Setelah pulang kerja, aku ke kamar mas
Sarno, sebelum kami datang ada 8 orang Indonesia yang bekerja di pabrik
itu, semua orang yang sudah bekerja lama, ada yang sudah 16 tahun dan
bahkan ada yang sudah 20 tahun.
Di tempat tinggal pabrik ada terbagi
menjadi A, B, C, D, misal A ada dalam kelompok rumah manager, B kelompok
rumah mandor dan insinyur C barak , D juga barak, dan misal D1, ada 60
kamar, D saja sampai ada beberapa nomer, jadi untuk hafal daerah-daerah
itu harus di ingat-ingat, agar tak salah, aku mencari kamar mas Sarno di
barak yang di tempati kebanyakan orang Filipin, memang setiap barak
biasanya di tempati kelompok negara tertentu, ada yang kebanyakan di
tempati orang Filipin, ada yang kebanyakan di tempati orang Pakistan,
India, Arab, Sudan, Yaman, Banglades, Maroko, jadi kebanyakan membuat
komunitas tempat tinggal, dan Indonesia yang belum punya komunitas,
sehingga orangnya masih terpisah-pisah tempat tinggalnya.
Maklum masih baru, aku heran juga sebab
bahasa Arab yang ku dengar sama sekali bukan bahasa arab yang aku
ketahui di pesantren, tapi bahasa arab pasaran, kayak orang luar yang
belajar bahas Indo, kamu sedang apa?, bareng datang ke Indo di tanya lu
ngapain?, jadi bingung karena tak ada di kata yang selama ini di
pelajari, kalau bahasa Arab, khoir jadi khois, khaifa khaluka jadi kaif
hal, jadi harus belajar dan tau kata seperti orang yang belajar pertama
bahasa Arab, aku malah lebih cocok kalau bicara dengan bukan orang Arab
tapi memakai bahasa baku, atau bahasa Al-qur’an, misal dengan orang
Mesir, Maroko, atau Yaman, yang orangnya memakai kata baku, atau kata
lebih asli, jadi aku cukup mengucapkan kata dari bahasa kitab kuning
yang selama ini aku pelajari.
Sebab kalau orang Arab asli, malah
bahasanya yang tak karu-karuan, karena orang Arab sendiri yang oleh
pemerintah semua orang miskin memperoleh jatah bulanan oleh pemerintah,
menjadikan orang Arab malas sekolah, sampai-sampai nulis nama sendiri
kebanyakan tak bisa karena buta huruf, yang buta huruf amat menyeluruh
dari yang tua sampai yang muda, ironis memang ketika Raja sangat kasih
sayang pada rakyatnya, korupsi tidak ada, sekolah semua gratis, orang
miskin mendapat jatah bulanan, dan bahkan orang mau nikah pemerintah
berapa tahun sekali membagikan uang, menjadikan orang malas sekolah, la
miskin saja mendapat jatah, untuk apa sekolah, biasanya orang sekolah
kan punya alasan atau tujuan, agar mudah mendapat kerja, atau agar mudah
mencari kehidupan, tapi kalau sudah kehidupan mudah, dan bukankah akan
membuat orang malas, untuk apa repot-repot menjadi pinter, kalau bodoh,
miskin, juga sudah bisa hidup berlebih karena ada jatah dari pemerintah,
maka jadinya negaranya jadi negara bodoh, memang kadang kayak di
Indonesia misal negara bisa memberi jatah kehidupan layak, orang miskin
mendapat jatah tiap bulan dari pemerintah, belum tentu akan baik
kedepannya, karena orang jadi malas mengejar cita-cita, orang jadi lebih
memilih hidup ongkang-ongkang kaki, wong tidur tiap hari sudah dapat
jatah dari pemerintah, jadi kadang yang kelihatannya baik, belum tentu
jika di praktekkan akan menjadi baik pada akhirnya.
Juga orang arab itu kebanyakan bisa
membaca Qur’an bukan karena belajar membaca, tapi dari kaset yang di
putar berulang-ulang, sehingga lama-lama mendengar beberapa kali maka
akan hafal, soal tajwid atau tanda baca ya asal-asalan, namanya juga
hafalan karena mendengar dari kaset, makanya jarang yang menjadi imam
masjidil haram itu orang Arab asli, kebanyakan dari Mesir, jebolan Al
Azhar, atau dari Pakistan, dan tak sedikit yang dari Indonesia, yang
seumur-umur menjadi imam masjidil haram, seperti Syaikh Sambas, Syaikh
Karim, Syaikh Nawawi, yang selama hidupnya menjadi imam masjidil haram.
Kalau yang ngimami orang Arab kebanyakan
bacaannya acak-acakan, ya maklum hafalan qur’annya bukan dari belajar
tapi dari mendengar kaset di putar, sehingga kalau lupa ya ndak bisa
melanjutkan.
Arab itu bagusnya mungkin kalau jama’ah
sholat lima waktu, di wajibkan, sehingga pas waktu sholat berjama’ah,
ada polisi yang patroli di jalan-jalan, jika ada orang pas waktu sholat
jama’ah kok terlihat berkeliaran di jalan, lalu di tanya polisi,
ternyata agamanya Islam, maka akan di tangkap, di bawa ke kantor polisi,
kayak naik motor tak pakai helm, jadi ada razia sholat berjama’ah.
Tapi ada juga jadinya menjadi kekurangan,
orang sholat jadinya karena takut kena razia, makanya kalau sholatnya
jadi asal-asalan, misal kalau lagi sholat suka malah sibuk sendiri nyari
upil di hidung, maklum di Arab kan berdebu, jangankan upil hidung,
telinga saja kalau tak sering di bersihkan akan jadi budeg karena banyak
debu yang masuk ke telinga.
Jadi orang sholat pada sibuk mencongkeli upil itu amat biasa, atau bawa hp, kalau hpnya bunyi ya sempat-sempatnya hp di angkat.
Kalau sholat di samping orang Arab jadi was-was, takutnya upilnya di oleskan ke kita hehehe…
Kelebihan orang Arab lagi, suka bicara
kayak perempuan, ngrumpi gak ada ujung pangkalnya, soalnya kan orang
lelaki yang belanja, orang perempuan ngendon aja di rumah, karena yang
tukang belanja, ya tak heran juga, jadinya suka ngerumpi.
Setelah mencari kesana-kesini ketemu juga
kamar mas Sarno, aku ketuk dan dia membukakan, mas Sarno di Arab
mungkin sudah 16 tahunan, di pabrik ini, tiap tahun karyawan naik
gajinya, kalau gajinya sudah 16 tahun bisa di bayangkan berapa ribu
dalam real Arab, dan otomatis kalau sudah lama gajinya mungkin di
Indonesia sama dengan gaji DPRD, ya akibatnya kalau sudah lama bekerja
di Arab, akan sangat berat meninggalkan Arab, karena gaji sudah besar,
dan kalau di Indonesia juga mendapat gaji segitu juga belum tentu bisa,
ujung-ujungnya di Arab sampai tua, jika ijin tinggal habis ya
memperbaharuinya.
Semua barak, kamarnya sama, tempat tidur, dan kamar mandi ada di dalam,
“Ayo-ayo silahkan duduk,” kata mas Sarno sambil menuangkan minuman jus buah.
Di Pabrik semen yang ku tempati itu,
semua kebun ada, dari kebun pisang, jeruk, jambu, mangga, dan buahnya
juga lebat, karena ada bagian perkebunan yang merawat, sebenarnya Arab
itu kalau penduduknya tak malas dan mau mengolah tanahnya, tanahnya juga
tak tandus amat, malah tak ada kisahnya kalau Arab itu padang pasir,
aku malah berpikiran kalau Arab jarang ada pohon dan tandus itu bukan
karena asli tandus, tapi karena penduduk miskin yang miskin sekalipun
mendapat jatah dari pemerintah, maka untuk merawat tanah jadi malas, ya
jadinya tanah jadi tandus, karena tak ada tumbuhan yang di tanam, hujan
sekalipun tak ada serapan air, karena tak ada pohon.
Di manapun jika kita membawa kebeningan
hati, maka orang lain akan merasa nyaman dan tenang di samping kita,
kecuali orang yang takut bayangan buruknya terlihat di kebeningan air
yang tenang.
Hati dan kebeningannya itu bisa melihat
segala sesuatu dengan jelas, sejelas orang yang berkaca di air yang
jernih, dan air hati yang jernih itu akan di keruhkan oleh
kemauan-kemauan yang berlapis-lapis, keinginan yang bertumpuk-tumpuk,
seperti kopi, jahe, teh, bakso, santan, itu seperti keinginan baik, yang
di masukkan ke air yang jernih, dan oli, tinta, comberan, dan segala
kekotoran, yang di campurkan ke air jernih itu seperti air yang kotor.
Kesederhanaan cara pandang itulah yang selalu ku pakai di manapun aku berada, dan berusaha ku lekatkan setiap gerak-gerik.
Tapi ada yang kadangkala di luar
perhitunganku yang amat dangkal, kadangkala karena suatu kejadian
membuat anugerah yang di berikan Alloh padaku tercabut, juga kadangkala
yang telah jelas kita ikhlaskan melakukan, tapi di jadikan orang lain
mengambil kesempatan, untuk mengambil keuntungan kesenangan nafsunya,
sehingga tak jarang membuatku yang berusaha mengalir seperti air jernih,
malah masuk dalam ruang lingkup air comberan, dan suatu nilai air
jernih yang bermanfaat pun hilang, itu menjadikanku semakin berhati-hati
melangkah, segala sesuatu kadang harus matang di pertimbangkan, sebab
yang menurut kita baik, belum tentu akan baik kita terapkan kepada orang
lain.
Golok yang mungkin bagi kita sangat
berguna untuk memotong kambing, tapi ternyata di pegang orang lain malah
di pakai memotong leher manusia.
Jadi tak cukup kita punya niat berbuat
baik, sebab baik menurut kita, belum tentu akan baik bagi orang lain,
setiap hati itu beda, dan hati yang kadang telah pernah di jadikan
perang, di tanami ranjau, di pagar kawat berduri, dan banyak di tumbuhi
pohon beracun, maka akan mengalirkan perbuatan dan ucapan keji, juga
niat keji yang tak segan-segan di bungkus dengan tingkah yang baik.
Tapi di dalam pepatah jawa ada istilah:
becik ketitik olo ketoro, perbuatan baik akan tertandai, dan perbuatan
buruk akan terlihat walau di sembunyikan.
Wamaiya’mal mitsqola dzarrotin khiro yaroh, wamaiya’mal mitsqola dzarrotin sarroiyaroh.
Siapa yang melakukan perbuatan baik,
walau seberat semut pudak maka Alloh akan melihatnya, dan barang siapa
berbuat keburukan seberat semut pudak maka Alloh akan melihatnya.
Berbuat baik tak usah takut tak akan
terbalas, hanya keikhlasan kita yang menentukan kita ini menjalankan
segala gerak tanpa beban, tenang dengan segala tindakan, karena tak
punya maksud tersembunyi.
Semua berlaku dengan kewajaran, dan
keikhlasan itu harus teruji dan di uji. Agar di ketahui suatu perbuatan
itu ada nilai dan tidaknya jelas terlihat.
“Ada apa to mas…? Mau share masalah apa?” tanyaku,
“Ini masalah istriku di rumah mas…” kata mas Sarno.
“Memangnya istrinya kenapa mas?” tanyaku.
“Ndak tau mas, aku ini kan sudah lama to
di Saudi, tiap setahun juga pulang, la orang lelaki pulang kan tentunya
yang paling utama kan urusan kasur sama istri.” jelas mas Sarno.
“Apa istrinya di rumah jualan kasur mas?” tanyaku setengah melucu.
“Halah masak ndak tau..”
“Iya… iya tau.”
“Terus masalahnya apa mas?” tanyaku.
“Ini masalahnya istriku ndak bisa ku kumpuli.” kata Sarno.
“Wah kayak istri dari bangsa lelembut aja ndak bisa di kumpuli, apa istrinya lari kalau mau di ajak kumpul?” gurauku.
“Bukan, tapi…..( Sarno membisikiku: pakai password )”
“ooo itu…, ” kataku paham.
“Apa itu di bikin orang?, Soalnya sebelum
nikah sama diriku, dia juga sudah punya pacar, juga aku sendiri juga
sudah pernah punya istri.” jelas Sarno.
“Bisa jadi, di kerjai orang, tapi bisa jadi mungkin punya penyakit tertentu, baiknya kita mengedepankan berbaik sangka.”
“Trus bagaimana? Bisa di bantu tidak.?.” tanya Sarno menatapku dengan tatapan harap.
“insaAlloh bisa, dengan ijin Alloh tak ada yang tak bisa.” kataku meyakinkannya.
“Terus apa yang aku lanjutkan mas?” tanya Sarno.
“Bisa tidak istrinya di minta menyediakan air?, Nanti malam atau kapan bisa sedia airnya, nanti ku transfer obatnya.”
“oo kalau gitu biar ku hubungi dulu.” kata Sarno.
Sarno berbicara dengan istrinya, aku
santai memakan cemilan kripik kentang yang ada di atas meja, sampai
Sarno selesai bicara dengan istrinya.
“Bagaimana mas?” tanyaku kepada Sarno yang sudah selesai bicara dengan istrinya.
“Wah di sana sedang di obati orang.” jelas Sarno.
“oo ya kalau begitu biar di obati sama orang itu dulu.”
——————————————-
Pulang dari kamar Sarno aku mampir ke
kamar-kamar orang-orang yang sudah lebih dulu tinggal di Saudi, rupanya
kebanyakan adalah orang tetangga desaku, sehingga kami lebih mudah
akrab, karena sama-sama merasa senasib di negeri orang.
Karya : Febrian
No comments:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Comment Anda