Tidaklah kamu terhalang dari karunia Allah Swt. dan pancaran nikmat-Nya, kecuali karena kamu bergantung kepada makhluk, sarana-sarana dunia, keterampilan, dan kerja mencari nafkah. Makhluk adalah penghalangmu dari makan sesuai sunnah; dan ia adalah sesuatu yang mukassab (diusahakan). Selama kamu berdiri bersama para makhluk, mengharapkan pemberian dan karunia mereka, meminta kepada mereka, dan bolak-balik menghampiri pintu mereka, maka kamu telah menyekutukan Allah Swt. dengan makhluk-Nya. Dia akan menghukummu dengan mengharamkanmu untuk makan sesuai sunnah yang merupakan hasil usaha dari kehalalan di dunia.
Lalu, jika kamu bertaubat dari sikap berdirimu bersama makhluk dan menyekutukan Tuhanmu dengan mereka, kemudian kamu kembali bekerja, sehingga kamu makan dengan hasil usaha, bergantung dengan pekerjaanmu, merasa tenang dengannya, dan melupakan karunia Allah Swt., maka kamu juga dianggap menyekutukan Allah Swt. Hanya saja, ini dianggap syirik khafty (tersembunyi); lebih ringan dari yang pertama. Akhirnya, Dia pun menghukummu dan menghalangimu dari karunia-Nya dan pancaran-Nya.
Sedangkan, apabila kamu bertaubat dari hal itu, lalu kamu menghilangkan kesyirikan, melenyapkan sikap pasrahmu kepada mata pencaharian, kekuasaan, dan kekuatanmu, kemudian kamu melihat Allah Swt. sebagai Dzat Pemberi Rezeki, yang menyebabkan dan memudahkan, yang menguatkan untuk usaha, dan yang memberikan taufiq dalam segala kebaikan, maka terbentuklah pola pikirmu bahwa rezeki itu ada di tangan-Nya. Terkadang, Dia menyampaikan kepadamu melalui makhluk dengan cara meminta kepada mereka ketika diuji, atau berusaha, atau kamu meminta kepada-Nya. Terkadang pula, dengan jalan usaha sebagai bentuk kompensasi, dan jalan karunia-Nya sebagai bentuk nikmat tanpa ada perantara dan sebabnya.
Kemudian, kamu sudah kembali kepada Allah Swt. dan memohon di hadapan-Nya, maka Dia akan mengangkat penghalang antara dirimu dengan karunia-Nya, menampakkanmu dan memberikan karunia-Nya kepadamu dalam setiap kebutuhan sesuai dengan keadaanmu; seperti tindakan yang dilakukan oleh dokter yang penyayang, sebagai bentuk penjagaan-Nya atasmu dan memeliharamu dari kecenderungan berpaling kepada selain-Nya. Dia meridhaimu dengan karunia-Nya.
Dengan demikian, terputus sudah dari hatimu segala keinginan, syahwat, kenikmatan, pencarian, dan hasrat, sehingga tidak tersisa selain kehendak-Nya. Jika Dia ingin memberikan bagianmu yang harus diambil, dan itu bukanlah rezeki seorang pun dari makhluk- Nya selainmu, maka Dia akan memberikannya kepadamu, menciptakan pada dirimu syahwat untuk mendapatkan bagian ini dan menuntunnya untuk sampai kepadamu. Sehingga, bagian itu sampai kepadamu ketika kamu sedang membutuhkannya.
Kemudian, Dia memberikan taufiq-Nya kepadamu dan mengenalkanmu bahwa itu berasal dari-Nya. Dial-ah yang menuntun dan memberikannya kepadamu, agar kamu bersyukur kepada-Nya. Lalu, kamu mengenal-Nya dan mengetahui-Nya, sehingga kamu semakin meninggalkan makhluk dan menjauh dari mereka, serta mengosongkan batinmu dari selain-Nya.
Setelah itu, jika amalan dan keyakinanmu sudah kuat, dadamu sudah lapang, hatimu sudah bercahaya, kedekatanmu dari Penguasamu dan posisimu di sisi-Nya sudah bertambah, dan Dia sudah memainkanmu untuk menjaga rahasia-rahasia-Nya, maka kamu akan mengetahui kapan bagianmu akan menghampirimu sebagai kemuliaan bagimu dan penghormatan terhadap keagungan- mu, sebagai karunia, nikmat, dan hidayah dari-Nya.
Allah Swt berfirman:
"Dan, sesungguhnya Kami telah berikan kepada Musa Alkitab (Taurat). Maka, janganlah kamu (Muhammad) ragu menerima (al-Qur'an itu) dan Kami jadikan Alkitab (Taurat) itu petunjuk bagi Bani Israil. Dan, Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan, adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami." {QS. as-Sajdah [32]: 23-24).
Dalam ayat lain disebutkan:
"Dan, orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan, sesungguhnya, Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. al-'Ankabuut [29]: 69).
"...Dan, bertakwalah kepada Allah" (QS. al-Baqarah [2]:282).
Kemudian, Allah Swt. akan memberikan kuasa takwin (pembentukan) kepadamu, sehingga kamu mendapatkan izin yang jelas serta tidak ada keraguan sedikit pun, juga dengan dalil-dalil nyata bagaikan matahari yang bersinar di siang hari. Kamu juga mendapatkan perkataan-Nya yang merdu, lebih enak dari segala kenikmatan. Kamu juga mendapatkan ilham yang benar tanpa keraguan, bersih dari segala bisikan-bisikan nafsu dan waswas setan terlaknat. Allah Swt berfirman dalam sebuah hadits Qudsi:
"Wahai anak Adam, Aku adalah Allah yang tidak Tuhan melainkan diri-Ku. Aku mengatakan kepada sesuatu, 'Terjadilah,' maka terjadilah. Taatilah diri-Ku, maka Aku akan menjadikanmu orang yang apabila mengatakan kepada sesuatu, “Terjadilah,' maka terjadilah."
Terbukti, Allah Swt. banyak melakukan hal itu kepada para nabi, wali, dan orang-orang khusus (khawash) dari kalangan anak turun Nabi Adam As.
Dikutip dari : Kitab Nasihat dan Wirid Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
No comments:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Comment Anda