Tatkala
Rasulullah SAW sibuk membagi rampasan perang (ghanimah) Hunain, seorang Anshar
datang dengan membawa seutas tali. Seraya menunjukkan tali yang diambil dari
tumpukan ghanimah, dia berkata, "Ya Rasulullah, saya mengambil ini untuk
pengikat unta yang lepas." Nabi menjawab, "Bila itu dari bagianku,
maka kurelakan." Si Anshar kontan bergumam, "Kalau sampai begitu,
maka aku tidak butuh." Tali itu pun dikembalikannya.
Jadi, meski seutas tali, bila belum menjadi
hak pribadi, haram diambil. Statusnya, harta gelap atau korupsi (ghu- lul).
Selain untuk pasukan, 20 persen ghanimah untuk agama Allah, Rasul dan
kerabatnya, anak yatim, orang miskin, dan ibnu sabil (QS 8:41). Jelaslah,
ghanimah juga jatah kaum dhuafa.
Ghanimah mirip zakat. Yaitu, harta untuk
rakyat (umum). Alokasinya sudah ditetapkan. Tugas penguasa tinggal membagi,
menentukan subsidi, dan jatah per orang. Jika jumlahnya terbatas, padahal
banyak yang miskin, akan dicari yang paling mendesak dibantu.
Hasil tambang migas, emas, lautan, kehutanan,
mata air di pegunungan, dan lain-lain juga berstatus serupa. Semuanya harta
milik umum untuk kepentingan rakyat. Penguasa haram memprioritaskan dirinya.
Jatahnya sama dengan rakyat jelata.
Ingatkah kisah protes Salman Al Farisi
terhadap Khalifah Umar bin Khathab dalam membagi pakaian? Usai Abdullah bin
Umar menjelaskan terbukti jatah kepala negara sama dengan warga biasa. Jadi,
bukan untuk keperluan pribadi, seperti makan siang atau rekreasi pejabat dan
pegawai negeri, termasuk biaya berobat bagi orang-orang kaya. Apalagi, kini
masih banyak fakir miskin dan tidak bisa membiayai sekolah dan mengaji, padahal
belajar itu fardhu 'ain. Selain kaum dhuafa, juga untuk program vital dan
mendesak, misalnya pertahanan saat negara asing mengintervensi.
Harta gelap adalah perkara berat dan berdampak
besar, baik di dunia maupun akhirat. Di dunia, ekonomi negara bangkrut dan
pemulihannya selalu gagal. Adapun di akhirat, pelaku akan memikul semua ghulul
di pundaknya. Kala dia berteriak, "Ya Rasulullah, tolonglah aku",
Rasul malah menjawab, "Aku tidak bisa menolong sedikit pun," (HR
Muslim). Artinya, meski tidak selamanya, pelakunya bakal disiksa di neraka,
kecuali bila bertobat dan ghulul tadi dikembalikan.
No comments:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Comment Anda