Jenis amal itu
bermacam-macam karena asupan hati juga beragam.
- Ibnu Atha'illah al-Iskandari -
YANG DIMAKSUD asupan hati di sini adalah makrifat Tuhan
dan rahasia ruhani yang masuk ke dalam relung hati. Asupan
hati ini akan mendorong munculnya sifat-sifat dan ahwal (keadaan) terpuji. Ada
yang membuahkan karisma. Ada yang mendorong kelembutan. Ada
pula yang memupuk kedermawanan.
Kerapkali kaudapati sebagian murid yang rajin shalat, ada pula yang
rajin puasa, dan sebagainya. Sebabnya adalah perbedaan asupan Ilahi
yang mengakibatkan perbedaan kecenderungan seseorang. Setiap
orang harus beramal sesuai dengan kecenderungannya jika ia belum
mendapat bimbingan dari gurunya. Sebaliknya, apabila ia telah
mendapat bimbingan guru, ia tidak boleh beramal, kecuali dengan
izin sang guru.
Kesimpulannya, beragamnya wirid dan zikir yang dilakukan para murid adalah akibat dari beragamnya
asupan yang masuk ke hati mereka. Setiap murid harus beramal sesuai dengan
asupan hatinya atau sesuai bimbingan guru. la tidak boleh beramal
berdasarkan asupan hati orang lain. Orang lain pun tidak boleh menentangnya
hanya
karena tidak melakukan apa yang dilakukannya.
Amal itu seumpama
jasad, sedangkan keikhlasan adalah ruhnya.
- Ibnu Atha'illah al-Iskandari -
AMAL ITU ibarat jasad yang tak bernyawa, sedangkan
keikhlasan laksana ruh yang menjadikan jasad itu hidup. Keikhlasan setiap
orang
berbeda-beda. Keikhlasan para
'abid (ahli ibadah) berbentuk bersihnya
amal mereka dari sifat riya'
yang nyata maupun yang tersamar dan dari niat yang didasari hawa nafsu. Mereka
beramal karena Allah, mengharap pahala-Nya, serta ingin selamat
dari azab dan siksa-Nya. Namun demikian, mereka menisbatkan amal itu
pada diri mereka dan menjadikannya sebagai tempat bergantung
untuk meraih apa yang mereka inginkan.
Sementara itu, bentuk keikhlasan para muhibbin (pencinta Allah) tergambar
dalam niat amal mereka yang ditujukan sebagai wujud pengagungan
dan penghormatan mereka terhadap Allah; yang memang layak
mendapatkannya. Dalam beramal, mereka tidak bertujuan mendapat pahala atau
takut dari siksa-Nya.
Oleh sebab itu, Rabi'ah Al-Adawiyah berkata, "Aku tidak menyembah-Mu karena takut
neraka-Mu atau berharap surga-Mu."
Sementara itu, keikhlasan para 'arif berbentuk kesaksian
dan pandangan mereka bahwa Allah semata yang menggerakkan dan mendiamkan
mereka. Mereka tidak merasa memiliki daya dan upaya dalam hal itu. Oleh karena
itu, mereka tidak beramal, kecuali dengan bantuan Allah, bukan dengan daya
dan kekuatan mereka. Tingkat keikhlasan para 'arif ini merupakan tingkat keikhlasan
tertinggi.
Kemudian, dalam hikmah berikut, Ibnu Athaillah memberi
tips bagaimana cara meraih dan menumbuhkan
keikhlasan.
No comments:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Comment Anda