat nanti. Kecuali kecintaan kepada
Allah dan Rasul-Nya. Kita ingin Allah menghimpun kita bersama orang-orang yang
kita cintai. Namun, apa bukti bahwa kita mencintai Rasulullah?