Allah menurunkan wahyu-Nya kepada
Musa as., "Hai Musa, kalau engkau ingin agar Aku lebih dekat denganmu
daripada pembicaraanmu dengan lisanmu, bisikanmu dengan hatimu, ruh dengan
jasadmu, cahaya penglihatanmu dengan kedua matamu, dan pendengaranmu dengan
telingamu, maka perbanyaklah memohon shalawat untuk Muhammad saw
Allah swt telah berfirman:
dan hendaklah setiap diri memperhatikan
apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat), (Q5. Al Hasyr [59]: 18).
Yakni memperhatikan amalan yang baik
untuk bekal di hari akhiratnya nanti.
Ketahuilah wahai manusia,
sesungguhnya hawa nafsu dalam dirimu yang selalu cenderung kepada keburukan dan
kejahatan adalah musuhmu yang jauh lebih berbahaya daripada iblis. Dan tidak
sekali-kali setan dapat menguasai dirimu tiada lain hanyalah karena ada bantuan
dari hawa nafsu dan syahwatnya yang terpendam di dalam dirimu. Oleh karena itu,
jangan sekali-kali kamu terpedaya oleh hawa nafsumu yang selalu membujukmu
dengan angan-angan dan bujukannya yang memperdaya. Karena sesungguhnya termasuk
watak yang disukai oleh hawa nafsu itu antara lain merasa aman (dari azab
Allah), lalai, senang kepada waktu santai, kesenjangan dan kemalasan. Semua
ajakannya tidak benar dan segala sesuatu yang timbul darinya adalah tipuan
belaka. Jika engkau menyetujui ajakannya dan mengikuti perintahnya, niscaya
engkau akan binasa. Jika engkau lengah dari memperhitungkannya, niscaya engkau
akan tenggelam, dan jika engkau bersikap lemah tidak mampu menentangnya,
melainkan mengikuti kemauannya, niscaya hawa nafsu akan menjerumuskanmu ke
dalam neraka. Hawa nafsu sama sekali tidak punya arahan kepada kebaikan, bahkan
hawa nafsu adalah biang petaka dan sumber keburukan yang membawa aib. Hawa
nafsu adalah perbendaharaan iblis dan sarang segala keburukan, tiada yang
mengenalnya, kecuali hanya penciptanya. Bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui kebaikan dan keburukan yang kamu kerjakan.
Apabila seorang hamba merenungkan
masa lalu dari usia yang digunakannya untuk mencari pahala akhirat, maka
renungan yang dilakukannya itu akan membersihkan hatinya, sebagaimana yang
disebutkan oleh Nabi saw dalam sabdanya yang mengatakan bahwa bertafakur sesaat
lebih baik daripada ibadah setahun. Demikianlah yang disebutkan di dalam kitab
tafsir Abul Laits.
Oleh karena itu, dianjurkan bagi
orang yang berakal untuk bertaubat dari dosa-dosanya yang telah lalu, berpikir
untuk melakukan hal-hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah agar selamat
di hari akhirat nanti, membatasi angan-angannya, menyegerakan bertaubat,
berdzikir kepada Allah, meninggalkan hal-hal yang dilarang, mengekang hawa
nafsu, dan tidak mengikuti kemauannya, karena hawa nafsu itu tak ubahnya
bagaikan berhala; barangsiapa yang menyembah hawa nafsunya sama dengan
menyembah berhala, dan barangsiapa yang menyembah Allah dengan tulus, maka dia
adalah orang yang mampu mengalahkan hawa nafsunya.
Diriwayatkan bahwa di suatu hari Malik
ibnu Dinar berjalan di pasar kota Bashrah. Ia melihat buah tin yang
diinginkannya. Lalu ia menanggalkan sandalnya dan menukarkannya kepada penjual
buah seraya berkata, "Berilah aku buah tin dan sandal ini sebagai
penukarnya." Penjual buah itu melihat sandalnya lalu berkata, "Tetapi
sandal ini tidak ada nilainya sama sekali, "maka Malik pun berlalu. Ketika
ditanyakan kepada penjual buah, "Tahukah kamu, siapakah tadi yang
berbicara denganmu?" Ia menjawab, "Tidak." Ketika dikatakan
kepadanya bahwa orang itu adalah Malik ibnu Dinar, maka si penjual buah
mengambil sebaki buah tin dan menaruhnya di atas kepala budaknya seraya
berkata, "Jika dia mau menerimanya darimu, maka kamu menjadi orang yang
merdeka." Maka budak itu bergegas lari mengejar Malik ibnu Dinar, lalu
berkata kepadanya, "Terimalah buah tin ini dariku, "namun Malik
menolak. Budak itu berkata lagi, "Terimalah buah ini, karena jika kamu mau
menerimanya berarti aku akan merdeka." Malik ibnu Dinar berkata kepadanya,
"Jika padanya terdapat penyebab yang akan kemerdekaanmu berarti padanya
terdapat penyebab yang bakal menyiksaku." Budak itu tetap mendesak agar
Malik mau menerimanya, akhirnya Malik ibnu Dinar berkata dengan nada yang
tegas, "Aku bersumpah tidak mau menukar agama dengan buah tin dan tidak
mau makan buah tin sampai hari pembalasan nanti."
Dalam sebuah hikayat disebutkan
bahwa Malik ibnu Dinar ketika sedang sakit yang membawa kepada kematiannya
menginginkan semangkok madu yang dicampur dengan susu untuk ia jadikan bubur
dengan roti kering yang hangat. Pelayannya pergi mencari apa yang diinginkannya
lalu menyajikannya, dan Malik ibnu Dinar menerimanya. Namun, Malik ibnu Dinar
hanya memandangi mangkok itu selama sesaat lalu berkata, "Hai hawa
nafsuku, sesungguhnya engkau telah bersabar selama tiga puluh tahun, dan kini
usiamu hanya tinggal sesaat, "lalu ia singkirkan mangkok itu dari
tangannya dan mengekang nafsu makannya, sampai meninggal dunia ia belum sempat
memakannya. Demikianlah keadaan para nabi, para wali, orang-orang yang shiddiq,
orang-orang yang merindukan Allah dan para ahli zuhud.
Sulaiman ibnu Daud as. telah
mengatakan bahwa orang yang mampu mengalahkan hawa nafsunya lebih kuat daripada
orang yang menaklukkan sebuah kota sendirian.
Ali ibnu Abu Thalib karramallahu
wajhahu mengatakan, "Perumpamaan diriku dan hawa nafsuku tiada lain
bagaikan seorang penggembala ternak kambing. Setiap kali ia giring ternaknya ke
satu arah, ternak kambingnya lari bertebaran ke arah yang lain. Barangsiapa
yang mampu meredam kemauan hawa nafsunya, kelak akan mendapat kasih sayang dan
beroleh kemuliaan; dan barangsiapa yang mematikan kehidupan, hatinya kelak akan
mendapat laknat dan beroleh siksaan."
Yahya ibnu Mu'adz Ar Raziy
rahimahullah mengatakan, "Lawanlah hawa nafsumu dengan taat kepada Allah
dan melakukan kegiatan riyadhah, yaitu dengan sedikit tidur, tidak banyak
bicara, tidak menghiraukan gangguan orang lain, dan tidak banyak makan. Kurang
tidur akan menjernihkan kemauan, sedikit bicara akan menghindarkan diri dari
berbagai bencana, tidak menghiraukan gangguan orang lain akan menghantarkan
diri untuk dapat mencapai tujuan, dan sedikit makan akan mematikan hawa nafsu,
karena sesungguhnya banyak makan akan mengeraskan hati dan menghapuskan
cahayanya. Rasa lapar akan membawa pelakunya kepada cahaya hikmah, sedangkan
kekenyangan akan menjauhkan pelakunya dari Allah.
Sehubungan dengan hal, ini
Rasulullah pernah bersabda, "Terangilah hatimu dengan rasa lapar,
perangilah hawa nafsumu dengan rasa lapar dan dahaga, dan gencarlah dalam
mengetuk pintu surga dengan melaparkan diri, karena sesungguhnya pahala
melakukan semuanya itu sama dengan orang yang berjihad dijalan Allah. Dan
sesungguhnya tiada suatu amalan pun yang lebih disukai oleh Allah selain
daripada menahan rasa lapar dan haus, orang yang memenuhi perutnya tidak dapat
memasuki kerajaan langit dan akan kehilangan manisnya ibadah."
Abu Bakar Ash Shiddiq ra. telah
mengatakan, "Sejak masuk Islam aku tidak pernah merasa kekenyangan demi
merasakan manisnya menyembah Rabbku, dan tidak pula pernah merasa segar
semenjak masuk Islam karena rindu bersua dengan-Nya." Karena sesungguhnya
banyak makan akan meminimalisir ibadah, sebab jika seseorang banyak makan,
tubuhnya akan terasa berat, matanya mengantuk, dan semua anggota tubuhnya
lemas, sehingga tiada sesuatu pun yang berarti dapat dilakukannya meskipun ia
berusaha dengan sekuat tenaga selain hanya tidur, sehingga tubuhnya mirip
dengan bangkai yang tercampakkan. Demikianlah menurut kitab Minhajul Abidin.
Disebutkan dari Luqmanul Hakim,
bahwa ia pernah berkata kepada putranya, "Janganlah kamu banyak makan dan
tidur, karena sesungguhnya barangsiapa yang memperbanyak keduanya, kelak di
hari kiamat akan menjadi orang yang miskin amal saleh." Demikianlah yang
disebutkan di dalam kitab Munyatul Fata.
Nabi S telah bersabda,
"Janganlah matikan hatimu dengan banyak makan dan minum, karena
sesungguhnya hati itu sama dengan tanaman, bila kebanyakan air akan mati."
Hal tersebut diserupakan oleh sebagian orang yang saleh melalui gambaran
berikut, bahwa perut itu tak ubahnya bagaikan panci yang mendidih di bawah hati
sedangkan asapnya sampai kepada hati. Apabila kebanyakan asap, maka akan
mengeruhkan hati dan membuatnya menjadi hitam. Banyak makan akan mewariskan
pemahaman yang tumpul dan ilmu yang dapat diserapnya pun minim, sehingga dapat
disimpulkan bahwa kekenyangan dapat menghilangkan kecerdasan.
Dalam sebuah hikayat yang
bersumberkan dari Yahya ibnu Zakaria as. disebutkan bahwa iblis menampakkan
diri kepadanya dengan membawa banyak kail, maka Yahya bertanya kepadanya,
"Apa yang kamu bawa ini?" Iblis menjawab, "Ini adalah beragam
nafsu syahwat yang kugunakan untuk mengail manusia." Yahya bertanya,
"Apakah engkau mendapatkan padanya sesuatu bagian untukku?" Iblis
menjawab, "Tidak, kecuali hanya di suatu malam kamu kekenyangan, sehingga
aku berhasil membuatmu malas mengerjakan shalatmu." Yahya as. berkata,
"Tidak mengapa, maka sejak saat ini aku tidak akan membiarkan diriku
kekenyangan selamanya." Iblis berkata, "Tidak mengapa, sejak saat ini
aku tidak akan memberikan nasihat kepada seorang pun untuk selamanya." Hal
ini terjadi pada seseorang yang tidak pernah kekenyangan selama hidupnya,
kecuali hanya dalam satu malam. Maka terlebih lagi dengan orang yang tidak
pernah merasa lapar barang semalam pun seumur hidupnya, kemudian berambisi
untuk mengerjakan ibadah.
Dalam sebuah riwayat yang juga
bersumberkan dari Yahya ibnu Zakaria as. disebutkan, bahwa di suatu kali ia
pernah kekenyangan karena makan roti gandum sehingga membuatnya tertidur pada
malam itu dan meninggalkan wiridnya. Maka Allah ^ mewahyukan kepadanya,
"Hai Yahya, apakah engkau menemukan rumah yang lebih baik bagimu daripada
rumah-Ku,
atau menemukan perlindungan yang
lebih baik bagimu daripada perlindungan-Ku. Demi Keagungan dan Kemuliaan-Ku,
seandainya engkau melihat surga Firdaus dan melihat pula neraka Jahannam
tentulah engkau akan menangis mengeluarkan nanah, bukannya air mata, dan
tentulah engkau akan lebih suka memakai baju besi ketimbang kain woolmu."
Dikutip dari Kitab Mukasyafatul
Qulub – Imam Al-Ghazali
No comments:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Comment Anda