Al Hubbu atau cinta merupakan ungkapan yang menggambarkan tentang kecenderungan hati kepada sesuatu yang menyenangkan. Apabila kecenderungan ini semakin menguat dalam hati, maka disebut 'isyqun atau kerinduan. Gejalanya terlihat melampaui batas sehingga orang yang bersangkutan dapat menjadi budak kekasih yang dicintainya dan membuatnya rela mengorbankan semua harta benda demi untuk kekasih yang dicintainya. Tahukah kamu begitu besarnya kecintaan Zulaikha kepada Yusuf as. sehingga membuatnya rela mengorbankan semua harta yang dimilikinya begitu pula dengan kecantikannya yang memudar karena memikirkannya. Padahal ia memiliki kalung dan permata yang banyaknya sama dengan sepenuh muatan tujuh puluh ekor unta, semuanya itu ia belanjakan demi cintanya kepada Yusuf. Setiap orang yang melaporkan kepadanya bahwa hari ini ia melihat Yusuf, Zulaikha memberinya hadiah kalung yang dapat membuatnya hidup berkecukupan, sehingga tiada hartanya lagi yang tersisa. Dia menamakan segala sesuatu dengan nama Yusuf dan lupa kepada segalanya selain Yusuf, karena dia benar-benar mabuk kepayang kepadanya. Apabila ia layangkan pandangannya ke langit di malam hari, bintang-bintang yang bertaburan padanya terlihat olehnya seakan-akan mengukir nama Yusuf.
Menurut suatu riwayat disebutkan bahwa Setelah Zulaikha beriman dan Yusuf as. menikahinya, sikapnya berubah menjadi suka menyendiri, menekuni ibadah, dan mencurahkan semua waktunya hanya untuk menyembah Allah. Apabila Yusuf mengajaknya ke peraduan di siang hari ia menangguh-nangguhkannya sampai malam hari, dan apabila Yusuf mengajaknya di malam hari ia menangguh- nangguhkannya sampai siang hari Zulaikha mengatakan, "Wahai Yusuf, sesungguhnya dahulu aku menyintaimu tiada lain karena belum mengenal Allah Namun, setelah aku mengenal-Nya, ternyata hatiku tidak menyisakan tempat untuk menyintai selain Dia, dan aku tidak mau menggantikan-Nya dengan yang lain." Sehingga pada akhirnya Yusuf berkata kepadanya, "Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk menikahimu, dan memberitahukan kepadaku bahwa Dia akan mengeluarkan darimu dua orang anak yang kelak akan menjadi dua orang nabi." Zulaikha menjawab, "Adapun jika Allah telah memerintahkan demikian kepadamu, dan menjadikan diriku sebagai perantara untuk merealisasikannya, berarti mengikutimu sama dengan menaati perintah Allah." Maka sejak saat itu Zulaikha merasa tenang dan tenteram hidup bersama dengan Yusuf.
Dalam sebuah hikayat disebutkan bahwa ketika ditanyakan kepada Majnun Laila, "Siapakah namamu?" Ia menjawab, "Laila." Dan di hari yang lain ketika ditanyakan kepadanya, "Bukankah Laila telah mati?." Ia menjawab, "Sesungguhnya Laila berada di dalam hatiku, ia belum mati dan aku adalah Laila." Di suatu hari ia melalui rumah Laila, lalu melayangkan pandangannya ke langit, maka dikatakan kepadanya, "Hai Majnun, jangan kamu memandang langit tetapi pandanglah tembok rumah Laila, barangkali kamu dapat melihatnya." Ia menjawab, "Aku cukup memandang salah satu bintang yang bayangannya menaungi rumah Laila."
Dalam sebuah riwayat yang bersumberkan dari Manshur Al Hallaj rahimahullah disebutkan bahwa mereka menahannya selama delapan belas hari. Lalu datanglah Asy Syibli ra. menjenguknya dan berkata, "Hai Manshur, apakah arti cinta." Manshur menjawab, "Jangan engkau tanyakan kepadaku hari ini, tetapi tanyakanlah kepadaku besok hari." Pada keesokan harinya mereka mengeluarkan Manshur dari penjara dan hamparan kulit untuk mengeksekusinya telah mereka gelarkan, lalu Asy Syibli berlalu di hadapannya dan Manshur berseru, "Hai Syibli, cinta itu diawali dengan terbakar oleh kerinduan dan diakhiri dengan hukuman mati." Demikian itu terjadi setelah terbukti menurut pandangan Al Hallaj ra. bahwa segala sesuatu selain Allah adalah batil (tidak ada). Dan Al Manshur meyakini bahwa hanya Allah-lah yang haq, sehingga ia lupa dengan namanya sendiri setelah tergila-gila dengan nama Al Haq (Allah), oleh karena itu saat ditanya, "Siapakah kamu?" Ia menjawab, "Aku adalah Al Haq (Allah)."
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa cinta yang sejati dapat dibuktikan melalui tiga perkara, yaitu lebih memilih kalam kekasih daripada kalam yang lain. Lebih memilih sekedudukan dengan kekasih daripada dengan yang lain, dan lebih memilih keridhaan kekasih daripada keridhaan yang lain. Demikianlah menurut pendapat yang disebutkan di dalam kitab Al Muntaha. Menurut suatu pendapat disebutkan bahwa al 'isyqu atau rindu ialah tersingkapnya semua tirai dan terbukanya segala rahasia. Adapun Al Wajdu atau mabuk kepayang ialah ketidak mampuan jiwa untuk menanggung beratnya beban kerinduan saat merasakan manisnya berdzikir, sehingga andaikata saat itu salah satu anggota tubuh orang yang bersangkutan dipotong, ia tidak merasa kesakitan sama sekali.
Dalam sebuah hikayat disebutkan bahwa ketika seorang laki-laki sedang mandi di sungai Eufrat, ia mendengar seseorang membacakan firman-Nya:
Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir), "Berpisahlah kamu (dari orang-orang mu'min) pada hari ini, hai orang-orang yang berbuat jahat (Q5. Yaasiin [36]: 59).
Mendadak tubuhnya bergetar terus-menerus dan mengalami kram sehingga tenggelam di dalam sungai.
Diriwayatkan dari Muhammad ibnu Abdullah Al Baghdadi yang telah menceritakan bahwa di Bashrah ia melihat seorang pemuda berada di puncak bangunan yang sangat tinggi. Pemuda itu menghadapkan dirinya kepada orang banyak lalu berseru, "Barangsiapa yang mati karena kerinduan, hendaklah ia mati seperti ini, tiada baiknya kerinduan tanpa kematian." Kemudian pemuda itu menjatuhkan dirinya dari atas bangunan itu, sesudah itu tubuhnya diusung dalam keadaan tidak bernyawa.
Al Junaid rahimahullah telah mengatakan bahwa tashawuf adalah menghindari ujian dan cobaan.
Dalam sebuah hikayat disebutkan bahwa Dzun Nun Al Mashri rahimahullah memasuki Masjidil Haram. Di sana ia melihat seorang pemuda tidak berbaju yang sakit tergeletak di bawah tiang masjid seraya mengeluarkan suara rintihan dari dalam hatinya yang bersedih. Dzun Nun melanjutkan kisahnya, lalu aku mendekatinya seraya mengucapkan salam kepadanya dan bertanya, "Siapakah kamu, hai anak muda?." Ia menjawab, "Aku adalah seorang pengembara yang dimabuk rindu (kepada Allah)." Aku memahami apa yang dikatakannya, maka kukatakan kepadanya, "Aku juga sama seperti kamu." Lalu ia menangis dan aku pun menangis pula karena tangisannya, sehingga membuatnya bertanya, "Mengapa engkau pun menangis?" Aku menjawab, "Aku adalah seperti kamu." Lalu ia menangis dengan suara yang amat keras dan mengeluarkan suara jeritan yang bernada tinggi lagi sangat kuat, sesudah itu suasana menjadi hening karena saat itu juga nyawanya telah melayang. Kemudian tubuhnya kuselimuti dengan pakaianku dan aku pergi meninggalkannya untuk mencari kain kafan. Aku membeli kain kafan dan kembali kepadanya, namun aku tidak menjumpai jenazahnya di tempatnya, sehingga membuat diriku terheran-heran seraya mengucapkan, "Subhanallaah di manakah jenazahnya?" Kemudian aku mendengar suara tanpa rupa yang mengatakan, "Hai Dzun Nun, sesungguhnya si pengembara ini dicari-cari oleh setan di dunia ini namun setan tidak menemukannya. Malaikat Malik (penjaga neraka) mencarinya namun ia tidak dapat melihatnya, dan Malaikat Ridwan mencarinya pula di dalam surga namun tidak menemukannya." Aku bertanya, "Kalau begitu di manakah dia?" Lalu kudengar suara tanpa rupa membacakan firman-Nya:
di tempat yang disenangi di sisi (Rabb) Yang Maha Berkuasa. (Q5. Al-Qamar [54]: 55).
Disebabkan kecintaan-Nya kepada Allah, banyak melakukan ketaatan dan menyegerakan taubatnya kepada Allah. Demikianlah menurut yang disebutkan di dalam kitab Zahrur Riyadh.
Salah seorang syekh pernah ditanya tentang pertanda cinta kepada Allah, ia menjawab bahwa orang yang bersangkutan jarang bergaul, sering menyendiri, senantiasa bertafakur, pendiam, bila melihat tidak memperhatikan, bila diseru tidak mau mendengar, bila berbicara sulit dipahami, bila tertimpa musibah tidak bersedih, bila kelaparan tidak dirasakannya, ia tidak berbusana namun tidak dirasakannya, dan mengeluarkan caci maki namun tidak merasa takut. Dalam kesendiriannya ia hanya memikirkan Allah merasa terhibur dengan-Nya, selalu bermunajat dengan-Nya dan tidak mau bersaing dengan ahli dunia dalam urusan mereka.
Abu Tawwab An Nakhasyi mengemukakan bait-bait sya'ir berikut menyebutkan pertanda cinta kepada Allah
Jangan sekali-kali kamu terpedaya, orang yang cinta kepada Allah mempunyai tanda-tandanya sendiri, dan di sisi- Nya terdapat berbagai sarana berupa bermacam-macam hadiah untuk yang menyintai-Nya.
Antara lain merasa senang dengan kepahitan cobaan- Nya, dan merasa senang dengan segala sesuatu yang dilakukannya.
Pencegahan dari-Nya merupakan hadiah yang diterima, kefakiran merupakan penghormatan dan kebaikan yang disegerakan.
Bukti cinta lainnya ialah bila engkau lihat tekadnya selalu menuruti kemuan sang kekasih, meskipun orang lain gencar mencelanya.
Bukti cinta lainnya ialah bila terlihat selalu senyum meskipun hatinya bergetar kebingungan karena sang kekasih.
Bukti cinta lainnya ialah bila terlihat memahami kalam Tuhan yang di sisi-Nya setiap peminta akan mendapatkan dambaannya.
Bukti cinta lainnya ialah bila terlihat hidupnya sederhana serta menjaga diri dari setiap apa yang dilarang oleh-Nya.
Dalam sebuah hikayat disebutkan bahwa 'Isa as. bersua dengan seorang pemuda yang sedang mengairi kebunnya, lalu sang pemuda bertanya kepada 'Isa, "Mintakanlah kepada Rabbmu agar memberiku rezeki dari kecintaan kepada-Nya meskipun seberat zarrah." 'Isa menjawab, "Kamu tidak akan mampu meskipun hanya seberat zarrah." Sang pemuda berkata, "Bagaimana kalau separoh zarrah?" 'Isa as. berdo'a, "Ya Rabbku, berilah dia rezeki separoh zarrah karena kecintaannya kepada-Mu." Sesudah itu 'Isa berlalu, selang dalam waktu yang cukup lama 'Isa melewati tempat pemuda itu, lalu bertanya mengenai keadaannya, mereka menjawab bahwa pemuda itu telah gila dan pergi ke daerah pegunungan. Kemudian 'Isa berdo'a memohon kepada Allah agar mempertemukan dirinya dengan pemuda itu. Akhirnya 'Isa melihatnya berada di daerah pegunungan dan menjumpainya sedang berdiri di atas sebuah batu besar seraya menatapkan pandangan matanya ke arah langit. 'Isa as. mengucapkan salam kepadanya, akan tetapi salamnya tidak dijawab, dan 'Isa berkata, "Aku adalah 'Isa." Maka Allah menurunkan wahyu-Nya kepada 'Isa, "Bagaimana orang yang di dalam hatinya terdapat kecintaan kepada Allah seberat separoh zarrah mau mendengar ucapan manusia, demi Keagungan dan Kebesaran-Ku, seandainya engkau potong tubuhnya dengan gergaji, niscaya ia tidak akan merasakannya."
Barangsiapa yang mengklaim tiga perkara namun masih belum terbebas dari tiga perkara lainnya, dia adalah seorang yang terpedaya. Pertama, seorang yang mengaku bahwa dirinya merasakan manisnya berdzikir kepada Allah, sementara dia masih menyintai duniawi. Kedua, seseorang yang mengaku bahwa dirinya menyukai ikhlash dalam beramal, sementara itu dia masih ingin dihormati orang lain. Ketiga seseorang yang mengaku bahwa dirinya menyintai Khaliq, sementara dia tidak mau merendahkan diri kepada-Nya. Sehubungan dengan hal ini Rasulullah telah bersabda, "Kelak akan datang suatu masa pada umatku, mereka menyukai lima perkara dan melupakan lima perkara lainnya, yaitu mereka menyukai duniawi dan melupakan akhirat; menyukai harta benda dan melupakan hisab; menyukai makhluk dan melupakan Khaliq; menyukai dosa-dosa dan lupa bertaubat; menyukai gedung- gedung dan melupakan kuburan."
Manshur ibnu 'Ammar berkata kepada seorang pemuda yang dinasihatinya, "Wahai anak muda, janganlah engkau terpedaya oleh masa mudamu, karena berapa banyak pemuda yang menangguh- nangguhkan taubatnya dan berangan-angan panjang, tanpa mengingat kematiannya, ia mengatakan, "Aku akan bertaubat besok atau besok lusa," demikianlah seterusnya kemudian malaikat maut datang menjemputnya sedangkan ia dalam keadaan lalai dari taubatnya. Selanjurnya ia berada di dalam kuburnya, tidak bermanfaat baginya, baik harta benda, budak, anak, ayah maupun ibunya, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, (Q5. Asy-Syu'araa' [26]: 88-89).
Ya Allah, berilah kami anugerah mau bertaubat sebelum kematian datang menjemput diri, ingatkanlah kami bila lalai, dan berilah kami manfaat beroleh syafa'at dari nabi panutan kami sebaik-baik rasul Muhammad saw.
Sifat orang mu'min selalu menyegerakan bertaubat pada hari yang sama saat melakukan dosanya dan menyesali dosa-dosa yang telah dilakukannya. Ia ridha dengan bagian duniawi meskipun hanya berupa makanan pokok. Hatinya tidak disibukkan dengan urusan duniawi, melainkan sibuk dengan mengerjakan amal akhirat dan menyembah Allah dengan ikhlash.
Dalam sebuah hikayat disebutkan bahwa dahulu pernah ada seorang laki-laki kikir lagi munafik, ia bersumpah akan menceraikan istrinya bila sang istri memberi sedekah. Kemudian di depan pintu rumahnya datang seorang yang meminta-minta seraya berkata, "Wahai penghuni rumah, aku meminta hak Allah sudilah kiranya kamu memberiku sesuatu." Maka sang istri memberinya tiga potong roti kering, namun si munafik yang kikir itu mengejarnya dan bertanya, "Siapakah yang memberimu roti-roti ini?" Ia menjawab, "Penghuni rumah anu telah memberiku roti ini," dan ternyata rumah itu adalah rumah si munafik yang kikir. Lalu ia masuk ke dalam rumahnya dan berkata kepada istrinya, "Bukankah aku telah bersumpah kepadamu, janganlah kamu memberi sesuatu kepada siapa pun." Sang istri menjawab, "Aku memberinya karena Allah”
Lalu si munafik yang kikir itu pergi ke belakang dan menyalakan tungku pembakaran rotinya sampai panas, kemudian ia berkata kepada istrinya, "Sekarang bangkitlah kamu dan masukkanlah dirimu ke dalam tungku ini karena Allah." Sang istri bangkit dan mengenakan semua perhiasannya, si munafik berkata, "Jangan kamu kenakan perhiasanmu." Sang istri menjawab, "Seorang yang dimabuk cinta tentu akan merias dirinya bila akan bersua dengan kekasih yang dicintainya, dan aku akan mengunjungi kekasihku." Lalu sang istri melemparkan dirinya ke dalam tungku dan si munafik itu menutup tungkunya dari luar dan pergi. Setelah berlalu masa tiga hari si munafik datang dan membuka penutup tungkunya, maka betapa terkejutnya ia setelah melihat istrinya dalam keadaan selamat dan sehat berkat kekuasaan Allah. Maka terdengarlah suara tanpa rupa yang mengatakan, "Kamu tidak tahu bahwa api tidak dapat membakar kekasih Kami."
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Asiah istri Fir'aun menyembunyikan keimanannya dari Fir'aun, namun setelah ketahuan imannya oleh Fir'aun, maka ia diperintahkan untuk disiksa. Asiah disiksa dengan berbagai macam siksaan, Fir'aun berkata, "Murtadlah kamu." Tetapi Asiah menolak dan tetap pada imannya. Lalu Fir'aun mendatangkan pasak-pasak yang ditancapkannya kepada semua anggota tubuhnya, lalu berkata, "Murtadlah kamu." Asiah menjawab, "Sesungguhnya engkau mengetahui keadaan diriku dan hatiku berada dalam pemeliharaan Rabbku, meskipun engkau potong-potong tubuhku tiada lain diriku makin bertambah cinta kepada Rabbku." Saat itu Musa berlalu di dekatnya, maka Asiah memanggilnya dan bertanya, "Hai Musa, apakah Rabbku ridha kepadaku atau murka?" Musa as. menjawab, "Wahai Asiah, malaikat-malaikat di langit merindukanmu, dan Allah memuji sikapmu, mintalah keperluanmu kepadaku, niscaya akan dikabulkan." Tetapi Asiah mengatakan sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya:
"Y'a Rabbku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim". (Q5. At-Tahriim [66]: 11).
Diriwayatkan dari Salman ra. yang telah menceritakan bahwa Asiah istri Fir'aun disiksa dengan dijemur di bawah terik matahari, apabila mereka bubar meninggalkannya, datanglah para malaikat menaunginya dengan sayap mereka, dan Asiah dapat melihat rumahnya di dalam surga.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Fir'aun memasang empat buah pasak dalam menyiksa istrinya yang ia baringkan dalam posisi terlentang, lalu meletakkan batu penggilingan gandum di atas dadanya seraya menghadapkannya ke arah sinar matahari. Asiah mengarahkan pandangannya ke langit lalu mengatakan dalam do'anya sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya:
Ya Rabbku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga. (Q5. At-Tahriim [66]: 11).
Al Hasan menceritakan bahwa akhirnya Allah menyelamatkannya dengan keselamatan yang mulia, dan mengangkatnya ke dalam surga dengan memberinya makan dan minum. Dalam riwayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa meminta perlindungan dan pertolongan kepada Allah, serta minta diselamatkan oleh-Nya saat tertimpa musibah dan cobaan termasuk sikap orang-orang saleh dan orang-orang mu'min.
Dikutip dari Kitab Mukasyafatul Qulub – Imam Al-Ghazali
Menurut suatu riwayat disebutkan bahwa Setelah Zulaikha beriman dan Yusuf as. menikahinya, sikapnya berubah menjadi suka menyendiri, menekuni ibadah, dan mencurahkan semua waktunya hanya untuk menyembah Allah. Apabila Yusuf mengajaknya ke peraduan di siang hari ia menangguh-nangguhkannya sampai malam hari, dan apabila Yusuf mengajaknya di malam hari ia menangguh- nangguhkannya sampai siang hari Zulaikha mengatakan, "Wahai Yusuf, sesungguhnya dahulu aku menyintaimu tiada lain karena belum mengenal Allah Namun, setelah aku mengenal-Nya, ternyata hatiku tidak menyisakan tempat untuk menyintai selain Dia, dan aku tidak mau menggantikan-Nya dengan yang lain." Sehingga pada akhirnya Yusuf berkata kepadanya, "Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk menikahimu, dan memberitahukan kepadaku bahwa Dia akan mengeluarkan darimu dua orang anak yang kelak akan menjadi dua orang nabi." Zulaikha menjawab, "Adapun jika Allah telah memerintahkan demikian kepadamu, dan menjadikan diriku sebagai perantara untuk merealisasikannya, berarti mengikutimu sama dengan menaati perintah Allah." Maka sejak saat itu Zulaikha merasa tenang dan tenteram hidup bersama dengan Yusuf.
Dalam sebuah hikayat disebutkan bahwa ketika ditanyakan kepada Majnun Laila, "Siapakah namamu?" Ia menjawab, "Laila." Dan di hari yang lain ketika ditanyakan kepadanya, "Bukankah Laila telah mati?." Ia menjawab, "Sesungguhnya Laila berada di dalam hatiku, ia belum mati dan aku adalah Laila." Di suatu hari ia melalui rumah Laila, lalu melayangkan pandangannya ke langit, maka dikatakan kepadanya, "Hai Majnun, jangan kamu memandang langit tetapi pandanglah tembok rumah Laila, barangkali kamu dapat melihatnya." Ia menjawab, "Aku cukup memandang salah satu bintang yang bayangannya menaungi rumah Laila."
Dalam sebuah riwayat yang bersumberkan dari Manshur Al Hallaj rahimahullah disebutkan bahwa mereka menahannya selama delapan belas hari. Lalu datanglah Asy Syibli ra. menjenguknya dan berkata, "Hai Manshur, apakah arti cinta." Manshur menjawab, "Jangan engkau tanyakan kepadaku hari ini, tetapi tanyakanlah kepadaku besok hari." Pada keesokan harinya mereka mengeluarkan Manshur dari penjara dan hamparan kulit untuk mengeksekusinya telah mereka gelarkan, lalu Asy Syibli berlalu di hadapannya dan Manshur berseru, "Hai Syibli, cinta itu diawali dengan terbakar oleh kerinduan dan diakhiri dengan hukuman mati." Demikian itu terjadi setelah terbukti menurut pandangan Al Hallaj ra. bahwa segala sesuatu selain Allah adalah batil (tidak ada). Dan Al Manshur meyakini bahwa hanya Allah-lah yang haq, sehingga ia lupa dengan namanya sendiri setelah tergila-gila dengan nama Al Haq (Allah), oleh karena itu saat ditanya, "Siapakah kamu?" Ia menjawab, "Aku adalah Al Haq (Allah)."
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa cinta yang sejati dapat dibuktikan melalui tiga perkara, yaitu lebih memilih kalam kekasih daripada kalam yang lain. Lebih memilih sekedudukan dengan kekasih daripada dengan yang lain, dan lebih memilih keridhaan kekasih daripada keridhaan yang lain. Demikianlah menurut pendapat yang disebutkan di dalam kitab Al Muntaha. Menurut suatu pendapat disebutkan bahwa al 'isyqu atau rindu ialah tersingkapnya semua tirai dan terbukanya segala rahasia. Adapun Al Wajdu atau mabuk kepayang ialah ketidak mampuan jiwa untuk menanggung beratnya beban kerinduan saat merasakan manisnya berdzikir, sehingga andaikata saat itu salah satu anggota tubuh orang yang bersangkutan dipotong, ia tidak merasa kesakitan sama sekali.
Dalam sebuah hikayat disebutkan bahwa ketika seorang laki-laki sedang mandi di sungai Eufrat, ia mendengar seseorang membacakan firman-Nya:
Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir), "Berpisahlah kamu (dari orang-orang mu'min) pada hari ini, hai orang-orang yang berbuat jahat (Q5. Yaasiin [36]: 59).
Mendadak tubuhnya bergetar terus-menerus dan mengalami kram sehingga tenggelam di dalam sungai.
Diriwayatkan dari Muhammad ibnu Abdullah Al Baghdadi yang telah menceritakan bahwa di Bashrah ia melihat seorang pemuda berada di puncak bangunan yang sangat tinggi. Pemuda itu menghadapkan dirinya kepada orang banyak lalu berseru, "Barangsiapa yang mati karena kerinduan, hendaklah ia mati seperti ini, tiada baiknya kerinduan tanpa kematian." Kemudian pemuda itu menjatuhkan dirinya dari atas bangunan itu, sesudah itu tubuhnya diusung dalam keadaan tidak bernyawa.
Al Junaid rahimahullah telah mengatakan bahwa tashawuf adalah menghindari ujian dan cobaan.
Dalam sebuah hikayat disebutkan bahwa Dzun Nun Al Mashri rahimahullah memasuki Masjidil Haram. Di sana ia melihat seorang pemuda tidak berbaju yang sakit tergeletak di bawah tiang masjid seraya mengeluarkan suara rintihan dari dalam hatinya yang bersedih. Dzun Nun melanjutkan kisahnya, lalu aku mendekatinya seraya mengucapkan salam kepadanya dan bertanya, "Siapakah kamu, hai anak muda?." Ia menjawab, "Aku adalah seorang pengembara yang dimabuk rindu (kepada Allah)." Aku memahami apa yang dikatakannya, maka kukatakan kepadanya, "Aku juga sama seperti kamu." Lalu ia menangis dan aku pun menangis pula karena tangisannya, sehingga membuatnya bertanya, "Mengapa engkau pun menangis?" Aku menjawab, "Aku adalah seperti kamu." Lalu ia menangis dengan suara yang amat keras dan mengeluarkan suara jeritan yang bernada tinggi lagi sangat kuat, sesudah itu suasana menjadi hening karena saat itu juga nyawanya telah melayang. Kemudian tubuhnya kuselimuti dengan pakaianku dan aku pergi meninggalkannya untuk mencari kain kafan. Aku membeli kain kafan dan kembali kepadanya, namun aku tidak menjumpai jenazahnya di tempatnya, sehingga membuat diriku terheran-heran seraya mengucapkan, "Subhanallaah di manakah jenazahnya?" Kemudian aku mendengar suara tanpa rupa yang mengatakan, "Hai Dzun Nun, sesungguhnya si pengembara ini dicari-cari oleh setan di dunia ini namun setan tidak menemukannya. Malaikat Malik (penjaga neraka) mencarinya namun ia tidak dapat melihatnya, dan Malaikat Ridwan mencarinya pula di dalam surga namun tidak menemukannya." Aku bertanya, "Kalau begitu di manakah dia?" Lalu kudengar suara tanpa rupa membacakan firman-Nya:
di tempat yang disenangi di sisi (Rabb) Yang Maha Berkuasa. (Q5. Al-Qamar [54]: 55).
Disebabkan kecintaan-Nya kepada Allah, banyak melakukan ketaatan dan menyegerakan taubatnya kepada Allah. Demikianlah menurut yang disebutkan di dalam kitab Zahrur Riyadh.
Salah seorang syekh pernah ditanya tentang pertanda cinta kepada Allah, ia menjawab bahwa orang yang bersangkutan jarang bergaul, sering menyendiri, senantiasa bertafakur, pendiam, bila melihat tidak memperhatikan, bila diseru tidak mau mendengar, bila berbicara sulit dipahami, bila tertimpa musibah tidak bersedih, bila kelaparan tidak dirasakannya, ia tidak berbusana namun tidak dirasakannya, dan mengeluarkan caci maki namun tidak merasa takut. Dalam kesendiriannya ia hanya memikirkan Allah merasa terhibur dengan-Nya, selalu bermunajat dengan-Nya dan tidak mau bersaing dengan ahli dunia dalam urusan mereka.
Abu Tawwab An Nakhasyi mengemukakan bait-bait sya'ir berikut menyebutkan pertanda cinta kepada Allah
Jangan sekali-kali kamu terpedaya, orang yang cinta kepada Allah mempunyai tanda-tandanya sendiri, dan di sisi- Nya terdapat berbagai sarana berupa bermacam-macam hadiah untuk yang menyintai-Nya.
Antara lain merasa senang dengan kepahitan cobaan- Nya, dan merasa senang dengan segala sesuatu yang dilakukannya.
Pencegahan dari-Nya merupakan hadiah yang diterima, kefakiran merupakan penghormatan dan kebaikan yang disegerakan.
Bukti cinta lainnya ialah bila engkau lihat tekadnya selalu menuruti kemuan sang kekasih, meskipun orang lain gencar mencelanya.
Bukti cinta lainnya ialah bila terlihat selalu senyum meskipun hatinya bergetar kebingungan karena sang kekasih.
Bukti cinta lainnya ialah bila terlihat memahami kalam Tuhan yang di sisi-Nya setiap peminta akan mendapatkan dambaannya.
Bukti cinta lainnya ialah bila terlihat hidupnya sederhana serta menjaga diri dari setiap apa yang dilarang oleh-Nya.
Dalam sebuah hikayat disebutkan bahwa 'Isa as. bersua dengan seorang pemuda yang sedang mengairi kebunnya, lalu sang pemuda bertanya kepada 'Isa, "Mintakanlah kepada Rabbmu agar memberiku rezeki dari kecintaan kepada-Nya meskipun seberat zarrah." 'Isa menjawab, "Kamu tidak akan mampu meskipun hanya seberat zarrah." Sang pemuda berkata, "Bagaimana kalau separoh zarrah?" 'Isa as. berdo'a, "Ya Rabbku, berilah dia rezeki separoh zarrah karena kecintaannya kepada-Mu." Sesudah itu 'Isa berlalu, selang dalam waktu yang cukup lama 'Isa melewati tempat pemuda itu, lalu bertanya mengenai keadaannya, mereka menjawab bahwa pemuda itu telah gila dan pergi ke daerah pegunungan. Kemudian 'Isa berdo'a memohon kepada Allah agar mempertemukan dirinya dengan pemuda itu. Akhirnya 'Isa melihatnya berada di daerah pegunungan dan menjumpainya sedang berdiri di atas sebuah batu besar seraya menatapkan pandangan matanya ke arah langit. 'Isa as. mengucapkan salam kepadanya, akan tetapi salamnya tidak dijawab, dan 'Isa berkata, "Aku adalah 'Isa." Maka Allah menurunkan wahyu-Nya kepada 'Isa, "Bagaimana orang yang di dalam hatinya terdapat kecintaan kepada Allah seberat separoh zarrah mau mendengar ucapan manusia, demi Keagungan dan Kebesaran-Ku, seandainya engkau potong tubuhnya dengan gergaji, niscaya ia tidak akan merasakannya."
Barangsiapa yang mengklaim tiga perkara namun masih belum terbebas dari tiga perkara lainnya, dia adalah seorang yang terpedaya. Pertama, seorang yang mengaku bahwa dirinya merasakan manisnya berdzikir kepada Allah, sementara dia masih menyintai duniawi. Kedua, seseorang yang mengaku bahwa dirinya menyukai ikhlash dalam beramal, sementara itu dia masih ingin dihormati orang lain. Ketiga seseorang yang mengaku bahwa dirinya menyintai Khaliq, sementara dia tidak mau merendahkan diri kepada-Nya. Sehubungan dengan hal ini Rasulullah telah bersabda, "Kelak akan datang suatu masa pada umatku, mereka menyukai lima perkara dan melupakan lima perkara lainnya, yaitu mereka menyukai duniawi dan melupakan akhirat; menyukai harta benda dan melupakan hisab; menyukai makhluk dan melupakan Khaliq; menyukai dosa-dosa dan lupa bertaubat; menyukai gedung- gedung dan melupakan kuburan."
Manshur ibnu 'Ammar berkata kepada seorang pemuda yang dinasihatinya, "Wahai anak muda, janganlah engkau terpedaya oleh masa mudamu, karena berapa banyak pemuda yang menangguh- nangguhkan taubatnya dan berangan-angan panjang, tanpa mengingat kematiannya, ia mengatakan, "Aku akan bertaubat besok atau besok lusa," demikianlah seterusnya kemudian malaikat maut datang menjemputnya sedangkan ia dalam keadaan lalai dari taubatnya. Selanjurnya ia berada di dalam kuburnya, tidak bermanfaat baginya, baik harta benda, budak, anak, ayah maupun ibunya, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, (Q5. Asy-Syu'araa' [26]: 88-89).
Ya Allah, berilah kami anugerah mau bertaubat sebelum kematian datang menjemput diri, ingatkanlah kami bila lalai, dan berilah kami manfaat beroleh syafa'at dari nabi panutan kami sebaik-baik rasul Muhammad saw.
Sifat orang mu'min selalu menyegerakan bertaubat pada hari yang sama saat melakukan dosanya dan menyesali dosa-dosa yang telah dilakukannya. Ia ridha dengan bagian duniawi meskipun hanya berupa makanan pokok. Hatinya tidak disibukkan dengan urusan duniawi, melainkan sibuk dengan mengerjakan amal akhirat dan menyembah Allah dengan ikhlash.
Dalam sebuah hikayat disebutkan bahwa dahulu pernah ada seorang laki-laki kikir lagi munafik, ia bersumpah akan menceraikan istrinya bila sang istri memberi sedekah. Kemudian di depan pintu rumahnya datang seorang yang meminta-minta seraya berkata, "Wahai penghuni rumah, aku meminta hak Allah sudilah kiranya kamu memberiku sesuatu." Maka sang istri memberinya tiga potong roti kering, namun si munafik yang kikir itu mengejarnya dan bertanya, "Siapakah yang memberimu roti-roti ini?" Ia menjawab, "Penghuni rumah anu telah memberiku roti ini," dan ternyata rumah itu adalah rumah si munafik yang kikir. Lalu ia masuk ke dalam rumahnya dan berkata kepada istrinya, "Bukankah aku telah bersumpah kepadamu, janganlah kamu memberi sesuatu kepada siapa pun." Sang istri menjawab, "Aku memberinya karena Allah”
Lalu si munafik yang kikir itu pergi ke belakang dan menyalakan tungku pembakaran rotinya sampai panas, kemudian ia berkata kepada istrinya, "Sekarang bangkitlah kamu dan masukkanlah dirimu ke dalam tungku ini karena Allah." Sang istri bangkit dan mengenakan semua perhiasannya, si munafik berkata, "Jangan kamu kenakan perhiasanmu." Sang istri menjawab, "Seorang yang dimabuk cinta tentu akan merias dirinya bila akan bersua dengan kekasih yang dicintainya, dan aku akan mengunjungi kekasihku." Lalu sang istri melemparkan dirinya ke dalam tungku dan si munafik itu menutup tungkunya dari luar dan pergi. Setelah berlalu masa tiga hari si munafik datang dan membuka penutup tungkunya, maka betapa terkejutnya ia setelah melihat istrinya dalam keadaan selamat dan sehat berkat kekuasaan Allah. Maka terdengarlah suara tanpa rupa yang mengatakan, "Kamu tidak tahu bahwa api tidak dapat membakar kekasih Kami."
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Asiah istri Fir'aun menyembunyikan keimanannya dari Fir'aun, namun setelah ketahuan imannya oleh Fir'aun, maka ia diperintahkan untuk disiksa. Asiah disiksa dengan berbagai macam siksaan, Fir'aun berkata, "Murtadlah kamu." Tetapi Asiah menolak dan tetap pada imannya. Lalu Fir'aun mendatangkan pasak-pasak yang ditancapkannya kepada semua anggota tubuhnya, lalu berkata, "Murtadlah kamu." Asiah menjawab, "Sesungguhnya engkau mengetahui keadaan diriku dan hatiku berada dalam pemeliharaan Rabbku, meskipun engkau potong-potong tubuhku tiada lain diriku makin bertambah cinta kepada Rabbku." Saat itu Musa berlalu di dekatnya, maka Asiah memanggilnya dan bertanya, "Hai Musa, apakah Rabbku ridha kepadaku atau murka?" Musa as. menjawab, "Wahai Asiah, malaikat-malaikat di langit merindukanmu, dan Allah memuji sikapmu, mintalah keperluanmu kepadaku, niscaya akan dikabulkan." Tetapi Asiah mengatakan sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya:
"Y'a Rabbku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim". (Q5. At-Tahriim [66]: 11).
Diriwayatkan dari Salman ra. yang telah menceritakan bahwa Asiah istri Fir'aun disiksa dengan dijemur di bawah terik matahari, apabila mereka bubar meninggalkannya, datanglah para malaikat menaunginya dengan sayap mereka, dan Asiah dapat melihat rumahnya di dalam surga.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Fir'aun memasang empat buah pasak dalam menyiksa istrinya yang ia baringkan dalam posisi terlentang, lalu meletakkan batu penggilingan gandum di atas dadanya seraya menghadapkannya ke arah sinar matahari. Asiah mengarahkan pandangannya ke langit lalu mengatakan dalam do'anya sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya:
Ya Rabbku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga. (Q5. At-Tahriim [66]: 11).
Al Hasan menceritakan bahwa akhirnya Allah menyelamatkannya dengan keselamatan yang mulia, dan mengangkatnya ke dalam surga dengan memberinya makan dan minum. Dalam riwayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa meminta perlindungan dan pertolongan kepada Allah, serta minta diselamatkan oleh-Nya saat tertimpa musibah dan cobaan termasuk sikap orang-orang saleh dan orang-orang mu'min.
Dikutip dari Kitab Mukasyafatul Qulub – Imam Al-Ghazali
No comments:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Comment Anda