Sikap berlebih-lebihan kami tampaknya sudah betul-betul kelewatan. Di hari-hari sepanjang Ramadhan dan bahkan di hari raya pun, sikap ini bahkan kadang menjadi-jadi. Kami menjadi manusia yang lupa bahwa menyambut hari raya adalah segalanya, tapi penyambutan yang "segalanya" ini lebih bersifat dunia, bukan hati. Akhirnya, yang muncul adalah kemewahan dan berlomba-lomba tampil menjadi yang terbagus. Kami lupa bahwa tidak semua orang bisa berhari raya. Kami juga lupa bahwa tidak semua orang bisa berbuka puasa dengan layak.
Ya Allah, di tengah kemegahan kepunyaan-Mu, Engkau tidak sombong, di tengah ketinggian kekuasaan-Mu Engkau tidak lupa terhadap hamba-hamba-Mu, dan di tengah kebesar- an-Mu, justru Engkau menjadi Tuhan yang mengasihi dan menyayangi hamba-hamba-Mu. Ah, sungguh manusia macam mana kami ini, kepunyaan kami teramat sedikit tapi sudah berjalan dengan kesombongan. Kekuasaan dan kekuatan kami pun, apalah artinya, dibandingkan dengan kekuasan dan kekuatan-Mu, tapi kami sudah begitu aniaya. Maafkan kami ya Allah.
Ya Allah, di tengah kemegahan kepunyaan-Mu, Engkau tidak sombong, di tengah ketinggian kekuasaan-Mu Engkau tidak lupa terhadap hamba-hamba-Mu, dan di tengah kebesar- an-Mu, justru Engkau menjadi Tuhan yang mengasihi dan menyayangi hamba-hamba-Mu. Ah, sungguh manusia macam mana kami ini, kepunyaan kami teramat sedikit tapi sudah berjalan dengan kesombongan. Kekuasaan dan kekuatan kami pun, apalah artinya, dibandingkan dengan kekuasan dan kekuatan-Mu, tapi kami sudah begitu aniaya. Maafkan kami ya Allah.
No comments:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Comment Anda