Syekh Abdul Qadir berkata, "Aku telah mengerjakan semua amal kebajikan. Namun tidak aku dapatkan amal yang lebih baik daripada memberi makan orang lapar. Andaikan kemewahan dunia ditawarkan padaku, niscaya aku lebih memilih untuk beramal dengan memberi makan orang-orang kelaparan." Syekh Abdul Qadir menyuruh pelayannya, Muzhaffar, untuk mengambil pinggan tempat roti dan menyuguhkannya kepada orang yang ingin mengerjakan shalat Isya'. Syekh Abui Qadir berkata, "Aku ingin sekali kembali merantau di padang-padang dan gurun-gurun, sehingga aku tidak melihat seorang pun dan tidak ada seorangpun yang melihatku. Akan tetapi, keadaanku yang sekarang ini adalah kehendak Allah yang mana telah banyak orang mengambil manfaat dariku. Lebih lima ratus orang Yahudi dan Nasrani bertaubat di hadapanku. Dan lebih dari seratus ribu orang penghasut dan pembuat kerusakan juga bertaubat di hadapanku. Ini merupakan kebaikan yang luar biasa."
Syekh Abdul Qadir, apabila istrinya melahirkan seorang bayi, maka beliau menggendongnya dan berkata, "Ini adalah mayat." Beliau menghilangkan rasa cinta pada anak dari dalam hatinya. Tatkala sang buah hati meninggal dunia, beliau tidak terpengaruh oleh kematian tersebut. Karena itulah, pada saat putranya meninggal dunia dan beliau sedang berceramah di majelis taklimnya, maka beliau hanya memerintahkan agar jenazah putranya itu diurus tanpa harus menghentikan ceramah agamanya. Setelah jenazah selesai dimandikan dan beliau selesai memberikan ceramah, jenazah didatangkan. Beliau turun dari kursinya dan menyalati jenazah tersebut. Setelah shalat rampung, beliau kembali ke tempat mengajarnya yang semula.
Umar Al-Kahmani berkata, "Majelis-majelis taklim Syekh Abdul Qadir tidak pernah sepi dari orang-orang Yahudi dan Nasrani yang memeluk Islam, juga dari para perampok dan pembunuh yang bertaubat di hadapan beliau." Al-Kahkami melanjutkan kata-katanya, "Pada suatu hari datang seorang rahib untuk memeluk agama Islam di hadapan Syekh Abdul Qadir. Kemudian rahib itu bercerita kepada orang-orang banyak. 'Pada suatu hari datang seorang laki-laki dari Yaman. Kata orang itu, Islam telah merasuk dalam jiwaku, dan aku mantap untuk tidak memeluk agama Islam kecuali di hadapan orang Yaman yang paling baik menurut pandanganku. Aku duduk merenung sampai aku tertidur. Di dalam mimpi aku melihat Al-Masih Isa ibnu Maryam alaihis salam datang dan berkata kepadaku: Wahai Sanan, pergilah engkau ke Baghdad, [masuklah Islam di hadapan Syekh Abdul Qadir. Karena dia adalah manusia paling baik di muka bumi sekarang ini.'" Menurut Al-Kahmani, "Datanglah tiga belas orang laki-laki Nasrani menghadap Syekh Abdul Qadir. Mereka memeluk Islam di hadapan beliau di majelis taklimnya. Mereka berkata, 'Kami adalah penduduk Arab beragama Nasrani. Kami ingin memeluk Islam. Namun kami bimbang kepada siapa kami harus menghadap untuk memeluk Islam. Tiba-tiba ada suara yang kami dengar kata-katanya namun tidak kami lihat wujudnya. Suara itu berkata, 'Wahai orang-orang yang beruntung, pergilah ke Baghdad. Masuklah agama Islam di hadapan ('ala yadaihi) Syekh Abdul Qadir. Disebabkan oleh barokahnya maka kalian akan memperoleh keimanan darinya. Karena saat ini tidak ada seorang pun yang memiliki keimanan seperti keimanannya.""
Abul Faraj Al-Hamami berkata, "Aku banyak mendengar kata-kata dari Syekh Abdul Qadir radhiyalldhu anhu yang tidak aku sukai dan selalu aku bantah. Karena itulah aku ingin berjumpa dengan beliau. Pada suatu hari ada kesempatan untuk melaksakan niatanku itu. Ketika aku berjalan melintasi madrasah Syekh Abdul Qadir, muadzin mengumandangkan iqamah shalat. Dalam benakku terbersit untuk melaksanakan shalat terlebih dahulu. Dalam hati aku berkata, 'Aku akan mengerjakan shalat Ashar lebih dahulu, lalu akan menemui Syekh Abdul Qadir/ Namun ingatanku hilang, aku lupa tidak punya wudhu', dan kami mengerjakan shalat Ashar berjemaah. Setelah selesai mengerjakan shalat Ashar, Syekh Abdul Qadir berpaling kepadaku dan berkata, 'Persoalan apa pun, jika engkau datang padaku untuk tujuanmu itu, maka aku akan penuhi semua keinginanmu. Akan tetapi, dirimu telah lebih dulu diliputi oleh sifat lupa. Engkau telah mengerjakan shalat tanpa wudhu'. Engkau lupa itu.'" Abul Faraj lalu berkata, "Aku betul-betul kagum kepada beliau; sebuah kekaguman yang mampu menghilangkan pikiran dan akalku. Beliau tahu benar keadaanku dan kebingunganku yang paling rahasia sekalipun. Sejak saat itulah aku terus bersama beliau, penuh rasa cinta yang mendalam, dan aku mengakui barokah yang dimilikinya."
Syekh Abdul Qadir, apabila istrinya melahirkan seorang bayi, maka beliau menggendongnya dan berkata, "Ini adalah mayat." Beliau menghilangkan rasa cinta pada anak dari dalam hatinya. Tatkala sang buah hati meninggal dunia, beliau tidak terpengaruh oleh kematian tersebut. Karena itulah, pada saat putranya meninggal dunia dan beliau sedang berceramah di majelis taklimnya, maka beliau hanya memerintahkan agar jenazah putranya itu diurus tanpa harus menghentikan ceramah agamanya. Setelah jenazah selesai dimandikan dan beliau selesai memberikan ceramah, jenazah didatangkan. Beliau turun dari kursinya dan menyalati jenazah tersebut. Setelah shalat rampung, beliau kembali ke tempat mengajarnya yang semula.
Umar Al-Kahmani berkata, "Majelis-majelis taklim Syekh Abdul Qadir tidak pernah sepi dari orang-orang Yahudi dan Nasrani yang memeluk Islam, juga dari para perampok dan pembunuh yang bertaubat di hadapan beliau." Al-Kahkami melanjutkan kata-katanya, "Pada suatu hari datang seorang rahib untuk memeluk agama Islam di hadapan Syekh Abdul Qadir. Kemudian rahib itu bercerita kepada orang-orang banyak. 'Pada suatu hari datang seorang laki-laki dari Yaman. Kata orang itu, Islam telah merasuk dalam jiwaku, dan aku mantap untuk tidak memeluk agama Islam kecuali di hadapan orang Yaman yang paling baik menurut pandanganku. Aku duduk merenung sampai aku tertidur. Di dalam mimpi aku melihat Al-Masih Isa ibnu Maryam alaihis salam datang dan berkata kepadaku: Wahai Sanan, pergilah engkau ke Baghdad, [masuklah Islam di hadapan Syekh Abdul Qadir. Karena dia adalah manusia paling baik di muka bumi sekarang ini.'" Menurut Al-Kahmani, "Datanglah tiga belas orang laki-laki Nasrani menghadap Syekh Abdul Qadir. Mereka memeluk Islam di hadapan beliau di majelis taklimnya. Mereka berkata, 'Kami adalah penduduk Arab beragama Nasrani. Kami ingin memeluk Islam. Namun kami bimbang kepada siapa kami harus menghadap untuk memeluk Islam. Tiba-tiba ada suara yang kami dengar kata-katanya namun tidak kami lihat wujudnya. Suara itu berkata, 'Wahai orang-orang yang beruntung, pergilah ke Baghdad. Masuklah agama Islam di hadapan ('ala yadaihi) Syekh Abdul Qadir. Disebabkan oleh barokahnya maka kalian akan memperoleh keimanan darinya. Karena saat ini tidak ada seorang pun yang memiliki keimanan seperti keimanannya.""
Abul Faraj Al-Hamami berkata, "Aku banyak mendengar kata-kata dari Syekh Abdul Qadir radhiyalldhu anhu yang tidak aku sukai dan selalu aku bantah. Karena itulah aku ingin berjumpa dengan beliau. Pada suatu hari ada kesempatan untuk melaksakan niatanku itu. Ketika aku berjalan melintasi madrasah Syekh Abdul Qadir, muadzin mengumandangkan iqamah shalat. Dalam benakku terbersit untuk melaksanakan shalat terlebih dahulu. Dalam hati aku berkata, 'Aku akan mengerjakan shalat Ashar lebih dahulu, lalu akan menemui Syekh Abdul Qadir/ Namun ingatanku hilang, aku lupa tidak punya wudhu', dan kami mengerjakan shalat Ashar berjemaah. Setelah selesai mengerjakan shalat Ashar, Syekh Abdul Qadir berpaling kepadaku dan berkata, 'Persoalan apa pun, jika engkau datang padaku untuk tujuanmu itu, maka aku akan penuhi semua keinginanmu. Akan tetapi, dirimu telah lebih dulu diliputi oleh sifat lupa. Engkau telah mengerjakan shalat tanpa wudhu'. Engkau lupa itu.'" Abul Faraj lalu berkata, "Aku betul-betul kagum kepada beliau; sebuah kekaguman yang mampu menghilangkan pikiran dan akalku. Beliau tahu benar keadaanku dan kebingunganku yang paling rahasia sekalipun. Sejak saat itulah aku terus bersama beliau, penuh rasa cinta yang mendalam, dan aku mengakui barokah yang dimilikinya."