Ketika aku pulang dua minggu sekali ke rumah dari tempat usahaku, Kyai Askan datang ke rumah.
“Ada apa Kang?” tanyaku.
“Lha sampean ini bagaimana, masak waktu aku menjadi imam sampean tidak ikut menjadi makmumku.” katanya dengan nada marah.
“Lho saya kan seringnya ada di tempat kerja saya to kang, jadi jarang pulang, bagaimana saya bisa ikut?” jelasku.
“Ya harus tetap ikut, ya di sempat-sempatkan ikut.” katanya memaksa .
“Lha tempatnya kan jauh to kang, kalau saya wira wiri, apa ndak ngabiskan bensin banyak?” kataku, aku mulai ndak sabar juga, kalau ada orang yang di beri hati malah minta jantung.
“Lalu apa kata orang, itu si kyai Askan jadi imam, kyai ian tak pernah mau menjadi makmum, pasti karena bacaan kyai Askan tidak fasih.” katanya.
“Lha sampean ini kok ya aneh, apa ada orang bilang begitu?”
“Ya belum ada, tapi nanti kan juga ada.”
Aku geleng-geleng kepala,
“Sesuatu yang belum ada kok sampean ada-ada, itu namanya su’udzon, sampean ini kyai…” kataku.
“Juga apa urusannya bacaan fatekhah sampean sama kehadiran saya, lha kalau saya itu lidah sampean, misal saya ndak hadir otomatis sampean jadi cedal, hu-ha-hu-hu kayak orang bisu, lha saya kan orang lain, mau saya hadir atau tidak kan ndak pengaruh sama sholat jama’ah, la sampean ini ikhlas apa endak to sebenarnya?, Kok selalu ngajak ribut dan meributkan saya, saya kan juga punya keluarga, perlu mencari ma’isah, perlu makan, nyari uang, sampean itu udah tak kasih minta semua, lha kok masih kurang, sebenarnya maunya apa?”
Dia berdiri, dan pergi begitu saja tanpa pamit, aku hanya menatapnya dengan heran, kok ada orang kayak gitu, mau mengatakan tidak ada juga, kenyataannya sudah di hadapi, mau bagaimana.
Penyakit iri dengki memang super sulit mengobatinya, jika seseorang tak mau menyadari bahwa penyakit itu memang benar-benar ada dan membakar hati pikiran orang yang memiliki penyakit itu.
Sebenarnya dalam pemikiran dangkalku, mengobati penyakit hati itu tak bedanya seperti mengobati penyakit lahir. Seperti kita kalau pergi ke dokter, kan di periksa dulu, tidak asal di suruh nungging, trus jarum suntik di tancapkan, tapi di diagnosa, dokter akan bertanya apa keluhannya, lalu mengelompokkan dalam suatu penyakit. Keluhan itu di sesuaikan dengan kebiasaan penyakit, jika pasien bilang giginya senut-senut, tak akan di bilang itu penyakit ambaien atau susah buang air besar, di bilang dokter itu sakit gigi, kalau dokternya seperti itu pasti dokternya yang sakit.
Sebuah diagnosa akan menentukan penyakit, lalu akan di temukan penyakitnya dan obat yang tepat, sakit gigi, obatnya pasti obat untuk meredakan sakit gigi, jangan mau di kasih salep ambeien, di oleskan di lubang gigi.
Begitu juga sakit yang mengenai hati, maka di diagnosa, apa penyakitnya, yang jelas manusia yang mengidap penyakit harus menyadari kalau dirinya sakit, kalau tak mau menyadari ya makin susah untuk di obati.
Dan obat itu selalu bertentangan dengan penyakit, jika punya rasa sombong, ya bersikaplah tawadhu’, kalau perlu bayar orang suruh meludahi kita di tengah pasar, biar sombongnya hilang.
Sebab namanya juga penyakit, di rasa atau tidak di rasa itu akan mengganggu. Khususnya mengganggu dalam pendekatan diri pada Alloh, dan amal ibadahnya tak akan di terima, dengan kata lain, seumur-umur orang yang berpenyakit hati itu ibadah, maka tak akan mengecap manisnya ibadah, dan nikmatnya terijabahnya do’a.
Ternyata Kyai Askan masih tetap menjelek-jelekkanku di setiap pengajiannya, aku di bilang tak bertanggung jawab di beri amanat di masjid, nifak, dan lain-lain, tapi ku biarkan saja. Itung-itung mengurangi dosaku, aku tetap santai menjalankan aktifitasku tiap hari.
Sampai pada suatu hari, aku mendengar anak dari Kyai Askan yang sudah bisa jalan tiba-tiba lumpuh, dan kakinya mengecil, tiap malam selalu menangis sampai pagi, sudah di bawa ke dokter, tapi tak ada perubahan sama sekali. Anaknya tetap dalam keadaan lumpuh, dan tiap mulai magrib menangis sampai suaranya habis, karena sebelum ada adzan subuh, anaknya itu tak mau berhenti menangis.
Sehingga Kyai Askan dan istrinya di buat pusing, karena tiap malam harus begadang menjaga anaknya yang menangis terus, tiap hari di carikan obat kesana kemari tapi semua tak sanggup mengobati, sampai di bawa ke Kyai Sepuh. Di katakan oleh kyai Sepuh itu kalau anaknya itu di gandoli dua jin lumpuh, dan bahkan kyai Sepuh itu tak sanggup mengambil, dan yang sanggup mengambil hanya seorang pemuda berkaca mata, rumahnya depannya ada pohon mangganya, dekat balaidesa Bligo, itu ku dengar setelah istrinya bercerita padaku.
Sudah sebulan anak Kyai Askan seperti itu, mau di bawa ke rumahku, jelas gengsi, mencoba di bawa ke paranormal, atau kyai, dukun, semua tetap hasilnya nihil.
Sampai mungkin sudah tak ada jalan keluar, maka istrinya jam 2 malam di suruh ke rumahku membawa anaknya yang lumpuh dan di gendong, dalam keadaan menangis, mengetuk rumahku.
“Siapa?…” tanyaku yang waktu itu masih dzikir.
“Saya dik.. istrinya Askan..” jawab istrinya Askan.
Aku keluar membuka pintu, dan kulihat anaknya di gendong dalam keadaan menangis.
“Mari silahkan masuk.” kataku mempersilahkan.
Anehnya ketika melangkah ke pintuku, maka anaknya langsung diam, tak menangis. Memang di luar ku lihat dua jin lumpuh, tengah bersembunyi dari tatapan mataku.
“Ada apa mbak?” tanyaku.
“Ini Anakku, lumpuh dan rewel terus.” jelasnya.
“Lha tidak rewel gitu kok mbak, anteng saja,” kataku menunjuk anaknya yang tidur dalam gendongannya.
“Iya ya…, tapi tadi rewel.” katanya. “Kalau gitu saya mohon diri.” tambahnya.
“Ya silahkan…” ku antar sampai pintu, dan pintu ku tutup, tapi baru berjalan sampai 50 meteran, anaknya nangis lagi.
Aku juga mendengar, dan ku tunggu ternyata dia datang lagi, ku bukakan pintu.
“Siapa mas…?” tanya Husna yang bangun.
“Ini istrinya pak Askan” jawabku.
Dan lagi-lagi ketika anaknya di bawa masuk ke rumahku, maka tangisnya pun terhenti.
“Ini bagaimana …, kok kalau masuk rumah anakku jadi ndak nangis?” katanya.
Tak ku katakan kalau ada dua jin lumpuh yang mengikuti dan dua jin itu tak berani masuk rumahku, takutnya malah membuat istri pak Askan takut.
“Wah aku ndak tau mbak, wong saya ini orang bodo.” jawabku.
“Sudah tidur di sini saja mbak, wong anaknya juga sudah anteng gitu tidurnya, sana bawa tidur di kamarku.” kata Husna. Dan Husna pindah ke luar tidur di lantai.
Paginya Kyai Askan datang dan mengajak pulang istrinya. Hanya Husna yang menemui. Siangnya istrinya datang lagi, juga di temui Husna. Dia cerita soal aku yang di katakan orang yang bisa mengobati anaknya, lalu Husna memanggilku.
“Ada apa mbak?” tanyaku,
“Ini soal lumpuhnya anakku, kata orang pinter sampean yang bisa mengobati.” katanya.
“Wah orang pinternya itu mengada-ada mbak, wong saya ndak bisa apa-apa.” jelasku.
“Ya mbok sampean kasih air atau apa, biar lumpuh anakku ini sembuh.”
“Dik tolong ambilkan aqua,” kataku pada Husna.
Lalu air ku bacakan basmalah, dan ku tiupkan ke air,
“Ini nanti airnya di pakai memandikan si kecil ya mbak.., semoga Alloh memberikan kesembuhan.” kataku.
Lalu istrinya Kyai Askan mohon diri, aku hanya berharap semoga semua menjadikan kebaikan ke depan, walau aku tak banyak berharap.
Dan memang besoknya anaknya Kyai Askan benar-benar sembuh.
Tapi kemudian malah dalam pengajiannya aku di siarkan di speaker bahwa aku telah mengerjai anaknya. Yah biarlah, aku juga tak berharap pekerjaanku di nilai dengan penghargaan, kok kemudian malah membuatku karena menolong orang lain aku makin di jelek-jelekkan, mungkin akan membuatku makin meningkat derajadku di sisi Alloh,
Dan saat cerita ini ku tulis, sekarang malah bukan kyai Askan saja yang memusuhiku, tapi juga istrinya, sampai berusaha dengan daya upaya, dan membakar ke sana-sini untuk menjatuhkan namaku.
Tapi segala kebaikan pasti harus ada yang dengki agar kebaikan itu seperti terdorong.
Dan keikhlasan manusia akan teruji, serta terukur, keikhlasan tertinggi menurut dangkalnya pikiranku adalah ketika kita telah tak merasa bahwa perbuatan baik apapun yang kita lakukan adalah perbuatan kita, tapi itu adalah perbuatan Alloh, kita hanya lapangan tempat Alloh melakukan perbuatan baik, bagaimana tidak, kan semua anggota tubuh yang kita punya adalah milik Alloh, bahkan sebuah niat baik melakukan perbuatan baik yang menempatkan di hati adalah Alloh, dan pemikiran untuk melakukan perbuatan dengan segala bentuk kejlimetan proses teorinya yang memberi ilham agar terealisasi dengan sempurna adalah Alloh, bahkan kemudian suatu perbuatan yang asalnya dalam bentuk teori dan rencana kemudian menjadi gerak dan kejadian yang mengijinkan dan memberi tempat, waktu, peluang, semua yang memberi adalah Alloh, maka tak ada satupun hak kita mengakui kalau satupun adalah perbuatan kita, walau bila di lihat seperti perbuatan kita.
Coba saja kalau satu saja itu merupakan perbuatan kita, contoh saja waktu, jika kita merasa itu waktu kita, maka coba hentikan waktu, berarti kita harus menghentikan semua, menghentikan waktu yang berjalan, seluruh manusia di seluruh dunia yang bergerak, seluruh jantung mahluk, dari semut, sampai hiu, manusia dan jin yang berdetak, angin yang berhembus, dari denyut nadi sampai pergerakan matahari.
Cuma mau menghentikan waktu saja begitu beragam dan majmuknya yang harus kita hentikan bersama penghentian waktu.
Dan jangankan menghentikan seluruh dunia, bahkan menghentikan diri sendiri, aliran darah, degup jantung, kita tidak bisa menghentikan, apalagi harus menghentikan seekor hiu yang berenang, bukankah kita akan mati sendiri. Berarti kalau kita munafik, maka waktu itu bukan milik kita, juga kesempatan, sampai detilnya semua kejadian, hanya Dzat Yang Maha Sempurna dan tanpa cela juga kekuranganlah yang mampu mengatur.
Jadi hanya Alloh yang berbuat baik, kita hanya menjadi tempat Alloh melakukan perbuatan baik, karena hanya menjadi tempat perbuatan baiknya Alloh, maka tak pantas kita mengharap suatu balasan dari perbuatan baik yang tak pernah kita lakukan, jika kita masih mengaku-aku, maka perbuatan baik kita itu tak ada nilai dan timbangannya.
Fadholallohu ba’dokum, Alloh memberi keutamaan, jadi bila keutamaan itu kita sadari dan kita yakini adalah PEMBERIAN, bukan dari daya upaya, atau kelebihan kita menjalankan laku tertentu, maka kita baru di katakan bersyukur, kalau menggunakan keutamaan atau kebisaan yang kita miliki untuk di pakai sesuai dengan guna kelebihan yang kita miliki, maka kita baru di katakan orang yang bersukur, dan jika kita bersyukur, maka Alloh akan menambahi fadhilah atau kelebihan lain yang Alloh anugerahkan.
Bukan sebagai suatu alasan tertentu, tapi sebagai kewajaran kejadian, sebab sudah sunatulloh, peraturan dari Alloh, bahwa kejadian atau sesuatu yang terjadi itu akan menjalar pada kejadian yang lain, makanya di katakan Lain sakartum la azidannakum, apabila kamu bersyukur maka kami akan menambahi untuk kalian, sebab sesuatu yang terjadi itu akan menimbulkan kejadian baru, dan kejadian baru itu membutuhkan kelengkapan waktu, ruang, materi pendukung terjadinya.
Contoh sepele saja, kita mau makan, jika kita pergi ke warung nasi, jika tempatnya jauh kita butuh jalan, dan jalan harus ada yang membangun, jika jalan raya, maka harus ada kerikil, aspal, kontraktor, krikil itu harus ada yang mengangkut, ada kejadian sampai terjadinya berbentuk kerikil dll.
Jika sampai di warung, maka warung itu berdiri, harus ada yang mendirikan, di bangun dari kayu, maka harus ada kayunya, penebang kayunya, yang mengangkut, tukang kayu, dan kelengkapannya.
Contoh kita ambil jika ada tukang kayu, maka tukang kayunya harus dalam keadaan sehat, hidup, kuat, bisa menukang, punya peralatan lengkap dari ukur sampai gergaji, lalu kita ambil lagi tentang gergaji, harus ada besi, ada pembuat gergaji, ada kikir.
Itu belum sampai ke nasinya, baru dalam perjalanan ke warung nasi, begitu banyak dan sambung menyambung suatu kejadian, dengan kejadian lain.
Jadi kata simpelnya, jika kita melakukan sesuatu sesuai dengan cara dan teori yang benar, maka Alloh akan memudahkan terjadinya pendukung lain dari yang menyangkut yang berhubungan dengan perbuatan yang kita lakukan dengan benar.
Semua di jadikan mudah, mau kemana, jalannya mulus, prosesnya lancar, tak ada macet, antara kejadian yang satu dengan yang lain sepenuhnya saling mendukung. Sebab semua seratus persen dalam kendali Alloh, jika kita menjalankan sesuatu tidak sesuai aturan Alloh, katakanlah menyalahi aturan yang benar, maka laingkafartum inna adzabi lasadid, jika kamu ingkar maka adzab Alloh itu teramat pedih, itu juga suatu kejadian wajar, jika kesalahan satu akan menimbulkan kesalahan yang lain.
Contoh, pembangunan jalan raya, uang pembangunannya di korupsi, jalan di bangun dengan mengurangi ini itu, jalan berkuwalitas rendah, maka jalan menjadi cepat rusak, berlubang, lalu banyak terjadi kecelakaan, macet, kerusakan mobil, pemborosan bahan bakar, unjuk rasa, anarki, pengrusakan, dan terus menyambung pada kejadian-demi kejadian.
——————————————
Magrib baru saja berlalu, Selesai dzikir waktu sholat, seperti biasa aku duduk santai menikmati secangkir kopi dan rokok.
Kang Din menghampiriku dengan seorang pemuda, tapi ku lihat pemuda itu wajahnya berwarna hitam.
“Ada apa kang?” tanyaku.
“Ini yan, ada orang mau minta tolong..” kata kang Din tetangga rumahku.
“Minta tolong kenapa kang?”
“Ini teman kerja di kantorku, dia itu sakit kok aneh,”
“Anehnya di mana kang?” tanyaku heran.
“Anehnya, ini kalau istrinya melihat dia, itu melihatnya seperti kera, jadi istrinya takut, lalu kalau mau berangkat kerja kaki dan tangannya tak bisa di gerakkan, jadi kayak lengket di ranjang.” jelas Kang Din.
“Wah aneh juga kalau begitu.”
“Apa menurutmu sakitnya di guna-guna? atau di kerjai orang?” tanya Kang Din.
“Wah kalau itu aku ndak tau kang,”
“Soalnya kemaren sudah di obati pakai telur, jadi telur di jalankan di gelundungkan di atas tubuhnya, dan setelah itu telurnya di pecah, dan ternyata di dalam telur ada jarumnya.” jelas Kang Din.
“Terus kemaren juga di bawa ke orang paranormal, katanya dari tubuhnya di keluarkan ada paku, jarum, gumpalan tanah.” jelas kang Din lagi.
“Wah aneh juga…, tapi aku gak bisa ngobati kang..”
“Tolonglah di apakan gitu, kasihan dia, wong ini juga sudah di bawa kemana-mana tapi hasilnya nihil.”
“Lha apa waktu di keluarkan pakunya ndak sembuh?” tanyaku.
“Yah begitulah tidak sembuh.”
Sebenarnya seminggu silam, aku telah di beri tau tentang orang ini yang di bawa kang Din, bagaimana cara mengobatinya maka aku tinggal mengobatinya, dengan petunjuk yang ku peroleh.
“Bagaimana ian…?” tanya Kang Din.
Sementara lelaki yang di bawa sama sekali tidak berbicara, hanya mendengarkan pembicaraan kami.
Jadi aku hanya perlu mengucapkan petunjuk yang ku terima lewat mimpi.
“Masnya ini namanya siapa?” tanyaku kepada orangnya yang sakit itu.
“Saya bernama Muhajir mas..” jawabnya singkat.
“Binnya siapa?”
“bin Abdul Munir mas..” jawabnya lagi.
“Yakin tidak sampean jika aku yang mengobati?” tanyaku lagi.
“Yakin mas.”
“Mau menjalankan syarat yang akan ku berikan?”
“Siap mas, asal saya bisa sembuh, syaratnya apa mas?” tanyanya.
“Syaratnya sampean harus mengambil kelapa hijau, tapi jangan sampai kelapanya jatuh ke tanah, soal caranya itu terserah sampean bagaimana agar kelapanya tak jatuh ke tanah, entah memakai tambang atau bagaimana, sanggup?”
“Sanggup mas.”
“Nah besok kalau sudah mendapat kelapa itu sampean bawa kemari kelapanya.” jelasku.
“Ya mas.. kalau begitu saya mohon diri.”
“Ya silahkan.”
Memang kadang secara logika, kadang pengobatan itu tak logis, tapi sesuatu terjadi itu tak menunggu akal kita menerima baru terjadi, tapi segala sesuatu itu terjadi karena Alloh mengijini untuk terjadi, bahkan syetan saja tau itu, makanya ketika dulu iblis mau menyesatkan anak turun Adam, dia meminta ijin dulu pada Alloh, agar di beri ijin menggoda anak turun Adam, sebab jika Alloh tak mengijinkan maka bagaimanapun remehnya, sesuatu tak akan terjadi.
Besoknya Muhajir datang lagi, dengan membawa kelapa hijau tiga butir, lalu ketiga kelapa hijau ku do’akan, dan yang satu ku suruh meminum, yang satu ku suruh memakai mandi, yang satu ku suruh memakai untuk mengepel rumah.
Dua hari kemudian Muhajir datang di sertai istrinya, dan mengucapkan terima kasih karena istrinya tidak lagi melihat pada yang lelaki seperti melihat kera, juga penyakitnya Muhajir telah tuntas tak di rasakan lagi.
Tapi malamnya di atas genteng rumahku terdengar ledakan seperti petasan, ada beberapa kali ledakan, terjadi kira-kira jam 1 dini hari.
Aku segera melepas sukma, mencari arah cahaya api dari mana datangnya, sukmaku melesat ke arah Cirebon, dan berhenti di sebuah rumah.
Aku pun melesat ke dalam rumah, bau menyan serasa menyengat, dan di dalam rumah seorang lelaki berpakaian batik bertubuh pendek, tengah melakukan ritual tenung, ku buat lingkaran membentengi ruang gerak kekuatan lelaki itu, sebentuk seperti lingkaran balon tembus pandang, lelaki itu mencoba berulang-ulang mengirim santetnya, tapi selalu mental mengenai dirinya sendiri, dia heran, dan mengulangi, tapi tetap saja jarum, paku, silet yang di kirimkan tetap membalik mengenai dirinya sendiri.
“Ada apa ini? Sial siapa yang memberi pertolongan kepada sasaranku..” dengus lelaki itu, aku hanya menggeleng melihat tingkah lakunya.
Lalu aku pulang ke rumah, kembali ke dalam ragaku.
Aku sedang melakukan kerja sama dengan Mahmud, dia yang menanggung segala penerimaan pembayaran usaha kami, dan aku yang menjalankan usaha, di awal-awalnya pembayaran yang dia berikan lancar, tapi heran ini sudah sebulan berlalu tapi pembayaran tak kunjung dia berikan, padahal secara perhitungan bagian yang ku terima 6 juta kadang ada dalam satu minggu, sebab pendapatan memang tak pasti karena tergantung jalannya usaha yang ku jalankan.
Aku mendatangi Mahmud, dia orang kaya yang banyak usahanya, ada toko elektronik, ada penjualan sepeda motor, juga usaha yang ku tak tau apa lagi.
“Mas Mahmud, ini soal pembayaran bagian saya bagaimana kok tidak ada ku trima pembayaran.” kataku ketika berhadapan dengan mas Mahmud.
“Itu ian untuk bulan ini tak ada uang, semua uangnya habis untuk pembelian bahan.” jawab dia.
“Lhoh bahan apa lagi, kan aku yang mengerjakan, jadi melihat beli tidaknya bahan.” kataku heran dengan pernyataannya.
“Ya nyatanya uangnya sudah habis.” katanya ngotot.
“Ya kalau begitu caranya, ya saya yang rugi, mana ada bekerja tidak di bayar, mana ada orang mau.” kataku, karena sudah merasa di akali.
“Ya kenyataannya seperti itu, mau bagaimana lagi.”
“Sudah kalau seperti itu, kita hentikan saja kerja sama kita, sebab ini jelas merugikan saya, kalau sistimnya tidak saling menguntungkan.” jelasku.
“Ya kalau sampean ingin membatalkan ya sampean tidak mendapat bagian apa-apa.” katanya.
“Tak papa jika saya tidak dapat apapun, daripada nantinya kita lanjutkan saya akan makin di rugikan.” kataku agak jengkel juga menghadapi orang seperti itu.
Aku pun pulang, tapi dua malam kemudian aku merasa aneh, rumahku seperti suntuk, sumpek, toko ku juga sama sekali tak ada yang membeli, bahkan satu orang pun tak ada yang membeli, seperti toko tak terlihat oleh orang yang lewat saja, dan serasa udara dalam rumah serasa suntuk.
Ada apa sebenarnya, ku coba meraga sukma, melihat apa sebenarnya yang terjadi, ternyata di gaib rumahku seperti di kurung aura gelap sekali.
Kelebihan meraga sukma itu bisa melacak ke masa yang lewat, kita bisa menelusuri ke dunia masa yang lewat, tinggal meraga sukma ke waktu yang kita tuju, tapi dengan cara awal berangkat, jadi tak bisa di lakukan setelah meraga sukma, tapi bisanya di lakukan dengan tujuan waktu yang di tuju sebelum meraga sukma.
Aku segera kembali ke tubuh, dan mulai lagi melacak siapa yang berbuat membuat rumahku di lingkupi aura hitam, segera sukmaku melesat ke arah waktu dan tempat, di mana Mahmud dan istrinya sedang duduk di hadapan seorang dukun, dan sedang mengerjai rumahku.
Aku jadi tau, kenapa Mahmud tak mau membayar pembagian uang kerja sama kami.
Aku kembali lagi ke tubuhku. Dan besoknya meminta seseorang untuk memperingatkan kepada Mahmud, supaya menarik kekuatan jahat yang di pakai untuk mengganggu rumahku.
ee malah Mahmud marah-marah, dan malah menuduhku memakan uangnya, mencuri uangnya.
Aku berusaha sabar, tapi anehnya, setelah mahmud menjelek-jelekkanku, ada seorang gila yang meminta rokok. Sebenarnya di dekat Mahmud ada banyak orang, tapi yang di mintai kok kebetulan Mahmud, dan Mahmud tak memberi lalu orang gila itu marah dan memukul Mahmud, di pukul sampai giginya lepas tiga.
Aku tak perduli pada cerita orang yang ku suruh, soal orang gila yang memukul Mahmud itu, aku meminta pada orang yang ku suruh memperingatkan Mahmud lagi, agar menarik kekuatan jahat yang di kirimkan ke rumahku itu, sampai peringatan yang ku berikan telah tiga kali.
Lalu aku berinisiatif mengembalikan kekuatan jahat kepada pengirimnya.
Malam itu telah ku rencanakan untuk mengembalikan semua kekuatan jahat pada Mahmud. Maka aku duduk bersila menghimpun semua dzikir, meminta pada sang pemberi kekuatan yaitu Alloh, lalu setelah semuanya kekuatan terkumpul, bumi ku gedor, serasa pusaran kekuatan dasyat membuyarkan kekuatan yang melingkupi rumahku, dan terdengar jerit “ampuuun..! ampuuuun..” dari puluhan jin yang di kirim ke rumahku.
Segera ku lepas sukma, karena memburu, bicara dan menangkap jin dengan badan wadak tanpa mediator amatlah sulit, sementara aku sendirian, aku melompat, dan menghadang berbagai jin yang mencoba lari dari gebahanku, yang paling tinggi berbentuk raksasa dan berbadan hitam ku hentikan, dia langsung menekuk tubuh sujud minta ampun, padahal tanganku sudah ku isi cahaya dari ya latif, sehinga berwarna putih keperakan, jika ada yang melawan, aku sudah siap meleburnya lumer menjadi cairan.
Tapi ternyata tak ada yang melawan, semua langsung bersimpuh takluk, aku melayang menunggu, semua terdiam. Ada tiga belas jin, beberapa berbentuk cebol kecil, dengan telinga lancip dan dagu kecil serta tubuh katai, yang paling aku perhatikan adalah yang bertubuh tinggi, mungkin tingginya ada lima meteran, tubuhnya hitam legam, dan tak memakai pakaian sama sekali, tapi tubuhnya di penuhi bulu.
“Kalian tau kesalahan kalian?” tanyaku ku buat kereng.
“Ampuuun… ampun, kami hanya di perintah…!” kata jin yang bertubuh besar, dan berbibir tebal.
“Aku tau kau dan teman-temanmu hanya di perintah, maka dari itu, aku ingin kalian kembali pada yang memerintah,” kataku.
“Kami tak berani…” kata jin yang bertubuh besar.
“Hm… kalau begitu, kalian tau apa yang ada di tanganku ini?, Jika ku hantamkan kalian, apa yang terjadi,” kataku mengancam.
“Ampuuun…!” kata semua serentak, dan bersujud-sujud.
“Bagaimana, apa kalian mau kembali ke pengirim kalian, atau kalian memilih lebur musnah …” kataku sambil menambah konsentrasi lafadz ya latif ke tangan kananku, sehingga warna terang keperakan makin menyala.
“Baik, kami akan kembali kepada pengirim kami, lalu apa yang harus kami lakukan.?” kata jin yang bertubuh besar.
“Kalian lakukan saja apa yang pernah di perintahkan oleh pengirim kalian kepada kalian, untuk melakukan sesuatu hal buruk padaku, nah kalian sanggup kan?”
“Ya kami sanggup.” jawab mereka serempak.
“Nah sekarang kalian boleh pergi.” kataku sambil menyingkir.
Dan semua jin kemudian beranjak pergi, akupun kembali pada raga yang ku tinggalkan.
——————————————-
Yang terjadi kemudian sungguh membuatku amat tercengang.
Pertama yang terjadi rumah Mahmud jadi angker, istri dan anaknya takut tinggal di rumah, sehingga minta pulang ke rumah istrinya. Bahkan orang yang lewat di sekitar rumah Mahmud pun jadi takut lewat samping rumah itu. Jika malam kadang terdengar suara seram, kadang terdengar tembok di gedor-gedor, berbagai paranormal sudah berulang kali dan berganti-ganti di datangkan untuk membersihkan rumah itu, tapi ujung-ujungnya, kalau tidak pingsan ya lari kabur dari rumah itu.
Entah bagaimana prosesnya, Toko Elektronik nya Mahmud kesandung masalah, dan semua Elektronik di sita oleh pihak yang juga telah bekerja sama dengan Mahmud.
Juga Dealer motor, juga kesandung masalah, sampai kemudian ketahuan kalau Mahmud banyak menanggung hutang pada Bank.
Dan rumah yang pernah di tinggalinya di tawarkan mau di jual seratus lima puluh juta, tapi orang hanya mau menawar seratus juta, beberapa hari kemudian akhirnya Mahmud mau menjual rumahnya seharga seratus juta, tapi yang menawar hanya berani limapuluh juta, Mahmud tak mau, tapi beberapa hari kemudian dia mau menjual rumahnya limapuluh juta, tapi yang menawar hanya mau duapuluh lima juta, begitu terus terjadi, sampai akhirnya rumah terjual tiga juta, dan itupun setelah ada perjanjian Mahmud akan merobohkan rumahnya sendiri.
Dan bukan cuma sampai di situ, istri mahmud minta cerai, dan anak-anaknya tak ada yang mau tinggal dengannya, Mahmud tinggal di bekas kandang sapi tetangganya.
Semua itu terjadi dalam masa cuma tiga bulan, aku membayangkan bagaimana jika seandainya hal itu menimpa diriku dan keluargaku.
Kadang aku sendiri merasa kasihan dengan keadaan Mahmud, tapi seandainya tidak begitu pasti yang dia lakukan pada orang lain tak akan berhenti, dan sampai pada diriku pasti orang sebelum diriku yang di kerjai Mahmud sudah banyak korbannya, dan pas kebetulan dia ketemu batunya.
Segala perjalanan apapun yang terjadi, maka itu tak ada artinya jika kita tidak bisa mengambil sebagai pelajaran, menyerap kandungan hikmah apa yang tersimpan di dalamnya. Sehingga segala keputusan dan apa yang seharusnya di lakukan ketika menghadapi hal yang sama.
Begitu juga bagi diriku sendiri, apapun yang di hadapi, kepanikan sekali-kali bukan jalan keluar, ketenangan mengambil sikap, akan menghasilkan keputusan yang terbaik.
Jika kita menyandarkan diri pada Dzat yang paling kuat yaitu Alloh, maka kita akan menjadi kuat.
Dan jika kita menyandarkan pada selain Alloh, siapapun selain Alloh itu pasti mati, terhalang, tak ada manusia atau apapun ciptaan Alloh itu sakti, dan punya kelebihan kecuali Alloh yang memberi kelebihan, seperti burung yang terbang, atau ikan yang tahan di dalam air.
Karya : Febrian
No comments:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Comment Anda