“Mungkin saja dari pihak lelaki yang mengalami kemandulan?” jawabku di pesan.
“Tidak mas, ini memang diriku, karena aku
pernah mengalami kecelakaan jadi kandunganku mengalami masalah, dan
dokter sudah menetapkan aku tak bisa mengandung.”
“Memangnya dokter itu Tuhan, bisa menetapkan orang bisa atau tidak mengandung?” tanyaku.
“Ya tentunya dengan ilmu dan peralatan yang mereka miliki,” jelas mbak Inayah.
“Ah menurutku tak bisa seperti itu,
hal-hal yang di luar perhitungan akal itu bisa saja terjadi dan akal dan
tehnologi itu tak bisa di buat sandaran akhir dari suatu keadaan, masih
banyak yang di luar nalar dan logika terjadi, dan kejadian itu tak
menunggu akal dan logika menerima, baru akan terjadi, malah bumi ini di
ciptakan sebelum adanya manusia dan segala akal dan logikanya, nyatanya
bumi ada, dan di tempati manusia, tidak menunggu akal dan kecanggihan
ada baru bumi di ciptakan dengan kecanggihan.”
“Tak taulah mas, yang jelas kandunganku
bermasalah, dan menurut dokter tak akan bisa punya anak, ya saya baca
setatus mas banyak di mintai do’a, jadi saya memberanikan diri meminta
mas mendo’akan saya.”
“Pasti akan saya do’akan, tapi saya punya syarat.” kataku.
“Wah kayak dukun aja mas pakai syarat segala, apa syaratnya mas?” tanya Inayah.
“Syaratnya kamu beritahu suamimu, ajak dia mencintaiku karena Alloh.” kataku.
“Wah syaratnya aneh bener mas?” tanya Inayah.
“Ya mau apa tidak?”
“Ya aku beritahu suamiku dulu mas, tapi kenapa syaratnya seperti itu?”
“Aku hanya minta dukungan saja, dukungan
agar do’aku di ijabah Alloh, dan do’a yang sangat cepat ijabahnya itu
salah satunya do’anya orang yang saling mencintai karena Alloh.” kataku.
“Ok kalau gitu, saya beritahu suamiku.”
“Ya ku tunggu.”
Besoknya Inayah dan suaminya menyatakan cinta dan mencintaiku karena Alloh, di tulis di pesanku.
Setelah membaca tulisan di pesan, aku segera mendo’akan Inayah, agar di karuniai anak.
Besoknya ada pesan lagi dari Inayah.
“Mas semalam perutku kayak
bergerak-gerak, semalaman selalu bergerak-gerak, kayak ada tangan di
dalam perutku yang merubah-rubah, mas apakan?” pesen Inayah.
“Ya tak aku apa-apakan, kan aku jauh di Saudi, memangnya bisa ngapakan orang yang di Indonesia?” tanyaku.
“Ya tapi jadi aneh, oh ya mas kata
suamiku, sekalian di do’akan biar punya anak kembar hehehe, biar
langsung punya momongan dua.”
“ya insaAlloh.” kataku.
——————————————-
“Mas… aku tidak men lagi.” kata Inayah , setelah limabelas hari terakhir kirim pesan,
“ya moga-moga saja hamil.” kataku. “ku tunggu perkembangan selanjutnya.”
“Mas aku mual-mual, tadi ku periksakan ke
dokter, aku positif.” pesan Inayah di facebook. Mungkin jarak empat
puluh harian setelah ku do’akan.
“Mas anakku kembar, sudah ku USG kan,”
“ya syukur.”
Begitulah Inayah selalu memberitahu
perkembangan kandungannya, aku senang, dia bisa senang, walau bertemu
sekalipun aku tak pernah, dan tak pernah melihat wajahnya.
“Mas kok yang berkembang cuma satu, kembarannya tidak berkembang,” pesan Inayah ku trima lagi.
“Ya makanya kalau meminta pada Alloh itu jangan di buat candaan.” balasku di pesan.
Begitu salah satu cerita di antara banyak
kisah di facebook, sebagian orang menjadikan facebook itu untuk iseng,
berkeluh kesah, dan main-main saja, tapi bagiku di mana saja orang bisa
berbuat baik, semakin seseorang itu bisa berbuat baik, dan beramal
seperti tangan kanan memberi dan tangan kiri tak melihat, ya seperti
menolong orang yang tidak kita kenal, dan mereka tak mengenal kita dalam
artian tidak pernah bertemu berjabatan tangan, maka keikhlasan akan
lebih terpelihara.
Dan keikhlasan seseorang itu ternilai
dari pamrih apa yang di dapat, dan Alloh sungguh Maha Melihat setiap
perbuatan sekecil apapun perbuatan itu akan tetap di nilai di sisi
Alloh, Alloh tak pernah mendzolimi hambaNya.
Siapa yang mampu melepas kebaikan seperti melepas anak panah, maka akan mendapat derajat di sisi Nabi.
Do’a yang tak ikhlas itu tak akan
menembus langit tuju, apalagi sampai di sisi Alloh, akan tertahan di
langit, dan mungkin malah hanya sampai langit pertama, maka kenapa tidak
mengukur keikhlasanmu dengan coba berdo’a, di ijabah tidak do’amu,
jangan banyak berteori dan memperdebatkan kata-kata kosong, buktikan
jika kau mampu, jika cuma bicara, anak kecil juga bisa, itu yang selalu
terngiang di dalam pikiranku, punya iman? buktikan, ikhlas? buktikan.
Setiap hari ada saja orang yang datang ke
rumah, anehnya biasanya musiman, aku hanya yakin semua di atur oleh
Alloh, jika lagi musim urusan rumah tangga, perceraian, masalah
perkawinan, anehnya selalu yang datang soal rumah tangga, jika lagi
musim soal penyakit dalam, anehnya juga orang yang datang soal penyakit
dalam, dan jika yang datang soal santet, atau penyakit kiriman orang,
maka anehnya yang datang selalu soal santet, mungkin jika ku ceritakan
semua maka tak akan habis waktu bercerita, mengingat sangat beragamnya
orang yang datang kepadaku, entah tak tau mereka bisa tau dari mana, aku
tak pernah menanyakan satu persatu.
Seperti pagi itu datang seorang wanita
muda, aku biasanya kalau pagi tidur, bangun jam 10 pagi, sebab biasanya
kalau malam tak tidur sampai pagi, kebiasaan di pesantren kalau malam
tak tidur, sampai setelah sholat subuh baru tidur.
“Ada apa mbak?” tanyaku dengan mata masih perih.
“Ngganggu tidurnya ya mas?” tanya
perempuan yang ku kira umurnya 25 tahun. “Anu saya mau minta tolong.”
kata perempuan itu yang ku tanya bernama Harni.
“Minta tolong apa mbak?” tanyaku.
“Ini mas, saya di diagnosis dokter katanya saya mengidap kista, dan saya di haruskan operasi,”
“La kenapa tak operasi saja mbak? Kalau memang dokter menyarankan begitu.”
“Ya kalau bisa jangan operasi lah mas…, kalau andai bisa saya bisa sembuh dengan tanpa operasi.”
“Saya sendiri tak tau mbak soal penyakit kista, kayak apa itu, tapi kalau mbak ini ku lihat seperti ada yang tak beres.”
“Ndak beres bagaimana mas?”
“Mbak berapa kali nikah?” tanyaku.
“Dua kali mas.”
“Ada masalah dengan suami pertama ya? Maksudku perceraiannya ada masalah?”
“Iya mas…”
“Soalnya ada penyakit lain selain penyakit kista tersebut, dan penyakit itu ada hubungannya dengan perbuatan orang.”
“Iya mas, penyakitku ini sebenarnya sudah
6 tahunan, dan sudah ku obatkan kemana-mana, tapi tak ada hasilnya,
tetap saja, aku sakit, malah pernah aku sama sekali tak bisa bergerak,”
“Coba mbak Harni ceritakan dengan agak mendetail, soal urusan dengan suami pertama.” kataku.
“Kami bercerai karena suamiku itu suka
main judi dan menghasilkan uang dari usahaku membuka warung makan,
sehingga aku bangkrut, maka aku minta cerai, tapi walau sudah cerai
suamiku itu masih suka berusaha merayuku, dan sampai aku akan menikah
dengan suamiku yang sekarang, bekas suamiku itu mengancamku, akan
menjadikanku tak bisa bahagia, karena menikah lagi, pernah suatu kali
ada bola api yang menghantam teko sampai hancur berkeping-keping, aku
yang kaget, mengira apa gitu, dan segera ku anggap lalu, tapi sejak saat
itu aku sakit-sakitan.”
“hm… begitu, nanti ku kasih pagar diri
dan rumah, semoga santet tak bisa membahayakan lagi, dan soal
penyakitnya nanti ku kasih air, di minum setelah bangun tidur, dan
sebelum tidur, nanti jangan lupa mengabari perkembangan selanjutnya.”
“Iya makasih mas..” kata Harni.
——————————————-
Esoknya Harni nelpon,
“Mas tadi pagi kok aku kencing isinya
lendir banyak sekali, kayak nanah, dan ingus, tapi banyak sekali, apa
tak apa-apa?” tanya Harni.
“La sekarang bagaimana?”
“Sekarang tubuh enteng dan enak.”
“Moga saja sembuh penyakitnya.” kataku.
——————————————-
Seminggu kemudian Harni nelpon lagi.
“Ada apa?” tanyaku.
“Anu mas tadi ada orang datang ke rumah saya, dia berkata, pagarmu ini dari mana, ku santet kok gak tembus-tembus,”
“Ya aku jawab, pagar apa?, dan dia pergi begitu saja, aku jadi takut.”
“Tak apa-apa, biarkan saja, usaha saja
seperti biasa, kalau ada apa-apa jangan lupa memberi kabar.” kataku, dan
sejak saat itu Harni tak memberi kabar lagi. Pernah datang ke rumah
sekali dan mengucapkan terima kasih.
Setelah sholat isya’, seorang lelaki
berjaket kulit datang bertamu, biasanya aku santai setelah sholat isya’
kadang duduk di teras, sambil melihat orang lewat.
“Ada keperluan apa mas?” tanyaku pada orang tersebut, setelah ku persilahkan duduk, yang ku taksir umurnya 45 tahun.
“Ini pak kyai… saya sakit.” kata orang itu yang bernama Munawar.
“Sakit apa mas? ” tanyaku.
“Sakit saya ini ya kalau kata dokter
macem-macem mas, ada jantung, ginjal, asma, dan saya sudah berulang kali
operasi.” kata lelaki itu sambil membuka jaket kulitnya dan
memperlihatkan bekas bedah, di sana-sini.
“Tapi saya sudah di operasi berulang kali
kayak begini tapi tak juga sembuh mas, sudah sepuluh tahun tak bisa
kerja, di lihat dari luar kelihatan sehat, padahal saya amat sakit dan
sering tak kuasa apa-apa, saya sampai di benci anak istri, mengiranya
penyakit saya ini saya pura-pura, dan sawah ladang sudah habis saya jual
untuk berobat.”
“Coba angkat tapak kakinya,” kataku sambil melihat tapak kakinya yang di angkat dan ku lihat tapak kakinya mengembung.
“Coba tapak tangannya lihat.” kataku dan ku lihat tapak tangannya juga mengembung.
“Perutnya selalu terasa penuh ya?”
“Iya mas kyai, perut saya terus terasa penuh.” jawabnya.
“ya di edel-edel dokter percuma saja,
kamu itu terkena santet angin, atau hawa, jadi hawa yang di kirim
seseorang, berupa angin atau hawa, biasanya sulit di deteksi, karena
berupa angin.”
“Jadi ini bikinan orang?” tanyanya.
“ya kan udah bisa di lihat, tapi ndak perlu curiga pada siapa saja, yang penting penyakitnya sembuh saja.”
“Iya mas kyai.”
“Pernah di obatkan ke orang pinter?”
“Wah kalau itu sudah kemana saya dengar orang ada bisa ngobati pasti saya datangi, tapi ya itu tak ada hasilnya apa-apa.”
“Ini nanti saya kasih air, untuk mandi
dan di minum, air lagi untuk di pelkan di seluruh rumah, ingat di
seluruh rumah, lalu nanti aku kasih empat batu untuk di tanam di empat
tempat pojok rumah, ingat nanam batunya setelah selesai mengepel seluruh
rumah, ingat kan caranya, mandi dulu, lalu ngepel, lalu menanam batu,
itu lakukan berurutan.” jelasku pelan-pelan.
“Iya mas kyai akan saya ingat.” jawabnya. Lalu dia pun pamit pulang.
——————————————-
Dua hari kemudian Munawar menghubungiku lewat Hp.
“Ada apa Mas?” tanyaku.
“Ini Mas kyai waktu mengepel rumah, saya
lupa kamar mandi tidak saya pel, dan ini kok ada yang aneh.” suara
Munawar kedengaran ketakutan.
“Aneh bagaimana?” tanyaku.
“Istri saya cerita, kalau mandi di kamar
mandi kok kayak ada yang memegangi gayungnya, awalnya saya tak percaya,
la malah saya mengalami sendiri, gayung saya waktu mau nuang air di
kepala kayak ada yang memegangi, kami serumah jadi takut kalau ke kamar
mandi.”
“Wah itu jin yang terjebak di kamar
mandi, kan kalau kena air pel-pelan itu dia kepanasan, jadi mundur,
maksudku di pel semua, jadi kalau ada jin dan keluar rumah, nah baru di
pagar pakai batu, agar jinnya tidak kembali ke rumah, ya ndak papa nanti
ku buangnya.” jawabku.
“ya kapan buangnya mas kyai, soalnya kami semua jadi gak mandi ini, karena ketakutan.” kata Munawar.
“ya nanti malam saya buang.” kataku.
“Makasih sebelumnya mas Kyai, jadi ngerepotin.”
“ya tak apa-apa, lalu bagaimana penyakitnya mas Munawar sendiri.”
“Alhamdulillah ini sudah enakan, juga sudah mulai kerja.”
“Syukur kalau begitu.”
“Tapi ini mau ngerepotin lagi, ada teman
saya yang juga mau berobat, bagaimana kalau saya ajak teman saya kesana,
apa mas kyai ada waktu?”
“Ada, ada waktu, tapi nanti selepas isya’ aja ya datangnya.”
“Iya nanti saya kesana, selepas isya.” jawab Munawar.
Sore hari seorang perempuan seumuran 40
tahunan datang kerumah dengan kepala di ikat handuk. Perempuan itu terus
mengaduh-aduh tiada henti, suaranya ribut, bicara dengan istriku. Lalu
istriku memanggilku,
“Bah… itu ada bu Sundasih mau minta tolong.” kata Husna.
Aku keluar kamar menemui.
“Ada keperluan apa bu?” tanyaku.
“Aduuh maas…, saya mau minta tolong,
aduuh.. sakitnya kepalaku rasanya mau pecah, nafas sesak, aku ini sakit
apa to…” kata bu Sundasih merintih-rintih. Ku lihat aura sangat jahat
melingkupi tubuh bu Sundasih.
Sakit bu Sundasih ini sudah ada limabelas
tahunan, dan berulang kali dia di bawa ke dokter, sampai habis uang
berjuta-juta, katanya sih tumor otak, tapi di dokter lain, di bilang
kanker kelenjar, lalu di dokter lain beda lagi penyakitnya, sampai
setiap di bawa ke rumah sakit akan beda penyakit yang di temukan,
membuat yang sakit sendiri sampai kebingungan sebenarnya dia sakit apa?
Beda menurut dokter, beda lagi menurut dukun, ada yang bilang sakitnya
karena di guna-guna, ada yang bilang karena kena santet, ada yang bilang
karena kuwalat kepada lelakinya, ada yang bilang karena pernah menabrak
ular di jalan, dan di kepalanya ada ularnya, ada juga yang bilang
karena kuwalat dengan benda pusaka.
Namanya juga manusia boleh saja membuat perkiraan, dan sah-sah saja perkiraan apapun.
Dan anehnya orang yang mengobati dengan
membuat prediksi sendiri itu ada bukti nyatanya, contoh Sundasih pernah
berobat pada seorang dukun wanita tua, oleh dukun itu di katakan kalau
di kepala Sundasih ada banyak ular kecil, karena menurut dukun itu
Sundasih pernah menabrak ular jin, dan mati tak di kubur, sehingga
menurut dukun itu, bapaknya jin marah dan menanam telur ular di kepala
Sundasih, dan telur itu telah menetas menjadi ular kecil-kecil yang
mengeram di kepala Sundasih, dukun itupun menempelkan telur ayam katanya
untuk menyedot ular yang ada di kepala Sundasih, dan telur di pecah, di
dalam telur banyak di temukan ular kecil-kecil yang masih hidup
menggeliat geliat.
Entah sihir atau apa, tapi sakit Sundasih
tak juga sembuh. Di bawa ke dokter, katanya kangker kelenjar, dokter
menyarankan di sinar, dan Sundasih pun di sinar, beberapa juta biaya di
keluarkan, tapi penyakitnya tetap utuh.
Di bawa lagi ke seorang dukun dari
Batang, kata si Dukun terkena sengkalanya keris dan peninggalan ayahnya
suaminya Sundasih, semua keris dan pedang di suruh mengeluarkan oleh
dukun itu untuk di ruwat dan di bersihkan, tapi si dukun malah muntah
darah dan pulang di gotong, lalu memanggil gurunya, dan gurunya juga
merasa tak sanggup, sudah sepuluh tahun Sundasih sakit dan sudah
berganti dukun, dokter, bahkan di bawa ke tempat Gus Muh yang di tivi
tapi tetap saja tak ada hasilnya.
Cuma kekurangan Sundasih suka berganti-ganti lelaki untuk di jadikan pacar, walau dia sendiri sudah bersuami.
“Aku ini mbok ya di do’akan to ustad biar sembuh…” kata Sundasih kelihatan wajahnya menahan rasa sakit.
“Boleh aku do’akan, tapi aku punya syarat.” kataku.
“Syaratnya apa?”
“Syaratnya sampean harus taubat.”
“Mbok sarat laen to mas kyai..” kata Sundasih.
“Syaratku cuma itu.”
“Tak kasih uang saja ya, sampean minta berapa?”
“Tidak bu…Alloh memberi penyakit, dan
mengijinkan penyakit apapun menyerang manusia itu, agar manusia sadar,
di ingatkan agar mendekatkan diri pada Alloh, jadi syaratku cuma itu,
sampean mau taubat, saya do’akan, insaAlloh langsung sembuh.”
“Ya kalau begitu saya minta diri…,” kata Sundasih.
“Silahkan…” kataku, melihat Sundasih berlalu, dan aku hanya geleng-geleng kepala.
Kembali Sundasih mengundang dukun, dan di
bacakan yasin sampai ratusan kali oleh dukun itu, juga di bakarkan
menyan, tapi tetap saja sakitnya tak sembuh.
Sundasih seminggu kemudian datang lagi ke rumahku.
“Bagaimana bu…, mau memenuhi syarat
saya?” tanyaku melihat Sundasih sampai menekuk-nekuk tubuhnya menahan
sakit, dia sudah tak kuasa menjawab, suaranya tak keluar, dan dia
manggut.
Ku ambil air mineral, lalu ku tiup dengan do’a, dan ku serahkan.
“Ini di minum, dan di pakai mandi
sebagian,” kataku dan menjelaskan mandi taubat, yang harus di lakukan.
Lalu Sundasih minta diri.
Malamnya dia datang lagi.
“Bagaimana bu, sudah enakan?” tanyaku.
“Sudah mas kyai…, saya malah sudah bisa
sholat, asalnya ku pakai rukuk dan sujud badanku sulit di tekuk, tapi
kok kepalaku masih sakit.” kata Sundasih, “Kalau sesak nafas, nyeri di
seluruh tubuh sudah tak ada, tapi kepalaku kok masih sakit.”
“hm… ooo bu Sundasih ini memakai susuk ya?”
“Iya… dulu di suruh kyai Askan.”
“Pasang susuk itu kan di laknat Alloh, ya
pantesan kalau penyakitnya di kepala tak mau hilang, karena ada susuk
di wajah, pipi, bibir, wah..wah… kalau tak di lepas ya tetap saja
penyakitnya tak hilang, susuk itu harus di buang, siapa yang memasang?”
tanyaku.
“Dulu orang dari Magelang.” jawab Sundasih.
“Ya sekarang minta dia melepaskan susuk itu.” kataku.
“Ya kalau orangnya tak ada, apa jenengan tak bisa melepas susuk ini mas kyai..?” tanya Sundasih.
“Ya aku insaAlloh bisa, tapi itu bukan tanggung jawabku, sampean harus berusaha sendiri.”
“Baik besok saya akan mencari rumah tempat prakteknya di Pekalongan.” kata Sundasih.
———————————-
Karya : Febrian
No comments:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Comment Anda