Greg Reid seorang pembicara yang dikenal dengan julukan the Millionaire Mentor sering kali mendapat pertanyaan yang berulang dari para pendengamya, "Tolong sebutkan satu hal yang dapat saya lakukan saat ini, yang secara drastis dapat meningkatkan hasil yang saya peroleh saat ini juga?" Greg memberikan jawaban yang sangat sederhana, yaitu gantilah lima kawan Anda yang paling dekat dan yang sering berhubungan dengan Anda.
Anda tidak perlu membuang atau menjauhi teman yang saat kini Anda miliki, namun cobalah mencari lima orang sahabat baru yang mempunyai tujuan kurang lebih sama dengan tujuan Anda. Jika Anda ingin menjadi seorang pengarang buku yang sukses, berkawanlah dengan orang-orang yang juga sedang menulis buku atau mereka yang telah berhasil menjadi bestselling author. Jika Anda ingin menjadi top producer sales person bergaul lah dengan lima orang top sales lainnya yang juga sedang mengejar target mereka.
Masih ingat ketika anda masih duduk di bangku sekolah ? Jika bergaul Anda bergaul dengan teman teman yang hobinya merokok, menurut Anda apakah Anda akan menjadi seorang perokok? Bagaimana jika Anda berasosiasi atau dekat dengan anak-anak yang mempunyai ambisi mengejar target mereka untuk menjadi yang terbaik di sekolah? Saya yakin Anda secara tidak langsung akan terpengaruh oleh mereka, karena apa yang mereka katakan, pikirkan, dan cara mereka bertindak akan memengaruhi sikap Anda. Saya masih ingat ketika masih gandrung bermain badminton pada waktu SMP, saya mendapatkan lawan main yang lebih baik daripada saya, akibatnya dalam waktu yang singkat permainan saya meningkat. Namun sebaliknya, jika saya terlalu lama bermain dengan awan yang permainannya di bawah saya, permainan saya akan menjadi menurun. Jika Anda ingin mengetahui tingkah laku putra atau putri Anda di sekolah, Anda cukup memerhatikan teman-teman sepermainan mereka. Ingatlah, lingkungan sangat memengaruhi keberhasilan dan kegagalan kita.
Kelima orang inilah yang biasa disebut The MasterMind Group, yaitu orang-orang yang mempunyai tujuan yang sama, saling mendorong dan membantu agar target mereka tercapai. Anda dapat membentuk grup ini dan bertemu minimal dua minggu sekali untuk bertukar pikiran dan saling mendukung tujuan. Ada sebuah hasil riset yang menemukan penghasilan seseorang berbeda kurang lebih 10% dari 10 ternan pergaulannya sehari-hari. Jika Anda ingin meningkatkan penghasilan Anda, ingatlah untuk bergaul dengan orang-orang yang lebih sukses daripada Anda. Terimalah nasihat Greg Reid dan mulailah berkawan dengan mereka yang sejalan dengan kesuksesan yang Anda inginkan.
By : Darmadi Darmawangsa dalam Champion
Kami menekuni Budidaya Jamur Tiram Sejak pertengahan 2013, bagi yang berminat untuk belajar Budidaya Jamur Tiram di Palembang Silahkan untuk Datang berkunjung ke Tempat Kami di Jl Pangeran Ayin, Komplek Griya Arisma Azhar B22, Kami Juga menyediakan Jamur tiram segar dan menjual Baglog serta Bibit, Semoga informasi yang kami sajikan memberi manfaat
Saturday, February 28, 2009
Decisions Breed Champions
Hal yang membedakan antara mereka yang sukses dan mereka yang biasa-biasa saja adalah kemampuan untuk mengambil keputusan. Tahukah Anda bahwa kehidupan yang Anda miliki saat ini adalah hasil dari keputusan-keputusan yang Anda ambil pada masa yang lalu ? Demikian juga kesuksesan Anda pada masa mendatang semua-bergantung pada keputusan-keputusan yang akan Anda ambil mulai hari ini. Dengan mengambil keputusan untuk melakukan tindakan terbaik Anda hari ini, Anda tidak akan lagi menyesali masa lalu Anda. Juga, Anda tidak perlu mengkhawatirkan masa depan selama Anda memberikan yang terbaik hari ini, karena kekhawatiran itu akan sirna oleh sebab komitmen Anda hari ini.
Simaklah rahasia sukses dari juragan minyak kaya H.L. Hunt Ia mengambil kesimpulan bahwa sukses hanya membutuhkan dua hal. Pertama seseorang harus menentukan secara pasti apa yang benar benar diinginkannya, namun sayangnya kebanyakan orang tidak mampu mengambil keputusan ini. Kedua, seseorang mesti dapat menentukan berapa harga yang harus dibayar untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan kemudian berfokus untuk membayar harga itu.
Pernahkah Anda ke restoran dan tidak dapat mengambil keputusan makanan apa yang akan dipesan? Atau pemahkah Anda ke bioskop dan tidak dapat mengambil keputusan film apa yang ingin Anda tonton?
Seorang juara telah memutuskan apa yang ia inginkan dalam hidup ini. Kemudian ia mengambil tindakan-tindakan untuk memperkuat keputusannya. Mereka yang bukan juara dihalang oleh keragu-raguan untuk mengambil tindakan. Indecision (tidak mengambil keputusan) dapat mengakibatkan inaction (tidak bertindak). Inaction akanmembawa Anda pada hal-hal yang tidak Anda inginkan.
Jika seseorang mengiklankan rumahnya untuk dijual dengan harga 500 juta rupiah, menurut Anda, apakah ada orang yang akan menelepon dan berkata, "Wah rumah Anda pasti bagus, saya akan beli dengan harga 750 juta. " Pasti tidak, paling bagus pun Anda mendapatkan penawaran yang sesuai dengan keinginan Anda. Jadi, setelah melakukan perencanaan yang detail, membuat deadline yang jelas, dan mengambil tindakan untuk mewujudkan mimpi Anda, Anda akan bersyukur jika hasilnya mendekati tujuan Anda.
Kesimpulannya, keputusan Anda untuk menentukan dan mengambil tindakan terhadap tujuan Anda akan membawa Anda mendapatkan apa yang Anda inginkan. Ralph Waldo Emerson menekankan pentingnya pengambilan keputusan, bahwa ketika Anda mengambil keputusan, alam semesta akan bersekongkol untuk mewujudkannya. KetikaAnda harus mengambil sebuah keputusan, setelah mempertimbangkannya dengan matang, ambillah pilihan yang paling Anda yakini dan bertindaklah segera.
By : Darmadi Darmawangsa dalam Champion
Simaklah rahasia sukses dari juragan minyak kaya H.L. Hunt Ia mengambil kesimpulan bahwa sukses hanya membutuhkan dua hal. Pertama seseorang harus menentukan secara pasti apa yang benar benar diinginkannya, namun sayangnya kebanyakan orang tidak mampu mengambil keputusan ini. Kedua, seseorang mesti dapat menentukan berapa harga yang harus dibayar untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan kemudian berfokus untuk membayar harga itu.
Pernahkah Anda ke restoran dan tidak dapat mengambil keputusan makanan apa yang akan dipesan? Atau pemahkah Anda ke bioskop dan tidak dapat mengambil keputusan film apa yang ingin Anda tonton?
Seorang juara telah memutuskan apa yang ia inginkan dalam hidup ini. Kemudian ia mengambil tindakan-tindakan untuk memperkuat keputusannya. Mereka yang bukan juara dihalang oleh keragu-raguan untuk mengambil tindakan. Indecision (tidak mengambil keputusan) dapat mengakibatkan inaction (tidak bertindak). Inaction akanmembawa Anda pada hal-hal yang tidak Anda inginkan.
Jika seseorang mengiklankan rumahnya untuk dijual dengan harga 500 juta rupiah, menurut Anda, apakah ada orang yang akan menelepon dan berkata, "Wah rumah Anda pasti bagus, saya akan beli dengan harga 750 juta. " Pasti tidak, paling bagus pun Anda mendapatkan penawaran yang sesuai dengan keinginan Anda. Jadi, setelah melakukan perencanaan yang detail, membuat deadline yang jelas, dan mengambil tindakan untuk mewujudkan mimpi Anda, Anda akan bersyukur jika hasilnya mendekati tujuan Anda.
Kesimpulannya, keputusan Anda untuk menentukan dan mengambil tindakan terhadap tujuan Anda akan membawa Anda mendapatkan apa yang Anda inginkan. Ralph Waldo Emerson menekankan pentingnya pengambilan keputusan, bahwa ketika Anda mengambil keputusan, alam semesta akan bersekongkol untuk mewujudkannya. KetikaAnda harus mengambil sebuah keputusan, setelah mempertimbangkannya dengan matang, ambillah pilihan yang paling Anda yakini dan bertindaklah segera.
By : Darmadi Darmawangsa dalam Champion
Wait ‘till it Really Hurts
Mengapa begitu banyak orang yang mampu terinspirasi baik oleh buku-buku ataupun pembicara motivasi, namun belum juga mengambil tindakan untuk berubah? Jawabannya sederhana, karena tuntutan akan perubahan itu belum sampai pada taraf yang sangat menyakitkan. Suatu perubahan terjadi dalam hidup seseorang bukan karena sikapnya tiba-tiba berubah menjadi lebih positif, namun perubahan itu terjadi ketika seseorang tidak bisa lagi menerima kondisinya saat ini. Bahkan sebuah perubahan positif dalam hidup kita terjadi ketika kita merasa sangat negatif dengan keadaan kita.
Ada seorang bapak tua yang saban hari duduk di depan gubuknya ditemani oleh seekor anjingnya yang setia. Pada suatu hari, seorang pengembara mampir ke gubuknya dan ingin bertanya karena ia tersesat. Melihat bahwa sang pengembara kelelahan, si orang tua mengajaknya untuk beristirahat sejenak sambil menikmati lemon dingin yang akan disediakan. Sambil menunggu orang tua itu menyediakan minuman, Sang pengembara tiba tiba dikagetkan dengan lolongan anjing yang begitu memilukan hati.
Ia tidak mengerti mengapa anjing itu melolong kesakitan. Ketika bapak tua keluar membawakan minuman lemonnya, anjing itu melolong sekali lagi. Dengan penasaran sang pengembara bertanya kepada bapak tua itu, "Pak, mengapa anjing Bapak menangis begitu rupa, apakah ia sakit?"
Bapak tua itu dengan tersenyum menjawab, "Oh, Bonny tidak sakit, ia melolong karena ia berbaring di atas sebuah paku. Si pengembara semakin heran, "Sebuah paku? Mengapa ia tidak berdiri saja?" Orang tua itu tertawa dan berkata, "Pengembara, walaupun paku itu terasa sakit bagi si anjing, kesakitannya belum mencapai kesakitan yang benar-benar menyakitkan sehingga membuatnya ingin langsung berdiri. Tahukah Anda kapan seseorang mengambil keputusan. untuk berubah? Kejadian itu terjadi ketika ia merasa sudah tidak mampu menahannya lagi. Jarang orang dapat berubah karena mereka menyukainya, mereka pada akhimya berubah karena mereka memang harus berubah. Pernahkah Anda mempunyai pengalaman berlari tanpa alas kaki di atas aspal yang panas pada siang hari? Begitu Anda merasakan panas yang membakar kaki Anda seketika juga Anda membuat keputusan. Anda mungkin akan berlari kembali ke arah dari mana Anda berasal atau Anda mungkin akan berlari secepat mungkin ke arah yang ingin Anda tuju. Satu-satunya hal yang tidak terpikirkan akan Anda lakukan adalah berdiri diam sambil menunggu kulit telapak kaki Anda melepuh. Kesakitan adalah motivator yang sangat kuat, yang akan mendorong kita untuk berubah.
Perumpamaan di atas terlihat sangat masuk akal, namun betapa sering kita tidak bergerak ke kiri atau ke kanan ketika perubahan dituntut dalam diri kita. Contoh, Anda membenci pekerjaan Anda dan sangat mengetahui bahwa perusahaan juga tidak melihat adanya kemungkinan untuk mempromosikan Anda dalam waktu lima tahun ke depan. Namun Anda belum juga berubah. Jika hal ini terjadi dengan Anda berarti Anda sama tidak masuk akalnya dengan mereka yang berdiri di atas aspal panas tanpa memikirkan untuk bergerak kekiri atau ke kanan. Atau mungkin Anda menunggu kemungkinan terburuk terjadi baru Anda terpaksa mengambil tindakan.
Ingatlah, sesuatu tidak akan berubah, jika Anda tidak mengambil tindakan untuk berubah. Janganlah menunggu sampai semuanya hancur baru Anda ingin berubah, karena pada saat itu mungkin sudah terlambat. Mirip seperti kisah anjing tadi, banyak orang yang melewatkan hari-harinya dengan mengeluh dan mengeluh mengenai keadaan hidupnya, kurangnya uang yang dimiliki, bahkan tentang mimpi-mimpinya yang lama kelamaan pudar dimakan waktu. Seperti sang anjing, orang-orang itu meraung-raung kesakitan akan paku kehidupan tanpa mengambil tindakan untuk mengubahnya. Mereka merasa tidak bahagia namun belum sampai terdesak untuk mengubah kehidupannya. Sayangnya, sering kali akhirnya mereka gagal seperti seekor kodok amfibi yang dipanaskan dengan suhu perlahan-lahan tanpa sadar mereka tidak mempunyai kekuatan lagi untuk melompat keluar dari impitan kehidupan ini. Ada dua pilihan pada akhirnya bagi mereka, yaitu tetap merasakan kesakitan paku itu dan terus mengeluh atau bangkit dan mengubah kenyataan hidup ini. The choice is yours!
By : Darmadi Darmawangsa dalam Champion
Ada seorang bapak tua yang saban hari duduk di depan gubuknya ditemani oleh seekor anjingnya yang setia. Pada suatu hari, seorang pengembara mampir ke gubuknya dan ingin bertanya karena ia tersesat. Melihat bahwa sang pengembara kelelahan, si orang tua mengajaknya untuk beristirahat sejenak sambil menikmati lemon dingin yang akan disediakan. Sambil menunggu orang tua itu menyediakan minuman, Sang pengembara tiba tiba dikagetkan dengan lolongan anjing yang begitu memilukan hati.
Ia tidak mengerti mengapa anjing itu melolong kesakitan. Ketika bapak tua keluar membawakan minuman lemonnya, anjing itu melolong sekali lagi. Dengan penasaran sang pengembara bertanya kepada bapak tua itu, "Pak, mengapa anjing Bapak menangis begitu rupa, apakah ia sakit?"
Bapak tua itu dengan tersenyum menjawab, "Oh, Bonny tidak sakit, ia melolong karena ia berbaring di atas sebuah paku. Si pengembara semakin heran, "Sebuah paku? Mengapa ia tidak berdiri saja?" Orang tua itu tertawa dan berkata, "Pengembara, walaupun paku itu terasa sakit bagi si anjing, kesakitannya belum mencapai kesakitan yang benar-benar menyakitkan sehingga membuatnya ingin langsung berdiri. Tahukah Anda kapan seseorang mengambil keputusan. untuk berubah? Kejadian itu terjadi ketika ia merasa sudah tidak mampu menahannya lagi. Jarang orang dapat berubah karena mereka menyukainya, mereka pada akhimya berubah karena mereka memang harus berubah. Pernahkah Anda mempunyai pengalaman berlari tanpa alas kaki di atas aspal yang panas pada siang hari? Begitu Anda merasakan panas yang membakar kaki Anda seketika juga Anda membuat keputusan. Anda mungkin akan berlari kembali ke arah dari mana Anda berasal atau Anda mungkin akan berlari secepat mungkin ke arah yang ingin Anda tuju. Satu-satunya hal yang tidak terpikirkan akan Anda lakukan adalah berdiri diam sambil menunggu kulit telapak kaki Anda melepuh. Kesakitan adalah motivator yang sangat kuat, yang akan mendorong kita untuk berubah.
Perumpamaan di atas terlihat sangat masuk akal, namun betapa sering kita tidak bergerak ke kiri atau ke kanan ketika perubahan dituntut dalam diri kita. Contoh, Anda membenci pekerjaan Anda dan sangat mengetahui bahwa perusahaan juga tidak melihat adanya kemungkinan untuk mempromosikan Anda dalam waktu lima tahun ke depan. Namun Anda belum juga berubah. Jika hal ini terjadi dengan Anda berarti Anda sama tidak masuk akalnya dengan mereka yang berdiri di atas aspal panas tanpa memikirkan untuk bergerak kekiri atau ke kanan. Atau mungkin Anda menunggu kemungkinan terburuk terjadi baru Anda terpaksa mengambil tindakan.
Ingatlah, sesuatu tidak akan berubah, jika Anda tidak mengambil tindakan untuk berubah. Janganlah menunggu sampai semuanya hancur baru Anda ingin berubah, karena pada saat itu mungkin sudah terlambat. Mirip seperti kisah anjing tadi, banyak orang yang melewatkan hari-harinya dengan mengeluh dan mengeluh mengenai keadaan hidupnya, kurangnya uang yang dimiliki, bahkan tentang mimpi-mimpinya yang lama kelamaan pudar dimakan waktu. Seperti sang anjing, orang-orang itu meraung-raung kesakitan akan paku kehidupan tanpa mengambil tindakan untuk mengubahnya. Mereka merasa tidak bahagia namun belum sampai terdesak untuk mengubah kehidupannya. Sayangnya, sering kali akhirnya mereka gagal seperti seekor kodok amfibi yang dipanaskan dengan suhu perlahan-lahan tanpa sadar mereka tidak mempunyai kekuatan lagi untuk melompat keluar dari impitan kehidupan ini. Ada dua pilihan pada akhirnya bagi mereka, yaitu tetap merasakan kesakitan paku itu dan terus mengeluh atau bangkit dan mengubah kenyataan hidup ini. The choice is yours!
By : Darmadi Darmawangsa dalam Champion
Friday, February 27, 2009
Pelabuhan Abadi
Aku takkan pernah
Mencari Pelabuhan lain
Karena Pelabuhan ini
Adalah Pelabuhan terindah di Dunia
Aku telah menjelajahi dari satu Pelabuhan
Menuju Pelabuhan yang lebih indah
Ternyata,
Semua keindahannya adalah semu
Hanya di Pelabuhan ini
Kutemui Keabadian
by : Masriyah Amva dalam "Setumpuk Surat Cinta"
Mencari Pelabuhan lain
Karena Pelabuhan ini
Adalah Pelabuhan terindah di Dunia
Aku telah menjelajahi dari satu Pelabuhan
Menuju Pelabuhan yang lebih indah
Ternyata,
Semua keindahannya adalah semu
Hanya di Pelabuhan ini
Kutemui Keabadian
by : Masriyah Amva dalam "Setumpuk Surat Cinta"
Wednesday, February 25, 2009
Rabi'ah Adawiyah Indonesia
Aku mencintai-Mu, sungguh
Lantaran hasrat rindu kasmaran
Dan lantaran hanya Engkau saja
Satu satunya Yang patut Dicinta
Aku tiada pernah henti
Menyebut Nama-Mu
Aku emoh yang lain
Aku menjemba pada-Mu
Singkapkan tirai wajah-Mu
Biar aku bisa menatapmu penuh
Aku tak minta dipuji karena cinta ini dan itu
Pujian untuk cinta ini dan itu hanya milik-Mu
Bait bait diatas adalah desah rindu Rabi'ah Adawiyah sufi perempuan dari Bagdad yang sangat terkenal. Dia merupakan satu diantara pelopor sufi Cinta Tuhan.
Beberapa hari yang lalu ketika ke Gramedia sebenarnya saya ingin mencari buku Rumi, tetapi secara tidak sengaja menemukan sebuah buku kecil kumpulan puisi karya Masriyah Amva "Setumpuk Surat Cinta".
Saya sungguh terpesona dengan puisi puisi yang ditulisnya, menurut saya puisi puisi dia tidak kalah dalam maknanya dari bait bait desah rindu Rabi'ah di atas. Berikut salah satu contoh puisi Rabi'ah Indonesia :
PENOBATAN
Hari ini .....
Kuangkat Engkau sebagai kekasih
Hari ini .....
Kuangkat Engkau sebagai pendamping
Hari ini .....
Kuangkat Engkau sebagai Pelindung
Dan .....
Aku berani membuktikan
Bahwa aku akan lebih baik dari sebelumnya
Dan .....
Aku berani membuktikan
Bahwa Engkau terbaik yang pernah kumiliki !
Lantaran hasrat rindu kasmaran
Dan lantaran hanya Engkau saja
Satu satunya Yang patut Dicinta
Aku tiada pernah henti
Menyebut Nama-Mu
Aku emoh yang lain
Aku menjemba pada-Mu
Singkapkan tirai wajah-Mu
Biar aku bisa menatapmu penuh
Aku tak minta dipuji karena cinta ini dan itu
Pujian untuk cinta ini dan itu hanya milik-Mu
Bait bait diatas adalah desah rindu Rabi'ah Adawiyah sufi perempuan dari Bagdad yang sangat terkenal. Dia merupakan satu diantara pelopor sufi Cinta Tuhan.
Beberapa hari yang lalu ketika ke Gramedia sebenarnya saya ingin mencari buku Rumi, tetapi secara tidak sengaja menemukan sebuah buku kecil kumpulan puisi karya Masriyah Amva "Setumpuk Surat Cinta".
Saya sungguh terpesona dengan puisi puisi yang ditulisnya, menurut saya puisi puisi dia tidak kalah dalam maknanya dari bait bait desah rindu Rabi'ah di atas. Berikut salah satu contoh puisi Rabi'ah Indonesia :
PENOBATAN
Hari ini .....
Kuangkat Engkau sebagai kekasih
Hari ini .....
Kuangkat Engkau sebagai pendamping
Hari ini .....
Kuangkat Engkau sebagai Pelindung
Dan .....
Aku berani membuktikan
Bahwa aku akan lebih baik dari sebelumnya
Dan .....
Aku berani membuktikan
Bahwa Engkau terbaik yang pernah kumiliki !
Your Precious Wealth
Tidak ada seorang pun yang akan mengatakan kalimat seperti ini sebelum ajal menjemput, "Saya berharap dapat meluangkan waktu saya lebih banyak lagi bagi bisnis saya. " Jika kita diposisikan pada menit-menit terakhir di dalam kehidupan kita, saya yakin kita berharap untuk mempunyai waktu yang lebih banyak lagi bagi orang-orang terdekat kita. Sering kali, kita terlalu disibukkan dengan berbagai macam pekerjaan yang berhubungan dengan karier kita. Namun, seberapa sering kita meluangkan waktu yang berharga bagi orang-orang terdekat kita?
Mungkin Anda sudah lama tidak menelepon orang tua Anda atau Anda kurang meluangkan waktu bersama keluarga, dengan anak dan pasangan Anda. Ingatlah, jika Anda kehilangan pekerjaan, hal terburuk yang Anda alami adalah menggangur sebentar namun saya yakin akan ada pekerjaan lain yang akan Anda dapatkan. Sebaliknya, waktu dengan orang-orang terdekat akan berlalu dengan cepat dan waktu adalah sesuatu yang tidak dapat dibeli dan diputar balik. Seorang juara tidak hidup hanya untuk dirinya sendiri. juara sejati hidup bagi orang di sekelilingnya yang dicintainya.
Seorang ayah muda begitu dongkol perasaannya menemukan sepeda beserta mainan lainnya berserakan di halaman rumahnya. Mungkin sudah kesekian kalinya ia telah menegur dan memarahi anaknya untuk tidak mengulanginya. Hari itu adalah puncak dari segala kekesalan yang ingin ia lampiaskan kepada anaknya. Ketika dengan gusar ia mengangkat sepeda anaknya, ia tidak menyadari bahwa sedari tadi tetangganya memerhatikannya. Sang tetangga yang berumur jauh lebih tua menegurnya dengan Iembut, "Pak, dapatkah Anda mengizinkan saya untuk mengangkat sepeda anak Bapak?" Dengan bingung si ayah muda itu berkata, "Mengapa Anda ingin melakukannya? " Bapak tua itu pun berkata, "Waktu saya muda dulu, saya juga pernah mendapatkan pengalaman seperti Anda, kesibukan saya di kantor sering kali berimbas dengan kekesalan yang saya limpahkan kepada anak saya ketika mendapatinya berbuat kesalahan. Kini saya merindukan waktu bersama anak saya namun anak saya semuanya sudah beranjak dewasa dan jarang kembali menengok saya di rumah. Jika saya dapat mengulanginya lagi, saya akan dengan senang hati bukan hanya mengangkat sepedanya tetapi juga mengajaknya berputar-putar menikmati waktu yang harganya tak temilai. "
By Darmadi Darmawangsa in Champion
Mungkin Anda sudah lama tidak menelepon orang tua Anda atau Anda kurang meluangkan waktu bersama keluarga, dengan anak dan pasangan Anda. Ingatlah, jika Anda kehilangan pekerjaan, hal terburuk yang Anda alami adalah menggangur sebentar namun saya yakin akan ada pekerjaan lain yang akan Anda dapatkan. Sebaliknya, waktu dengan orang-orang terdekat akan berlalu dengan cepat dan waktu adalah sesuatu yang tidak dapat dibeli dan diputar balik. Seorang juara tidak hidup hanya untuk dirinya sendiri. juara sejati hidup bagi orang di sekelilingnya yang dicintainya.
Seorang ayah muda begitu dongkol perasaannya menemukan sepeda beserta mainan lainnya berserakan di halaman rumahnya. Mungkin sudah kesekian kalinya ia telah menegur dan memarahi anaknya untuk tidak mengulanginya. Hari itu adalah puncak dari segala kekesalan yang ingin ia lampiaskan kepada anaknya. Ketika dengan gusar ia mengangkat sepeda anaknya, ia tidak menyadari bahwa sedari tadi tetangganya memerhatikannya. Sang tetangga yang berumur jauh lebih tua menegurnya dengan Iembut, "Pak, dapatkah Anda mengizinkan saya untuk mengangkat sepeda anak Bapak?" Dengan bingung si ayah muda itu berkata, "Mengapa Anda ingin melakukannya? " Bapak tua itu pun berkata, "Waktu saya muda dulu, saya juga pernah mendapatkan pengalaman seperti Anda, kesibukan saya di kantor sering kali berimbas dengan kekesalan yang saya limpahkan kepada anak saya ketika mendapatinya berbuat kesalahan. Kini saya merindukan waktu bersama anak saya namun anak saya semuanya sudah beranjak dewasa dan jarang kembali menengok saya di rumah. Jika saya dapat mengulanginya lagi, saya akan dengan senang hati bukan hanya mengangkat sepedanya tetapi juga mengajaknya berputar-putar menikmati waktu yang harganya tak temilai. "
By Darmadi Darmawangsa in Champion
Thursday, February 19, 2009
A Never Say Die Attitude
Jika Anda sempat berkunjung ke kota New York, janganlah lupa mengunjungi jembatan terkenal yang bemama Brooklyn Bridge. Jika Anda kagum dengan keindahannya, Anda perlu berterima kasih kepada keluarga Roebling. Pada tahun 1883, seorang insinyur cerdas bernama John Roebling tertantang untuk membangun jembatan spektakuler yang dapat menghubungkan kota New York dan Long Island. Banyak ahli pada zaman itu yang merasa ide itu terlalu gila dan meminta John untuk melupakannya.
Namun John Roebling tidak peduli karena visi itu begitu jelas di dalam pikirannya. John sangat yakin bahwa jembatan itu dapat terwujud dan ia berhasil meyakinkan anaknya yang bernma Washington untuk membantunya menyelesaikan proyek maha karya itu.
Pembangunan proyek dimulai dengan mulus dan setiap anggota tim begitu bersemangat mengerjakannya. Namun setelah beberapa bulan, sebuah kecelakaan tragis merenggut nyawa sang ayah. Washington terluka dan mengalami kerusakan pada otaknya yang menyebabkan ia tidak mampu berkata kata dan tidak mampu berjalan, bahkan sekadar untuk bergerakpun ia tak sanggup. Kolega kolega yang dulu mengejek mereka memberikan komentar yang menjadi-jadi, kata mereka, "Kita telah memberi tahunya jauh sebelum ia mulai membangun ... Mereka hanyalah orang gila dengan impian yang gila. "
Walaupun tergeletak di atas ranjang, Washington tetap memiliki keinginan yang membara untuk mewujudkan mimpinya. Pada suatu hari, ia memanggil istrinya dan ia mampu mengajar istrinya hanya dengan menggunakan bahasa isyarat dengan satu jarinya. Ia meminta istrinya menjelaskan kepada para insinyur lainnya langkah-langkah berikutnya. Washington menjalankan dengan sabar selama 13 tahun dengan memberikan instruksi isyarat kepada istrinya dan disampaikan kepada para insinyur sampai akhirnya jembatan itu mampu berdiri dengan megah. Sikap pantang menyerah dari Washington Roebling mampu mengalahkan kondisi terburuk sekalipun yang ia alami. Tanpa keyakinan dan keinginan yang menggebu-gebu, tidak mungkin jembatan Brooklyn dapat terwujud.
By Darmadi Darmawangsa on Champion
Namun John Roebling tidak peduli karena visi itu begitu jelas di dalam pikirannya. John sangat yakin bahwa jembatan itu dapat terwujud dan ia berhasil meyakinkan anaknya yang bernma Washington untuk membantunya menyelesaikan proyek maha karya itu.
Pembangunan proyek dimulai dengan mulus dan setiap anggota tim begitu bersemangat mengerjakannya. Namun setelah beberapa bulan, sebuah kecelakaan tragis merenggut nyawa sang ayah. Washington terluka dan mengalami kerusakan pada otaknya yang menyebabkan ia tidak mampu berkata kata dan tidak mampu berjalan, bahkan sekadar untuk bergerakpun ia tak sanggup. Kolega kolega yang dulu mengejek mereka memberikan komentar yang menjadi-jadi, kata mereka, "Kita telah memberi tahunya jauh sebelum ia mulai membangun ... Mereka hanyalah orang gila dengan impian yang gila. "
Walaupun tergeletak di atas ranjang, Washington tetap memiliki keinginan yang membara untuk mewujudkan mimpinya. Pada suatu hari, ia memanggil istrinya dan ia mampu mengajar istrinya hanya dengan menggunakan bahasa isyarat dengan satu jarinya. Ia meminta istrinya menjelaskan kepada para insinyur lainnya langkah-langkah berikutnya. Washington menjalankan dengan sabar selama 13 tahun dengan memberikan instruksi isyarat kepada istrinya dan disampaikan kepada para insinyur sampai akhirnya jembatan itu mampu berdiri dengan megah. Sikap pantang menyerah dari Washington Roebling mampu mengalahkan kondisi terburuk sekalipun yang ia alami. Tanpa keyakinan dan keinginan yang menggebu-gebu, tidak mungkin jembatan Brooklyn dapat terwujud.
By Darmadi Darmawangsa on Champion
Sunday, February 15, 2009
Who Care's
Seperti hari hari biasanya, tadi pagi sambil bersiap berangkat ke kantor saya menyempatkan diri untuk melihat dan kadang mendengarkan berita di SCTV. (Mendengarkan karena tidak 100% saya bisa menonton, karena disambi membuat roti bakar dan menuang jus buah buatan sendiri di dapur he he).
Ada yang miris ketika kita disuguhi tontonan bagaimana plat injak menuju halte Bus Way hilang, sehingga ibu ibu yang berjalan menuju dan keluar terminal bus way harus berjalan berpegangan pada pagar dan harus menginjak rangka besi yang tidak begitu besar.
Merinding bulu kuduk saya membayangkan kalau ibu ibu itu kejeblos jatuh ke bawah dan pasti akan fatal akibatnya.
Roti Bakar yang mestinya mak "nyus" rasanya karena dibeliin oleh istri tercinta jadi seret dikerongkongan.
Yaa Allah yaa Rob, kemana gerangan petugas . . . dan orang sebanyak itu di jakarta ???
Kenapa dibiarkan saja lubang sebesar itu menganga ditengah lalu lalang orang sebanyak itu ? Apa susahnya sih mencari sebuah plat, atau papan untuk tindakan emergency. Apakah mereka baru akan memperbaiki kalau sudah ada ibu ibu atau anak yang jatuh kejeblos ?
Tapi inilah wajah Negeri kita !
siapa yang peduli ?
Who Care's ?
Itu salah satu contoh yang kita lihat . . . ribuan lagi yang kita bisa lihat di kehidupan sehari hari. Berapa banyak ayah bunda dari anak-anak, atau anak-anak tercinta harus meninggal hanya karena lubang2 yang "dibiarkan" menganga sepanjang jalan di republik ini ?.
Siapa yang peduli . . . ?
Who Care's . . . ?
Siapa yang peduli melihat orang orang bergelantungan di kereta api ? dan duduk di atas kereta api ?
Who Care's ...?
Siapa yang peduli ?
Potongan roti bakar terakhir segera saya telan sambil digelontor dengan minuman jus dingin yang tidak mampu mendinginkan kemarahan di batin saya. Bergegas saya matikan TV, sambil keluar rumah saya ngedumel sendiri. Woo Allah siapa yang harus memulai agar kita tidak harus melihat hilangnya nyawa secara sia sia seperti itu.
Ooo Allah Indonesia ...... Indonesia ......
Ada yang miris ketika kita disuguhi tontonan bagaimana plat injak menuju halte Bus Way hilang, sehingga ibu ibu yang berjalan menuju dan keluar terminal bus way harus berjalan berpegangan pada pagar dan harus menginjak rangka besi yang tidak begitu besar.
Merinding bulu kuduk saya membayangkan kalau ibu ibu itu kejeblos jatuh ke bawah dan pasti akan fatal akibatnya.
Roti Bakar yang mestinya mak "nyus" rasanya karena dibeliin oleh istri tercinta jadi seret dikerongkongan.
Yaa Allah yaa Rob, kemana gerangan petugas . . . dan orang sebanyak itu di jakarta ???
Kenapa dibiarkan saja lubang sebesar itu menganga ditengah lalu lalang orang sebanyak itu ? Apa susahnya sih mencari sebuah plat, atau papan untuk tindakan emergency. Apakah mereka baru akan memperbaiki kalau sudah ada ibu ibu atau anak yang jatuh kejeblos ?
Tapi inilah wajah Negeri kita !
siapa yang peduli ?
Who Care's ?
Itu salah satu contoh yang kita lihat . . . ribuan lagi yang kita bisa lihat di kehidupan sehari hari. Berapa banyak ayah bunda dari anak-anak, atau anak-anak tercinta harus meninggal hanya karena lubang2 yang "dibiarkan" menganga sepanjang jalan di republik ini ?.
Siapa yang peduli . . . ?
Who Care's . . . ?
Siapa yang peduli melihat orang orang bergelantungan di kereta api ? dan duduk di atas kereta api ?
Who Care's ...?
Siapa yang peduli ?
Potongan roti bakar terakhir segera saya telan sambil digelontor dengan minuman jus dingin yang tidak mampu mendinginkan kemarahan di batin saya. Bergegas saya matikan TV, sambil keluar rumah saya ngedumel sendiri. Woo Allah siapa yang harus memulai agar kita tidak harus melihat hilangnya nyawa secara sia sia seperti itu.
Ooo Allah Indonesia ...... Indonesia ......
Saturday, February 14, 2009
Mudik Lebaran dan Rigenomics
MUSIM semi datang bagai seekor singa, kata penyair T.S. Eliot. Tetapi lebaran datang bagai; air bah, kataku. Pengeluaran dan pengeluaran itu, lho, yang datang bagai air bah. Gaji para anggota kitchen cabinet alias kanca wingking mesti dibayar dobel, Lebaran, kok! Pakaian lengkap dari atas ke bawah bagi mereka juga kudu dibeli. Lha, lebaran, je.
Dan di atas semua itu para anggota kabinet tersebut tentulah membutuhkan masa reses juga. Sama seperti anggota DPR yang sudah sekian bulan mengantuk di ruang besar yang ber air conditioning membutuhkan udara luar yang segar sambil meninjau kebutuhan rakyat di tanah akarnya, begitulah para kanca wingking. Mereka butuh reses sesudah setahun penuh (dan disini mungkin mereka agak berbeda dari anggota DPR) bekerja keras mengabdi para bendoro (yang kadang-kadang ada yang mau dipanggil Pak atau Bu): Mereka butuh.mudik untuk reriunqan dengan jaringan keluarga mereka, yang entah berapa kompi besarnya, bila datang berkumpul di rumah leluhur mereka di desa. Jaringan yang antara bulan Syawal yang satu dengan syawal yang lain ada dalam .kondisi cerai-berai tersebar ke mana-mana. Tetapi, pas pada dua hari Riyaya Itu, jaringan itu akan berpaut kembali menjadi satu jagat yang utuh, hangat dan bersemangat mangan ora mangan waton kumpul. Lha, wong lebaran, je!
Maka,karena itu tradisi reses itu kudu diberikan. Pengeluaran lagi! "Mau mudik berapa lama?"
"Seminggu saja, nDoro Putri"
"Edan, kowe. Seminggu? Jadi aku. kau suruh nyuci piring dan nDoro Kakung ngangsu air, kasih makan dan ngguyang si Bleki selama seminggu lamanya,_ hah? Ora! Tiga hari saja!"
"Waduh, mbok kasihan sama Simbok dan bapak saya, nDoro. Sudah setahun tidak ketemu. Kan, nDoro."
"Ya, wis. Lima hari, tidak boleh lebih Awas kalau kowe pulangnya molor. Tak cengklong gajimu!"
"Matur sanget nuwun, nDoro! Saya akan pulang tepat!"
Wajahnya menunduk gembira. nDoro Putri pun lega. Keduanya tahu, di dunia Jawa (mungkin juga, di dunia mana saja), semuanya kudu ada bargaining, tawar-menawar, nyang- mengenyang. Setidaknya dulu . . . . . .
MESKI hidup sendiri di Yogya, jelek-jelek saya punya kitchen cabinet. Mereka, seperti telah saya laporkan dalam kolom terdahulu, terdiri dari tiga anggota: (Mr.) Rigen, (Mrs.) Nansiyem Rigen, dan (Junior) Beni Prakosa. Dan meskipun hadiah lebaran tahun ini dari fakultas semakin mungkret (delapan belas ribu dicengklong tiga ribu buat syawalan), karena mau solider dengan tekad yang dahsyat dari bapak-ibu di Pusat untuk hidup sederhana, saya toh tetap tak bisa lain daripada mempertahankan ritual lebaran. Dan itu kan perlu untuk melihara rapor dengan rakyat saya. Pakaian lengkap dari atas sampai bawah, gaji dua bulan dan menawarkan reses 5 - hari ke desa. Buat saya kepergian The Rigen's setiap lebaran begitu tidak pernah mengacaukan organisasi pemerintahan saya. Sebelum pergi, semalam suntuk biasanya mereka saya perintahkan untuk mau secara sukarela (dengan ancaman sanksi secukupnya) melembur sambel goreng ati (plus pete),
opor ayam, mendeplok: bubuk kedele, merebus ketupat. Pagi harinya, dengan mata merah, tubuh loyo tetapi hati gembira, mereka pun rneninggalkan rumah saya dengan meja makan sudah tertata rapi. Ah, menteri-menteriku yang setia ; .. Dan siang harinya, istri dan anak-anakku pun akan datang dari Betawi lengkap dengan oleh-oleh dunia metropolitan yang super canggih. Dengan sigap pula mereka akan mengambil alih semua administrasi dan bidang pekerjaan umum rumah saya.
Ah, anggota keluargaku yang efisien . . . . .
"Mr. Rigen, Mrs. Nansiyem, dan Junior …...
"Beqitulah setiap lebaran saya akan menegur mereka dengan formal sekali.
"Ini baju-baju kalian, Semoga memuaskan kalian. Ini gaji dua bulan."
"Matur nuwun sanget, Pak."
Pada saat begitu paduan suara anak beranak itu sangat merdunya. Tak senadapun blero !
"Lha, tahun ini kalian mau pulang berapa lama? Lima hari seperti biasa?
Diam sejenak. Mr. & Mrs. Rigen saling berpandangan sedetik. Lantas . . . .
"Kalau boleh, tahun ini kami tidak pulang.
"Lho? Priye; karepmu?·"
"Terus terang ke desa cuma habis-habiskan uang, Pak."
"Lha, tentu saja uang mesti dihabiskan. 'Kan dibagi sama orang tua dan lain-lainnya?"
"Desa cuma bikin hati sedih, Pak."
"Ah, mosok! Wong ijo royo-royo. Gemah ripah:"
"Yak, Bapak kok terus ndagel, Iho!"
Rupanya Mr. Rigen sudah punya perhitungan yang rapi bin njlimet. Tahun ini mereka tidak mudik tapi' cukup kirim uang ke kedua orang tua mereka. Praktis, tidak repot katanya.
Kalau pulang jatah subsidi Bandes itu akan molor. Belum naik bis 3 kali plus colt. Belum muntah-muntah Madam & Junior di tengah jalan. Sedang uang mereka sudah dicengklong
buat orang tua itu diharap akan dikompensir oleh persen dari jaringan keluarga saya yang diperhitungkan akan reriungan di rumah saya dan di rumah ibu saya. Kalau datang semua bisa sekitar 15 orang jumlahnya . ,.. .
"Coba kalau saya pulang, Pak. Bapak akan capek nyopir jip. Para, putri akan lecet tangannya nyuci .... "
Kemudian bibirnya menyungging senyumnya yang lihay. .. . "
. . . dan saya akan kehilangan rejeki dari ibu-ibu dan .bapak-bapak. "
"Dapurmu!"
"Saya jenggung kepalanya alon-alon. Well, President Ronald Reagen, you may have your Reaganomics, .. '. Tetapi di sini I punya Rigenomics!
Oleh : Umar Kayam
Dan di atas semua itu para anggota kabinet tersebut tentulah membutuhkan masa reses juga. Sama seperti anggota DPR yang sudah sekian bulan mengantuk di ruang besar yang ber air conditioning membutuhkan udara luar yang segar sambil meninjau kebutuhan rakyat di tanah akarnya, begitulah para kanca wingking. Mereka butuh reses sesudah setahun penuh (dan disini mungkin mereka agak berbeda dari anggota DPR) bekerja keras mengabdi para bendoro (yang kadang-kadang ada yang mau dipanggil Pak atau Bu): Mereka butuh.mudik untuk reriunqan dengan jaringan keluarga mereka, yang entah berapa kompi besarnya, bila datang berkumpul di rumah leluhur mereka di desa. Jaringan yang antara bulan Syawal yang satu dengan syawal yang lain ada dalam .kondisi cerai-berai tersebar ke mana-mana. Tetapi, pas pada dua hari Riyaya Itu, jaringan itu akan berpaut kembali menjadi satu jagat yang utuh, hangat dan bersemangat mangan ora mangan waton kumpul. Lha, wong lebaran, je!
Maka,karena itu tradisi reses itu kudu diberikan. Pengeluaran lagi! "Mau mudik berapa lama?"
"Seminggu saja, nDoro Putri"
"Edan, kowe. Seminggu? Jadi aku. kau suruh nyuci piring dan nDoro Kakung ngangsu air, kasih makan dan ngguyang si Bleki selama seminggu lamanya,_ hah? Ora! Tiga hari saja!"
"Waduh, mbok kasihan sama Simbok dan bapak saya, nDoro. Sudah setahun tidak ketemu. Kan, nDoro."
"Ya, wis. Lima hari, tidak boleh lebih Awas kalau kowe pulangnya molor. Tak cengklong gajimu!"
"Matur sanget nuwun, nDoro! Saya akan pulang tepat!"
Wajahnya menunduk gembira. nDoro Putri pun lega. Keduanya tahu, di dunia Jawa (mungkin juga, di dunia mana saja), semuanya kudu ada bargaining, tawar-menawar, nyang- mengenyang. Setidaknya dulu . . . . . .
MESKI hidup sendiri di Yogya, jelek-jelek saya punya kitchen cabinet. Mereka, seperti telah saya laporkan dalam kolom terdahulu, terdiri dari tiga anggota: (Mr.) Rigen, (Mrs.) Nansiyem Rigen, dan (Junior) Beni Prakosa. Dan meskipun hadiah lebaran tahun ini dari fakultas semakin mungkret (delapan belas ribu dicengklong tiga ribu buat syawalan), karena mau solider dengan tekad yang dahsyat dari bapak-ibu di Pusat untuk hidup sederhana, saya toh tetap tak bisa lain daripada mempertahankan ritual lebaran. Dan itu kan perlu untuk melihara rapor dengan rakyat saya. Pakaian lengkap dari atas sampai bawah, gaji dua bulan dan menawarkan reses 5 - hari ke desa. Buat saya kepergian The Rigen's setiap lebaran begitu tidak pernah mengacaukan organisasi pemerintahan saya. Sebelum pergi, semalam suntuk biasanya mereka saya perintahkan untuk mau secara sukarela (dengan ancaman sanksi secukupnya) melembur sambel goreng ati (plus pete),
opor ayam, mendeplok: bubuk kedele, merebus ketupat. Pagi harinya, dengan mata merah, tubuh loyo tetapi hati gembira, mereka pun rneninggalkan rumah saya dengan meja makan sudah tertata rapi. Ah, menteri-menteriku yang setia ; .. Dan siang harinya, istri dan anak-anakku pun akan datang dari Betawi lengkap dengan oleh-oleh dunia metropolitan yang super canggih. Dengan sigap pula mereka akan mengambil alih semua administrasi dan bidang pekerjaan umum rumah saya.
Ah, anggota keluargaku yang efisien . . . . .
"Mr. Rigen, Mrs. Nansiyem, dan Junior …...
"Beqitulah setiap lebaran saya akan menegur mereka dengan formal sekali.
"Ini baju-baju kalian, Semoga memuaskan kalian. Ini gaji dua bulan."
"Matur nuwun sanget, Pak."
Pada saat begitu paduan suara anak beranak itu sangat merdunya. Tak senadapun blero !
"Lha, tahun ini kalian mau pulang berapa lama? Lima hari seperti biasa?
Diam sejenak. Mr. & Mrs. Rigen saling berpandangan sedetik. Lantas . . . .
"Kalau boleh, tahun ini kami tidak pulang.
"Lho? Priye; karepmu?·"
"Terus terang ke desa cuma habis-habiskan uang, Pak."
"Lha, tentu saja uang mesti dihabiskan. 'Kan dibagi sama orang tua dan lain-lainnya?"
"Desa cuma bikin hati sedih, Pak."
"Ah, mosok! Wong ijo royo-royo. Gemah ripah:"
"Yak, Bapak kok terus ndagel, Iho!"
Rupanya Mr. Rigen sudah punya perhitungan yang rapi bin njlimet. Tahun ini mereka tidak mudik tapi' cukup kirim uang ke kedua orang tua mereka. Praktis, tidak repot katanya.
Kalau pulang jatah subsidi Bandes itu akan molor. Belum naik bis 3 kali plus colt. Belum muntah-muntah Madam & Junior di tengah jalan. Sedang uang mereka sudah dicengklong
buat orang tua itu diharap akan dikompensir oleh persen dari jaringan keluarga saya yang diperhitungkan akan reriungan di rumah saya dan di rumah ibu saya. Kalau datang semua bisa sekitar 15 orang jumlahnya . ,.. .
"Coba kalau saya pulang, Pak. Bapak akan capek nyopir jip. Para, putri akan lecet tangannya nyuci .... "
Kemudian bibirnya menyungging senyumnya yang lihay. .. . "
. . . dan saya akan kehilangan rejeki dari ibu-ibu dan .bapak-bapak. "
"Dapurmu!"
"Saya jenggung kepalanya alon-alon. Well, President Ronald Reagen, you may have your Reaganomics, .. '. Tetapi di sini I punya Rigenomics!
Oleh : Umar Kayam
Never On Sunday
Beberapa tahun terakhir ini kondisi kesehatan saya kurang begitu prima. Dokter menasehati agar saya lebih santai. Umpama mobil begitu, saya tidak lagi digenjot di atas 100 km sejam.
“Jangan ngoyo, Pak, nanti cepat tua, lho!”
“Yak, dokter kok klise begitu, Mbok yang lebih orisinil, Dok nasihatnya . . . . “
“Baik ! kalau you begini terus . . . nggak tahu, deh !”
“Yaa, masih ucapan klise dokter, tapi bolehlah, setidaknya lebih jelas, I get your message, doc!”
“Kalau puasa sekuatnya saja dulu. Pokoknya jangan ngoyo !”
Kali ini saya tidak lagi ngeledek “tidak orisinal”. Soalnya nasihatnya sangat kreatif lagi relevan dengan dengan rencana bawah sadar saya. (Menurut freud, bawah sadar memang punya rencana kok!) Rencananya, ya itu! Tahun ini pada bulan pasa 1987, atau Romadhon 1407 Hijriah, saya tidak akan mampu puasa penuh karena menurut roso tubuh saya akan nglemprek, loyo, kalau dipaksa puasa penuh. Lha, kok dokter memerintahkan pas seperti yang dimaui bawah sadar saya. Maka saya memutuskan untuk tidak akan puasa pada setiap hari minggu. Tiba tiba saya ingat nama yang bagus untuk program prei puasa pada tiap hari Minggu itu, Never On Sunday. Bagi mereka yang sebaya dengan penulis kolom ini mungkin masih ingat bahwa Never On Sunday adalah judul sebuah film yang pada permulaan tahun enam puluhan sempat terkenal. Film itu disutradarai oleh Jules Dassin dan dibintangi oleh Merina Mercouri, artis Yunani yang konon sekarang menjadi menteri kebudayaan di negerinya. Yang penting bagi saya bukan filmnya karena saya sudah banyak lupa adegan adegan ceritanya. Yang penting peristiwa pemutaran film itu dengan saya. Lho ! Bukan nyombong nih ye, Saya nonton itu di New York dengan Bung Karno, Pak Ali sastroamidjojo, salah seorang tokoh NU yang saya sudah lupa namanya, dan D.N. Aidit. Pada waktu itu Bung Karno datang dengan delegasi besar dan kami para mahasiswa dikerahkan untuk meladeni Bapak bapak itu. Pekerjaan con amore alias gratisan (waktu itu kita belum memasuki era honorarium . . . . .) tetapi yang sangat membanggakan hati. Bayangkan pada malam hari kita piket di hotel Waldorf Astoria. Dan bila Bung Karno berkenan melihat film kita semua diajak. Wah mongkok-nya hati ini, lho! Rombongan Indonesia itu datang terlambat di gedung bioskop itu. Terpaksa semua penonton bule bule Amerika itu menunggu kita. Dan waktu Bung Karno tampil di balkon memberi salam kepada semua penonton (halo, halo !) kayak gedung itu di Gedung Kesenian Pasar Baru Jakarta dan penonton pada bertepuk, wah banggaku ! presidenku jan hebat tenan . . . . .
Pada Sunday pertama saya mulai programku itu terasa nikmat betul. Bangun pukul 8 pagi, secangkir kopi susu, roti bakar dengan dilepot sale stroberi cap hero, Koran KR Minggu, kaki metangkrang di meja. Uwah, laras banget. Tiba tiba : penggeng eyem, penggeng eyem.
“Panggange, dipunduti, Den?
Lhadalah ! mas Joyoboyo (bukan nama sebenarnya) begitu saja sudah ngelesot di lantai di bawah kursi malas saya. Dan rite de panggang ayam dibeber pun begitu saja dimulai. Karuan saja saya jadi kelabakan, malu ketahuan tidak puasa. Repot, nich. Apakah mungkin wong klaten ini akan mengerti kalau saya terangkan makna program Never On Sunday, dan kenapa dipilih kode Never On Sunday.
“Lho, mboten siyam to, Den ? (tidak puasa, Den)
Belum sempat saya menemukan kata kata penjelasan yang tepat . . . . .
“Saya juga tidak pasa kok, Den. Wong saya mesti menjaja ngalor ngidul, ngetan bali ngulon, cari makan buat anak ini. Mosok Gusti Allah tidak paring ampun, nggih Den”
Saya Cuma bisa manggut mangut tanpa teges, mulutku masih belepot sele strobery.
“Apalagi menurut Den Bei Curiga Naraka (mestinya juga bukan nama sebenarnya) sing penting itu batine kalau pasa, Den. Kalau batine resik dan kuat, lha mbok minum es kopyor ditambahi bestik komplit dikunyah nyas nyis nyus waktu pasa siang hari bolong begini tidak apa apa, Den. Mak legender masuk perut tapi . . . tidak terasa makan. Itu, Den, menurut Den Bei Curiga Naraka pasa klas paling tinggi . . . . .”
“Sudah, sudah, sudah. Ini uang panggang ayam. Sampeyan lekas sana pergi sana meguru sama Den Bei sampeyan!”
Saya masuk kamar mencoba membaca. Edan, tenan! Minum Es Kopyor tidak terasa minum, makan bistik tidak terasa makan. Edan . . . . Dari kamar terdengar jauh mas Joyoboyo menjaja : penggeng eyem, penggeng eyem . . . . suaranya cempreng.
Senja mulai turun, Langit merah campur lembayung. Sirene mengaung terdengar berbareng dengan azan magrib menembus sungai dan pohon randu alas. Nglangut dan adem benar kedengarannya.
Di kamar makan saya lihat dari jendela luar, Beni Prakosa (bukan nama sebenarnya). “Selamat Buka, Pak. Selamat buka, Bu”
“Iya, Le. Terima kasih, ya.Kita sama-sama makan kolak, ya Le.”
Di dalam, sehabis makan malam Rigen bertanya.
“Besok hari Senin, Bapak ‘kan puasa, ta ?”
“Ya, ya, ya, yaaaa . . . . . Allohumaghfirly, Tuhan ampunilah aku . . . . . .
19 Mei 1987, Umar Kayam
“Jangan ngoyo, Pak, nanti cepat tua, lho!”
“Yak, dokter kok klise begitu, Mbok yang lebih orisinil, Dok nasihatnya . . . . “
“Baik ! kalau you begini terus . . . nggak tahu, deh !”
“Yaa, masih ucapan klise dokter, tapi bolehlah, setidaknya lebih jelas, I get your message, doc!”
“Kalau puasa sekuatnya saja dulu. Pokoknya jangan ngoyo !”
Kali ini saya tidak lagi ngeledek “tidak orisinal”. Soalnya nasihatnya sangat kreatif lagi relevan dengan dengan rencana bawah sadar saya. (Menurut freud, bawah sadar memang punya rencana kok!) Rencananya, ya itu! Tahun ini pada bulan pasa 1987, atau Romadhon 1407 Hijriah, saya tidak akan mampu puasa penuh karena menurut roso tubuh saya akan nglemprek, loyo, kalau dipaksa puasa penuh. Lha, kok dokter memerintahkan pas seperti yang dimaui bawah sadar saya. Maka saya memutuskan untuk tidak akan puasa pada setiap hari minggu. Tiba tiba saya ingat nama yang bagus untuk program prei puasa pada tiap hari Minggu itu, Never On Sunday. Bagi mereka yang sebaya dengan penulis kolom ini mungkin masih ingat bahwa Never On Sunday adalah judul sebuah film yang pada permulaan tahun enam puluhan sempat terkenal. Film itu disutradarai oleh Jules Dassin dan dibintangi oleh Merina Mercouri, artis Yunani yang konon sekarang menjadi menteri kebudayaan di negerinya. Yang penting bagi saya bukan filmnya karena saya sudah banyak lupa adegan adegan ceritanya. Yang penting peristiwa pemutaran film itu dengan saya. Lho ! Bukan nyombong nih ye, Saya nonton itu di New York dengan Bung Karno, Pak Ali sastroamidjojo, salah seorang tokoh NU yang saya sudah lupa namanya, dan D.N. Aidit. Pada waktu itu Bung Karno datang dengan delegasi besar dan kami para mahasiswa dikerahkan untuk meladeni Bapak bapak itu. Pekerjaan con amore alias gratisan (waktu itu kita belum memasuki era honorarium . . . . .) tetapi yang sangat membanggakan hati. Bayangkan pada malam hari kita piket di hotel Waldorf Astoria. Dan bila Bung Karno berkenan melihat film kita semua diajak. Wah mongkok-nya hati ini, lho! Rombongan Indonesia itu datang terlambat di gedung bioskop itu. Terpaksa semua penonton bule bule Amerika itu menunggu kita. Dan waktu Bung Karno tampil di balkon memberi salam kepada semua penonton (halo, halo !) kayak gedung itu di Gedung Kesenian Pasar Baru Jakarta dan penonton pada bertepuk, wah banggaku ! presidenku jan hebat tenan . . . . .
Pada Sunday pertama saya mulai programku itu terasa nikmat betul. Bangun pukul 8 pagi, secangkir kopi susu, roti bakar dengan dilepot sale stroberi cap hero, Koran KR Minggu, kaki metangkrang di meja. Uwah, laras banget. Tiba tiba : penggeng eyem, penggeng eyem.
“Panggange, dipunduti, Den?
Lhadalah ! mas Joyoboyo (bukan nama sebenarnya) begitu saja sudah ngelesot di lantai di bawah kursi malas saya. Dan rite de panggang ayam dibeber pun begitu saja dimulai. Karuan saja saya jadi kelabakan, malu ketahuan tidak puasa. Repot, nich. Apakah mungkin wong klaten ini akan mengerti kalau saya terangkan makna program Never On Sunday, dan kenapa dipilih kode Never On Sunday.
“Lho, mboten siyam to, Den ? (tidak puasa, Den)
Belum sempat saya menemukan kata kata penjelasan yang tepat . . . . .
“Saya juga tidak pasa kok, Den. Wong saya mesti menjaja ngalor ngidul, ngetan bali ngulon, cari makan buat anak ini. Mosok Gusti Allah tidak paring ampun, nggih Den”
Saya Cuma bisa manggut mangut tanpa teges, mulutku masih belepot sele strobery.
“Apalagi menurut Den Bei Curiga Naraka (mestinya juga bukan nama sebenarnya) sing penting itu batine kalau pasa, Den. Kalau batine resik dan kuat, lha mbok minum es kopyor ditambahi bestik komplit dikunyah nyas nyis nyus waktu pasa siang hari bolong begini tidak apa apa, Den. Mak legender masuk perut tapi . . . tidak terasa makan. Itu, Den, menurut Den Bei Curiga Naraka pasa klas paling tinggi . . . . .”
“Sudah, sudah, sudah. Ini uang panggang ayam. Sampeyan lekas sana pergi sana meguru sama Den Bei sampeyan!”
Saya masuk kamar mencoba membaca. Edan, tenan! Minum Es Kopyor tidak terasa minum, makan bistik tidak terasa makan. Edan . . . . Dari kamar terdengar jauh mas Joyoboyo menjaja : penggeng eyem, penggeng eyem . . . . suaranya cempreng.
Senja mulai turun, Langit merah campur lembayung. Sirene mengaung terdengar berbareng dengan azan magrib menembus sungai dan pohon randu alas. Nglangut dan adem benar kedengarannya.
Di kamar makan saya lihat dari jendela luar, Beni Prakosa (bukan nama sebenarnya). “Selamat Buka, Pak. Selamat buka, Bu”
“Iya, Le. Terima kasih, ya.Kita sama-sama makan kolak, ya Le.”
Di dalam, sehabis makan malam Rigen bertanya.
“Besok hari Senin, Bapak ‘kan puasa, ta ?”
“Ya, ya, ya, yaaaa . . . . . Allohumaghfirly, Tuhan ampunilah aku . . . . . .
19 Mei 1987, Umar Kayam
Badai pun Sudah Berlalu
Kampanye pemilu datang dan pergi bagaikan badai di kota ini. Sekali akan datang berhembus dasyat membawa ekor lesus berwarna hijau, kemudian ekor putting beliung yang berwarna kuning, kemudian lagi prahara berwarna merah.
Setiap ekor panjang berwarna dasyat itu mengeluarka suara gemuruh, gemelegar bagai guruh yang tidak mau berhenti.
Dahulu, zaman saya masih anak anak, gejala seperti itu akan ditanggapi sebagai berbagai macam tanda atau sasmita. Satu saat mungkin ekor lesus yang berwarna hijau, kuning atau merah itu akan ditanggapi sebagai segera datangnya bala berupa pagebluk, musim penyakit menular, yang dahsyat, Pagi sakit sore sudah meninggal. Pagi Cuma mules sore sudah mati kejang. Atau karena badai itu diikuti oleh suara gemuruh, ditafsirkan akan datangnya lampor, yakni konvoi kendaraan magic dari kerajaan lelembut Nyai Roro Kidul yang mengawal dan mengiringi ratu lelembut yang konon berwajah cantik tiada tara. Menurut para tua tua kampong pada waktu itu, Nyai berkenan datang ke salah satu kota magic, Sala atau Yogya, untuk show of force, bertamasya atau mungkin menghadiri konperensi meja bundar di keratin raja raja Jawa. (Harap jangan ditanyakan agenda konperensi itu . . . ) Apapun, badai beserta suara gemuruhnya yang berkepanjangan dan ekor panjang berombak yang berwarna itu tidak akan dibiarkan berlaku tanpainterpretasi canggih dari penduduk. Semua melihat gejala itu sebagai satu system tanda yang cepat atau lambat diperkirakan akan membawa konsekuensi perubahan yang gawat buat negeri ini. (Para ahli smiotik, makanya jangan kesusu kagum pada ahli teori barat dengan cas cis cus kalau di Amerika kalau di Australia . . . Sejak zaman dahulu orang jawa sudah tahu apa iti semiotic, Semua sudah dilihat sebagai satu system tanda, lho !)
Mas Joyoboyo, penjaja ayam panggang Klaten yang tiap hari minggu setia menggedor pintu rumah dan langsung duduk ngelesot di lantai dan dengan keterampilan seorang pro membeber paha paha dan dada dada yang coklat kehitaman di depanku, pada suatu minggu pagi bercerita dengan penuh semangat dan emosi. Tentu saja tentang kampanye. Wong sedang musim kampanye.
“Den, wah sudah to, kampanye itu jan elok tenan !”
“Elok – nya “
“Lho, wong kampanye kok ngangge gontok gontokan, ancam ancaman segala. Lha, dor, wonten sing mati !”
“Lho, itu kan namanya resiko pesta demokrasi, Mas. Pesta ndang dut saja ada resiko mati je . . .”
Mas Joyoboyo terus saja dengan laporannya. Mungkin kata resiko (yang menurut saya kata kunci yang penting) tidak digubrisnya, mungkin ya tidak didengarnya karena “resiko” itu mungkin ya bukan kata apa apa. Tangannya terus cak cek menyambar dada, tepong dan mentok dibungkus, dan dengan cekatan, dalam daun pisang. Dan dengan tangannya mengacung acungkan paha mulus kecoklatan, dia meneruskan cerocosannya.
“Lha, pripun. Kampanye itu nggih, mestinya apik apikan mawon. Wong Jowo itu kan mestinya rukun saja. Kampanye kok jor joran. Kampanye itu sing guyup gitu, lho. Baris baris bareng, saling muji golongane dewed ewe, Rak Begitu ?
Wong yang pisuh pisuhan kampanye itu, kalau habis pemilu ya bareng bareng saya lagi Cuma dodolan ayam panggang atau kuliah lagi sama sama anak saya lho. Kok sekarang bolehnya gawat, lho. Pahanya Den, besar empuk ayu cokelat”
“Sampeyan itu pripun, Mas. Ya ini demokrasi tenan. Kalau kampanye boleh ndongeng program dan kehebatannya sendiri sendiri. Bebas. Wong Demokrasi, kook ! Lho sing pinter dodolan kampanye nanti yang akan ngatur pemerintahan. Pesta demokrasi, kok Mas . . . “
“Den, niki dadane dua, mentoke dua, pahane papat, lha roti santen tengkowah loro. Semua delapan ribu dua ratus empat puluh sen. Maringi duit pas, ya Den !”
Mau apa lagi kecuali membayarnya ? uang pas recehan itu saya pinjam dari para pembantu di belakang. Suara rakyat terus terdengar lagi, Penggeng eyem, penggeng eyem, penggeng eyem . . . . . . .
Rigen adalah pembantu rumah yang sudah ikut saya selama sepuluh tahun. Pada hari ultah Angkatan Bersenjata dua setengah tahun yang lalu ia punya anak. Dinamakan Beni Prakosa. Cita cita orang tuanya, minimal, minimal anaknya kelak jadi pati ABRI. Dia melihat kelahiran apada hari keramat begitu juga dalam rangka system tanda.
Pada musim kampanye itu setiap sore dia anak beranak akan siap berdiri dipinggir jalan nonton gelombang badai kampanye lewat gemuruh di depan hidungnya. Dasar anak calon genius, si Ben yang baru berumur dua setengah tahun itu, sudah apal semua tanda gambar.
“Gambar noror satu apa Le ?”
“Srengenge!” tangannya ngacung jempol.
“Kalau gambar nomor duwa, Le ?”
“Pohon Jambuuuu!” tangannya ngacung jari dua
“Lha, kalau gambar nomer tiga, Le?”
“Kebo, kebo!” tangannya ngacung tiga jari.
Dasar calon jenius. Sampai sekarang, jauh sesudah badai kampanye itu berlalu dan kita menanti nanti hasil ramalan Mas Joyoboyo, si Ben masih terus berkampanye. Mau makan : hidup, hidup srengenge. Mau makan lagi : Hidup, hidup wit jambuuu. Mau makan lagi : Hidup, hidup keboo. Dasar calon jenisu. Seharian kuping kita kudu sabar dan senang mendengar excitement jenius kita itu.
Hari minggu pertama sesudah pemilu, Mas Joyoboyo sudah nglesot di depan pintu lagi. Sambil dengan terampilnya membeber dada dan paha dia laporkan dengan nada gembira.
“To, pripun, Den! Saya bilang apa !”
“Lho, lha bilang apa?”
“bar kampanye dan coblosan semua, kan mulih ke kandange dewe dewe! Sing Bakul seperti saya ya rukun jadi bakul lagi. Sing cah mahasiswa ya kembali sekolah lagi. Sing babu, hik hik, ya jadi babu lagi. Apa ? Wong Jowo saja lho, Den !”
Saya tersinggung entah kena apa.
“Lho, wong Jowo, apa ? Wong Jowo kenapa . . . . . !”
“Niku wau dadane dua, pahane dua, mentoke . . . . “
Saya tidak mendengar lagi apa yang diomongkan. Cepat cepat saya rogoh dompet, saya bayar jreng. Dan diapun kabur sambil penggeng eyem, penggeng . . . . . .
“Mister Rigen, kowe nyoblos apa, hah ?”
“DPR wit jambu, tingkat satu srengenge, tingkat tiga keboo.”
“Lho?
“Lha, nyoblos apa saja ‘kan saya tetap jadi batur sampeyan, to, Pak . . . . . .”
Setiap ekor panjang berwarna dasyat itu mengeluarka suara gemuruh, gemelegar bagai guruh yang tidak mau berhenti.
Dahulu, zaman saya masih anak anak, gejala seperti itu akan ditanggapi sebagai berbagai macam tanda atau sasmita. Satu saat mungkin ekor lesus yang berwarna hijau, kuning atau merah itu akan ditanggapi sebagai segera datangnya bala berupa pagebluk, musim penyakit menular, yang dahsyat, Pagi sakit sore sudah meninggal. Pagi Cuma mules sore sudah mati kejang. Atau karena badai itu diikuti oleh suara gemuruh, ditafsirkan akan datangnya lampor, yakni konvoi kendaraan magic dari kerajaan lelembut Nyai Roro Kidul yang mengawal dan mengiringi ratu lelembut yang konon berwajah cantik tiada tara. Menurut para tua tua kampong pada waktu itu, Nyai berkenan datang ke salah satu kota magic, Sala atau Yogya, untuk show of force, bertamasya atau mungkin menghadiri konperensi meja bundar di keratin raja raja Jawa. (Harap jangan ditanyakan agenda konperensi itu . . . ) Apapun, badai beserta suara gemuruhnya yang berkepanjangan dan ekor panjang berombak yang berwarna itu tidak akan dibiarkan berlaku tanpainterpretasi canggih dari penduduk. Semua melihat gejala itu sebagai satu system tanda yang cepat atau lambat diperkirakan akan membawa konsekuensi perubahan yang gawat buat negeri ini. (Para ahli smiotik, makanya jangan kesusu kagum pada ahli teori barat dengan cas cis cus kalau di Amerika kalau di Australia . . . Sejak zaman dahulu orang jawa sudah tahu apa iti semiotic, Semua sudah dilihat sebagai satu system tanda, lho !)
Mas Joyoboyo, penjaja ayam panggang Klaten yang tiap hari minggu setia menggedor pintu rumah dan langsung duduk ngelesot di lantai dan dengan keterampilan seorang pro membeber paha paha dan dada dada yang coklat kehitaman di depanku, pada suatu minggu pagi bercerita dengan penuh semangat dan emosi. Tentu saja tentang kampanye. Wong sedang musim kampanye.
“Den, wah sudah to, kampanye itu jan elok tenan !”
“Elok – nya “
“Lho, wong kampanye kok ngangge gontok gontokan, ancam ancaman segala. Lha, dor, wonten sing mati !”
“Lho, itu kan namanya resiko pesta demokrasi, Mas. Pesta ndang dut saja ada resiko mati je . . .”
Mas Joyoboyo terus saja dengan laporannya. Mungkin kata resiko (yang menurut saya kata kunci yang penting) tidak digubrisnya, mungkin ya tidak didengarnya karena “resiko” itu mungkin ya bukan kata apa apa. Tangannya terus cak cek menyambar dada, tepong dan mentok dibungkus, dan dengan cekatan, dalam daun pisang. Dan dengan tangannya mengacung acungkan paha mulus kecoklatan, dia meneruskan cerocosannya.
“Lha, pripun. Kampanye itu nggih, mestinya apik apikan mawon. Wong Jowo itu kan mestinya rukun saja. Kampanye kok jor joran. Kampanye itu sing guyup gitu, lho. Baris baris bareng, saling muji golongane dewed ewe, Rak Begitu ?
Wong yang pisuh pisuhan kampanye itu, kalau habis pemilu ya bareng bareng saya lagi Cuma dodolan ayam panggang atau kuliah lagi sama sama anak saya lho. Kok sekarang bolehnya gawat, lho. Pahanya Den, besar empuk ayu cokelat”
“Sampeyan itu pripun, Mas. Ya ini demokrasi tenan. Kalau kampanye boleh ndongeng program dan kehebatannya sendiri sendiri. Bebas. Wong Demokrasi, kook ! Lho sing pinter dodolan kampanye nanti yang akan ngatur pemerintahan. Pesta demokrasi, kok Mas . . . “
“Den, niki dadane dua, mentoke dua, pahane papat, lha roti santen tengkowah loro. Semua delapan ribu dua ratus empat puluh sen. Maringi duit pas, ya Den !”
Mau apa lagi kecuali membayarnya ? uang pas recehan itu saya pinjam dari para pembantu di belakang. Suara rakyat terus terdengar lagi, Penggeng eyem, penggeng eyem, penggeng eyem . . . . . . .
Rigen adalah pembantu rumah yang sudah ikut saya selama sepuluh tahun. Pada hari ultah Angkatan Bersenjata dua setengah tahun yang lalu ia punya anak. Dinamakan Beni Prakosa. Cita cita orang tuanya, minimal, minimal anaknya kelak jadi pati ABRI. Dia melihat kelahiran apada hari keramat begitu juga dalam rangka system tanda.
Pada musim kampanye itu setiap sore dia anak beranak akan siap berdiri dipinggir jalan nonton gelombang badai kampanye lewat gemuruh di depan hidungnya. Dasar anak calon genius, si Ben yang baru berumur dua setengah tahun itu, sudah apal semua tanda gambar.
“Gambar noror satu apa Le ?”
“Srengenge!” tangannya ngacung jempol.
“Kalau gambar nomor duwa, Le ?”
“Pohon Jambuuuu!” tangannya ngacung jari dua
“Lha, kalau gambar nomer tiga, Le?”
“Kebo, kebo!” tangannya ngacung tiga jari.
Dasar calon jenius. Sampai sekarang, jauh sesudah badai kampanye itu berlalu dan kita menanti nanti hasil ramalan Mas Joyoboyo, si Ben masih terus berkampanye. Mau makan : hidup, hidup srengenge. Mau makan lagi : Hidup, hidup wit jambuuu. Mau makan lagi : Hidup, hidup keboo. Dasar calon jenisu. Seharian kuping kita kudu sabar dan senang mendengar excitement jenius kita itu.
Hari minggu pertama sesudah pemilu, Mas Joyoboyo sudah nglesot di depan pintu lagi. Sambil dengan terampilnya membeber dada dan paha dia laporkan dengan nada gembira.
“To, pripun, Den! Saya bilang apa !”
“Lho, lha bilang apa?”
“bar kampanye dan coblosan semua, kan mulih ke kandange dewe dewe! Sing Bakul seperti saya ya rukun jadi bakul lagi. Sing cah mahasiswa ya kembali sekolah lagi. Sing babu, hik hik, ya jadi babu lagi. Apa ? Wong Jowo saja lho, Den !”
Saya tersinggung entah kena apa.
“Lho, wong Jowo, apa ? Wong Jowo kenapa . . . . . !”
“Niku wau dadane dua, pahane dua, mentoke . . . . “
Saya tidak mendengar lagi apa yang diomongkan. Cepat cepat saya rogoh dompet, saya bayar jreng. Dan diapun kabur sambil penggeng eyem, penggeng . . . . . .
“Mister Rigen, kowe nyoblos apa, hah ?”
“DPR wit jambu, tingkat satu srengenge, tingkat tiga keboo.”
“Lho?
“Lha, nyoblos apa saja ‘kan saya tetap jadi batur sampeyan, to, Pak . . . . . .”
Dawai Asmara
Dawai asmara bergetar syahdu
Mengalunkan senandung rindu
Belaian mesra membuai jiwa
Tak terlukiskan bahagia
Hanyut dalam gelora cinta
Hanyut di dalam suka cita
Tenggelam dalam madu cinta
Tenggelam di dalam bahagia
Dawai asmara bergetar syahdu
Mengalunkan senandung rindu
Belaian mesra membuai jiwa
Tak terlukiskan bahagia
Syair para pujangga mengabadikan cinta
Hati para dewasa pasti tersentuh cinta
Ada yang lembut dan manja
Cinta membuat terlena
Ada kala bergelora
Bak debur ombak samudera
Pesona cinta menggapai sukma
Menjanjikan sejuta indah
Terbit selera tergugah jiwa
‘Tuk menyemaikan benih cinta
Semoga putik ‘kan berbunga
Semoga panggil ‘kan berjawab
‘Ku ingin hidup dengan cinta
‘Ku ingin selalu bersamanya
Pesona cinta menggapai sukma
Menjanjikan sejuta indah
Terbit selera tergugah jiwa
‘Tuk menyemaikan benih cinta
Mengalunkan senandung rindu
Belaian mesra membuai jiwa
Tak terlukiskan bahagia
Hanyut dalam gelora cinta
Hanyut di dalam suka cita
Tenggelam dalam madu cinta
Tenggelam di dalam bahagia
Dawai asmara bergetar syahdu
Mengalunkan senandung rindu
Belaian mesra membuai jiwa
Tak terlukiskan bahagia
Syair para pujangga mengabadikan cinta
Hati para dewasa pasti tersentuh cinta
Ada yang lembut dan manja
Cinta membuat terlena
Ada kala bergelora
Bak debur ombak samudera
Pesona cinta menggapai sukma
Menjanjikan sejuta indah
Terbit selera tergugah jiwa
‘Tuk menyemaikan benih cinta
Semoga putik ‘kan berbunga
Semoga panggil ‘kan berjawab
‘Ku ingin hidup dengan cinta
‘Ku ingin selalu bersamanya
Pesona cinta menggapai sukma
Menjanjikan sejuta indah
Terbit selera tergugah jiwa
‘Tuk menyemaikan benih cinta
Puja
Wahai pesona, bagimu puja
‘Ku memujamu melalui lagu nada indah
Untukmu oh wahai pesona
Senandung citra
‘Ku memujamu melalui lagu nada indah
Untukmu oh wahai pesona
Namamu selalu dalam ingatanku
Dalam ingatan
Walau wajahmu tak mungkin kukhayalkan
Tiada hari berlalu tanpa kasihmu
Tanpa sayangmu (o...)
Begitu pula cinta sucimu selalu saja menyerta
‘Ku memujamu melalui lagu nada indah
Untukmu oh wahai pesona
(Ho... ho... ho...)
Hidup mati kupersembahkan untukmu
Hanya untukmu
Tiada yang kucinta selain dirimu
Apa pun kurelakan demi kasihmu
Demi sayangmu (o...)
Tak siapa pun dapat mencegah cintaku kepadamu
‘Ku memujamu melalui lagu nada indah
Untukmu oh wahai pesona
Senandung citra
‘Ku memujamu melalui lagu nada indah
Untukmu oh wahai pesona
Namamu selalu dalam ingatanku
Dalam ingatan
Walau wajahmu tak mungkin kukhayalkan
Tiada hari berlalu tanpa kasihmu
Tanpa sayangmu (o...)
Begitu pula cinta sucimu selalu saja menyerta
‘Ku memujamu melalui lagu nada indah
Untukmu oh wahai pesona
(Ho... ho... ho...)
Hidup mati kupersembahkan untukmu
Hanya untukmu
Tiada yang kucinta selain dirimu
Apa pun kurelakan demi kasihmu
Demi sayangmu (o...)
Tak siapa pun dapat mencegah cintaku kepadamu
Thursday, February 12, 2009
Satu Galon Cuka Lebih Berat Di Musim Dingin Daripada Di Musim Panas
Hal ini membingungkan-namun ini adalah fakta.
Perbedaan bobot ini sepenuhnya adalah karena cuka yang menyusut dan memuai sesuai perubahan temperatur. Selama musim panas, seperti halnya cairan lainnya, cuka memuai dan oleh karenanya bobotnya akan sedikit berkurang karena wadah galonnya akan menampung lebih sedikit.
Satu galon cuka (Acetic Acid) 4 persen yang ditimbang pada 32 derajat(Celsius) atau di musim panas, berbobot 4.202 kg-atau 3.813 gram.
Ketika galon yang sama dipenuhi dengan cuka yang sama ditimbang pada 0 derajat (Celsius), atau temperatur musim dingin, bobotnya 4.229 kg atau 3.841 gram. Dengan kata lain, segalon cuka akan berbobot kira-kira 28 gram lebih berat di musim dingin daripada di musim panas.
Perbedaan bobot ini sepenuhnya adalah karena cuka yang menyusut dan memuai sesuai perubahan temperatur. Selama musim panas, seperti halnya cairan lainnya, cuka memuai dan oleh karenanya bobotnya akan sedikit berkurang karena wadah galonnya akan menampung lebih sedikit.
Satu galon cuka (Acetic Acid) 4 persen yang ditimbang pada 32 derajat(Celsius) atau di musim panas, berbobot 4.202 kg-atau 3.813 gram.
Ketika galon yang sama dipenuhi dengan cuka yang sama ditimbang pada 0 derajat (Celsius), atau temperatur musim dingin, bobotnya 4.229 kg atau 3.841 gram. Dengan kata lain, segalon cuka akan berbobot kira-kira 28 gram lebih berat di musim dingin daripada di musim panas.
Satu Kg Bulu Lebih Berat Daripada Satu Kg Emas
Satu kilogram adalah satu kilogram menurut Anda?
Tidak selalu.
Satu kilogram bulu lebih berat daripada satu kilogram emas sebab bulu ditimbang menurut metrik "avoirdupois" di mana satu kilogram sarna dengan 907 gram, sedangkan emas selalu ditimbang menurut metrik "troy" di mana satu kilogram sama dengan 680 gram.
Tidak selalu.
Satu kilogram bulu lebih berat daripada satu kilogram emas sebab bulu ditimbang menurut metrik "avoirdupois" di mana satu kilogram sarna dengan 907 gram, sedangkan emas selalu ditimbang menurut metrik "troy" di mana satu kilogram sama dengan 680 gram.
Wednesday, February 11, 2009
Success Recipe
Mengapa sering kali kita bertindak tidak sesuai dengan keinginan kita? Mengapa sering kali kita bahkan melakukan apa yang semestinya kita hindari? Jawabannya, karena apa yang tidak ingin kita lakukan atau kita hindari mendatangkan suatu ''kenikmatan'' sementara. Contoh, Anda tahu bahwa berolahraga rutin pada pagi hari dapat memberikan Anda tubuh yang sehat. Namun, mengapa lebih sering Anda mengalah untuk tidak bangun dari tempat tidur daripada me1akukan olah raga? Tentu jawabannya karena menikmati ranjang dan tidur yang lebih lama langsung mendatangkan "kenikmatan" sementara dan merupakan pilihan yang lebih mudah jika dibandingkan harus bangun dan berolahraga.
Seorang juara mengetahui prinsip sukses yang sebenarnya adalah dengan menunda kenikmatan (delayed gratification). Seorang juara mengetahui bahwa sering kali ia harus membayar terlebih dahulu baru dapat menikmati hasilnya kemudian. Di sisi lain, seorang pecundang lebih mementingkan kenikmatan sesaat (instant gratification) namun mereka lupa. bahwa hal itu akan mendatangkan kerugian yang besar pada masa mendatang.
Renungkanlah pekerjaan-pekerjaan dalam hidup kita. Kebanyakan dari pekerjaan itu adalah hal-hal yang tidak terlalu sulit. Contoh, bangun pagi lebih awal, berolahraga secara teratur tiap minggu, meluangkan waktu 5-10 menit untuk merencanakan tugas yang harus di selesaikan setiap hari, membaca sepuluh lembar halaman buku setiap hari, menjaga sikap agar se1alu positif dalam menghadapi tantangan. Sekilas pekerjaan-peketjaan tersebut tidaklah memerlukan tenaga dan pikiran yang besar, namun yang menjadi tantangan bagi kita adalah menjadikan pekerjaan itu menjadi sebuah kebiasaan yang rutin dilakukan. Disiplin diri adalah kunci yang jarang dicari bahkan sering dihindari oleh kebanyakan orang. Disiplin diri adalah kemampuan untuk memaksa diri Anda melakukan apa yang harus Anda lakukan pada waktu yang ditentukan dan tetap berkomitmen untuk melakukannya, baik Anda suka maupun tidak.
Brian Tracy secara tajam mengingatkan bahwa kemampuan kita untuk mendisiplinkan diri dengan menunda kenikmatan akan mendatangkan kesuksesan yang besar di kemudian hari dan sikap ini merupakan prasyarat bagi mereka yang ingin sukses. W. Clement Stone mempunyai prinsip yang ia ajarkan di perusahaannya, yaitu dengan me1akukan affirmation (penegasan ulang) sebanyak 50 kali setiap pagi yang berbunyi, "Do It Now! ... Do It Now!" Ingatlah untuk selalu menuntaskan pekerjaan yang harus diselesaikan hari ini. Jika Anda telah mengambil tindakan, lama kelamaan
Anda akan bertambah semangat untuk menyelesaikannya. Namun jika Anda terus menunda, ketakutan itu akan bertambah besar. Gabungkanlah slogan tersebut dengan slogan sepatu Nike, "Just Do It and Do It Now then You will get DUIT!"
by : Darmadi Darmawangsa in Champion
Seorang juara mengetahui prinsip sukses yang sebenarnya adalah dengan menunda kenikmatan (delayed gratification). Seorang juara mengetahui bahwa sering kali ia harus membayar terlebih dahulu baru dapat menikmati hasilnya kemudian. Di sisi lain, seorang pecundang lebih mementingkan kenikmatan sesaat (instant gratification) namun mereka lupa. bahwa hal itu akan mendatangkan kerugian yang besar pada masa mendatang.
Renungkanlah pekerjaan-pekerjaan dalam hidup kita. Kebanyakan dari pekerjaan itu adalah hal-hal yang tidak terlalu sulit. Contoh, bangun pagi lebih awal, berolahraga secara teratur tiap minggu, meluangkan waktu 5-10 menit untuk merencanakan tugas yang harus di selesaikan setiap hari, membaca sepuluh lembar halaman buku setiap hari, menjaga sikap agar se1alu positif dalam menghadapi tantangan. Sekilas pekerjaan-peketjaan tersebut tidaklah memerlukan tenaga dan pikiran yang besar, namun yang menjadi tantangan bagi kita adalah menjadikan pekerjaan itu menjadi sebuah kebiasaan yang rutin dilakukan. Disiplin diri adalah kunci yang jarang dicari bahkan sering dihindari oleh kebanyakan orang. Disiplin diri adalah kemampuan untuk memaksa diri Anda melakukan apa yang harus Anda lakukan pada waktu yang ditentukan dan tetap berkomitmen untuk melakukannya, baik Anda suka maupun tidak.
Brian Tracy secara tajam mengingatkan bahwa kemampuan kita untuk mendisiplinkan diri dengan menunda kenikmatan akan mendatangkan kesuksesan yang besar di kemudian hari dan sikap ini merupakan prasyarat bagi mereka yang ingin sukses. W. Clement Stone mempunyai prinsip yang ia ajarkan di perusahaannya, yaitu dengan me1akukan affirmation (penegasan ulang) sebanyak 50 kali setiap pagi yang berbunyi, "Do It Now! ... Do It Now!" Ingatlah untuk selalu menuntaskan pekerjaan yang harus diselesaikan hari ini. Jika Anda telah mengambil tindakan, lama kelamaan
Anda akan bertambah semangat untuk menyelesaikannya. Namun jika Anda terus menunda, ketakutan itu akan bertambah besar. Gabungkanlah slogan tersebut dengan slogan sepatu Nike, "Just Do It and Do It Now then You will get DUIT!"
by : Darmadi Darmawangsa in Champion
Subscribe to:
Posts (Atom)
Liquid Culture
Sedang senang senangnya coba coba buat liquid culture untuk Jamur Tiram, so far so gud, besok tinggal fase test apakah liquid culture yang ...
-
NAIROBI (AFP) - A baby hippopotamus that survived the tsunami waves on the Kenyan coast has formed a strong bond with a giant male century-o...