SAHABAT saya, Prof. Dr. Lemahamba, M.A, M.Sc, Ph.D, menasihati saya agar dalam musim dollar rushalias demam balapan membeli dolar seperti sekarang ini saya tidak ketinggalan zaman. “Belilah dolar sebanyak mungkin. Atau kalau mau lebih sip, belilah Yen. Simpan rupiah berabe. Nilainya merosot terus.”
Saya manggut-manggut mendengarkan dengan penuh perhatian penjelasan nasihatnya yang panjang lebar. Penjelasannya ilmiah, tetapi tidak ruwet, to the point, tetapi kalimatnya canggih-canggih banget. Yang penting jelas dan saya mudeng. Maklum kadang-kadang para ilmuwan itu, karena pendidikan dan bacaannya yang serba luar negeri, sangat rumit bahasanya. Tinggi, indah dan tidak memudengkan. Tidak demikian dengan sahabatku yang satu ini. Panjang, lebar, canggih, rumit, teoritis dan praktis, penuh dengan hitungan di kalkulatornya yang digerakkan dengan tenaga matahari tetapi kok ces-ces-ces pleng, jelas begitu, lho ! Maklum titelnya saja apes-nya satu, dua, tiga, empat, lima lho ! Doktor dalam bidang matematika, M.A. di bidang ekonomi dan M.Sc. di bidang arsitektur pertamanan. Orangnya sibuk sekali. Jadi konsultan sana dan konsultan sini. Blebar-bleberYogya-Jakarta-Singapura-Tokyo-Ngawi enak saja nyengklak plin Garuda, SIA, JAL kayak si Beni Prakosa nyengklak rak piring teriak-teriak Solo-Plambanan, lho !
Orangnya sosial dan idealis, patriotik lagi. Buktinya nasihatnya itu demi kuatnya ekonomi kita, dan untuk nasihat itu, dia hanya nanti saja minta komisi sedikit dari bank atau money changer kalau saya mentransfer rupiah saya ke dalam dolar. Mau minta komisi dari saya rikuh.Wong sahabat, je! Lagi pula dia sukses di bidang jual beli tanah. Di samping kesibukan mengajar dan jadi konsultan itu beliau ternyata juga pedagang tanah. Lemah dalam bahasa Jawa, maksud saya …
“Sudahlah. Lekas beli sana. Dolar atau Yen. Nanti kalau beli langsung dimasukkan lagi dengan rollover …”
Dan dia pun dengan jelasnya lagi menerangkan apa itu sistem simpan rollover di bank. Saya pun merasa sangat berterima kasih dan bersyukur punya sahabat yang begitu baik dan hebat.
Di rumah saya segera mengadakan rapat kabinet darurat. Maklum ini mesti di-tackle cepat demi keamanan posisi keuangan rumah tangga saya. Karena rapat ini rapat ekuin, sidang kabinet juga sidang kabinet terbatas. Anggota kitchen cabinet di bidang gerakan wanita (Mrs. Nansiyem) dan di bidang pemuda dan olah raga (Beni Prakosa) tidak perlu ikut. Jadilah rapat itu rapat kabinet yang terbatas betul. Wongcuma saya dan Mr. Rigen yang di kitchen cabinet kira-kira seperti menko di bidang ekuin dan polkam. Inilah susahnya rumah tangga duda-jejaka darurat, kabinet saja kecilnya bukan main.
“Jadi, Bapak mau mendolarkan semua rupiyah Bapak ? Banyak, Pak, yang mau didolarkan ?”
“Huss, ya tidak. Sing perlu didolarkan. Wong rupiyah memelas kayak gini ajinya.”
“Lha, memelas, memelas, kan uang kita sendiri to, Pak. Terus nanti kalau didolarkan semua, kalau belanja di Pasar Demangan, bagaimana ?”
“Ya, tidak didolarkan semua, bento ! Disisakan sedikit buat keprluan sehari-hari.”
“We, lha, Pak. Rupiyah untuk keperluan sehari-hari itu juga memang sudah pas sampai akhir bulan. Mangka bapak gajian baru paling cepat tanggal tiga. Kan pakultas sastra kalau gajian …..”
“Wis, wis, tidak usah ngece fakultasku. Kalau tidak ada fakultas ini mau jadi apa negeri ini …”
Pagi itu saya pergi ke bank. Saya mau menguangkan cek dolar Hongkong saya ke cash dolar Amerika atau Yen terus saya rollover ke bank itu. Jumlah dolar Hongkong saya itu tidak banyak. Itu pun gresek-gresek nemu cek dari penerbit kumpulan cerpen saya yang diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh Heinemann di Hongkong. Jumlahnya $ 200,- Hongkong. Sedikit memang. Pokoknya mulai hari itu aku memang mau serius simpan dolar. Lama-lama kan kuat juga ekonomiku. Mosok jadi dosen kok kere terus. Untung ada Prof. Lemahamba, lho !
Tapi ciloko ! Cek itu cek Shanghai Bank. Karena saya tidak punya simpanan di bank itu, saya mesti mentransfer cek itu ke bank accountkantor saya. Itu pun mesti dikirim teleks ke Hongkong dulu. Sesudah dipotong ongkos teleks, administrasi dan komisi kira-kira kalau mau ditarik (sesudah ada surat keterangan dengan cap universitas) untuk dimasukkan ke program rollover, baru kira-kira satu dua bulan lagi bisa dilaksanakan. Dan jumlahnya itu, juga tinggal sedikit sekali, kata nona bank yang melirik kayak Meriam Belina. “Habis, dolar Hongkong memang rendah betul kursnya, Pak !” sekali lagi lirikan Meriam Belina. Bersama itu angleslah hatiku. Dengan gontai saya pelan-pelan keluar bank. Cek dak remas-remas di tangan. Saya ingat di kamus Inggris-Jowo Mr. Rigen tempo hari arti rollover adalah “ngglundung”. Wah, memang ngglundung aku sekarang. Dan di luar aku papasan dengan Prof. Lemahamba.
“So, my friend, dollar or yen ? Dollar or yen ?”
Aku terkesima. Coro Inggris, lho, Mas Profesor.
“Yen saja, lebih sip. Yen, yen, yen …. “
Oh, Allah, Mas Profesor, ratapku dalam hati. Yen, yen, yen.
Yen ing tawang ono lintang …….
hehehehe...asik pak :-)
ReplyDelete