“Bagaimana soal istri saya?” tanya Lukman lagi setelah kami selesai makan.
“hehehe… kembali lagi, mbok gak usah nanyakan soal istrimu…” kataku sambil menyalakan rokok.
“Aku benar-benar belum tenang mas, jika belum tau hal yang sebenarnya.” kata Lukman.
“Perlu kamu tau, aku melihat aib orang
lain itu, akan sangat membuat mata hatiku buta, jadi ada batas-batas
mana yang tak boleh aku lihat, dan mana yang boleh aku lihat, apa yang
ku miliki ini anugerah, maunah dari Alloh, jadi tidak bisa diriku asal
diriku seenaknya memakai, misal melihat aib orang lain, atau melihat
misal perempuan mandi, bisa jadi apa yang ku miliki ini akan tercabut.”
“Tapi mas, aku minta sekali ini saja, mas membantuku.”
“Ketahuilah, jika kamu tau, ku katakan
sejujurnya, itu tak akan menjadikanmu malah semakin baik, tapi malah
akan merusakmu, maka tak tau akan lebih baik.” jelasku.
“Tolong lah mas…” kata Lukman menangis.
“Baik-baik, semoga Alloh mengampuni
dosaku, dan suatu saat mengembalikan mata hatiku yang buta dan semoga
kyaiku mema’afkan kesalahan yang akan ku perbuat, ku katakan istrimu
selingkuh.” kataku dengan berat hati.
“Apa benar mas.?” tanya Lukman, menatapku mencari kepastian.
“Biar sekalian detail, kamu nanti bisa
telpon istrimu dan mencari kejelasan dengan apa yang ku katakan nanti,
dengarkan baik-baik, dia kenal dengan lelaki selingkuhannya di sebuah
taman, lelaki itu bernama Rohman, perawakannya sedang, kulit kuning, dia
juga sudah punya istri, awalnya istrimu curhat, lalu bertemu kembali
ketika menonton bola volly, lalu bertemu kembali di hotel, jadi uang
yang kau kirimkan di pakai berdua membayar hotel, malah waktu ke hotel
di temani anak kecilmu, nah sudah aku tak bisa bicara banyak, ini sudah
menyiksaku.” kataku panjang lebar.
Dan Lukman menangis.
“Sebaiknya kau bicara dengan istrimu,
menanyakan kejelasan, sebagai lelaki sejati harus tegar, hadapi
kenyataan sepahit apapun itu, jangan cengeng, itu kenyataan, sudah ku
katakan tak tau mungkin akan lebih baik.”
Aku tinggal Lukman tidur, sementara dia
menelpon istrinya, dan walau awalnya istrinya membantah, tapi akhirnya
mengakui semua, setelah apa yang ku katakan pada lukman di ungkap,
sampai istrinya heran karena suaminya yang di Saudi bisa tau sedetail
itu, tapi setelah pengungkapanku itu, mata batinku seperti tertutup, aku
tak bisa melihat lagi kegaiban di sekitarku, tak bisa lagi
menterjemahkan apa yang tersirat di balik kejadian, ah memang
perjalananku harus mengulang, aku meneteskan air mata.
Sore sepulang kerja, dan selesai mandi Sodikun sudah menungguku.
“Maaf mas, kata mas benar, anak
perempuanku, seharian ini berak dan kencing mengeluarkan gumpalan daging
yang banyak sekali, ini bagaimana mas… katanya tubuhnya sampai lemas.”
kata Sodikun.
“ya ndak papa, bagus, ya di bawa ke rumah sakit lagi saja, biar di lihat apa tumornya masih ada.” jelasku.
“Begitu ya mas? ” tanya Sodikun.
“ya, sebaiknya begitu.”
——————————————-
Malamnya Iwan juga masuk, membawa beberapa bungkus rokok di taruh di mejaku.
“Apa ini?” tanyaku.
“Ini mas sekedar terima kasihku.” kata Iwan.
“Terima kasih apa?”
“Nenekku sudah bisa jalan.” kata Iwan,
“Ndak perlu repot-repot wan.”
“Gak papa mas..” ——————————————-
“Aku mau pulang ke Indonesia mas…” kata Lukman.
“Cuti?” tanyaku.
“Tidak mas, aku berhenti kerja di pabrik.”
“Lhoh kok gitu?”
“Iya mas, apa perlunya kalau aku kerja jauh-jauh di Saudi, kalau rumah tanggaku hancur.”
“Kamu sudah mengajukan berhenti?” tanyaku pada Lukman.
“Sudah mas.” jawabnya singkat.
“Ingat segala sesuatunya apapun kejadian
di dunia ini sudah di gariskan oleh Alloh, jangan menyalahkan keadaan
dan apapun yang terjadi, sadari diri kenyataannya mengalami itu, lalu
kembalikanlah kepada Alloh, hati itu kadang harus terluka, seperti tanah
itu kadang di cangkul di bajak, agar tanah menjadi subur, dan mau
kembali ingat kepada Alloh, jika kita tidak melakukan kehalusan diri
membajak hati kita sendiri maka Alloh akan memperingatkan kita dengan
kasar, dan lewat cobaan-cobaan yang maksudnya agar kita ingat, hati
menjadi subur, dan kembali ke jalan yang tak mengutamakan ego, manusia
itu dalam kenyataannya di buat menjadi mahluk yang lemah, tapi bisa jadi
karena suatu ilmu atau kekuasaan maka kemudian merasa diri kuat, dan
egois, maka Alloh kemudian memperingatkan kembali keberadaan manusia
kembali sebagai diri yang lemah, Alloh ledakkan gunung, Alloh goyangkan
bumi dengan gempa, Alloh tumpahkan laut dengan tsunami, Alloh
perintahkan angin untuk memporak-porandakan bumi, agar hati manusia
menyadari kelemahan, dan kembali menggantungkan diri pada dzat yang
paling perkasa dan maha menolong yaitu Alloh, sebaiknya sebelum pulang
umroh dulu ke Makkah, dan sedikit tenangkan hati, ingat hanya orang yang
hatinya tenang yang akan mampu menyelesaikan masalah yang di hadapi.”
jelasku panjang lebar.
“Iya mas, rencana juga mau umroh dulu…” jawab Lukman.
Aku sudah tidak di pekerjakan menjadi
tukang sapu, aku di suruh menunggu material yang ku butuhkan datang, dan
aku di tempatkan di belakang Banggala, Banggala kalau di Indonesia ya
mini market, menjual berbagai kebutuhan, dan walau cuma menunggu untung
tak jenuh karena ada internet, di Saudi hanya dua sim card, yaitu
Al-jawal dan mobile, aku selalu memakai Al-jawal, karena internetnya
dapat ku tembus, bisa internetan gratis, sehingga mau apa saja, asal
internetan pasti gratis, semua konten porno di Saudi itu tak bisa di
buka, entah pakai hape atau komputer, asal ada unsur porno, xxx, warna
biru, dan ada tulisan porno, sex, adult pasti jika di buka langsung di
blok, tapi kalau pakai gratisan malah tidak, karena tidak terbaca
operator kita membuka apa.
Dan tentu saja aku bebas membuka, tanpa
ada blok, karena bisa membuka sehingga orang- orang kebanyakan ingin ku
ajari, setidaknya dapat mengurangi kesenangan mereka telpon-telponan
dengan TKW, yang kebanyakan menghabiskan gaji sebulan, ya tak apalah
mereka ku ajari membobol internet, ku setingkan, asal tidak menghabiskan
uang, di pakai nelpon.
Karena banyakan nganggur sehingga tiap
hari paling ngobrol sama teman-teman di Indonesia, lewat ebbudy, atau
lewat forumku di jowo.jw.lt, dan makwa.mw.lt, atau iseng-iseng menulis
CERBER cerita berantai yang di gagas oleh temanku Asim, atau menulis
cerita-cerita pendek, setidaknya waktu tak membosankan, dan yang pasti
internet gratis.
Apalagi setelah membeli laptop aku
memakai antena wireless adapter, dan memakai pemancar wajan bolik,
menyadap modem orang Arab yang di biarkan bocor tanpa password,
internetan makin seru, setiap hari habis pulang kerja langsung saja
membuka internet, kalau kamis jum’at libur, habis kerja seharian sampai
malam jam empat pagi baru tidur, karena membuka internet, semua orang
Indonesia kemudian juga membeli laptop, dan berinternetan gratis.
Tak ada lagi telpon-telponan dengan TKW,
di kamarku tiap hari ada saja yang minta ajar memakai laptop, bahkan
orang Pakistan dan Yaman juga ada yang datang minta di ajari.
——————————————-
“Mas…! nenekku meninggal..” kata Iwan suatu pagi bicara padaku dengan wajah murung.
“Innalillahi wainna ilaihi roji’uun, kapan wan?” tanyaku.
“Semalam, karena mungkin ingin mengambil
air, atau mau ke kamar mandi, jadi jalan sendiri, menurut tembok, dan
menabrak tivi, dan tertimpa, dan di temukan sudah meninggal.” cerita
Iwan.
“Sabar wan…, setiap orang juga akan mati,
segala sesuatu pasti ada sebabnya, semua kejadian tak lepas dari taqdir
yang telah di gariskan.” hiburku.
“Iya mas…, cuma kenapa aku jadi lupa tak
meminta mas juga mendo’akan agar sakit mata nenekku sembuh, soalnya
matanya sudah susah melihat mas, makanya dia berjalan merambati tembok,
sehingga nabrak tivi.”
“Nah itu juga tak lepas dari ketentuan
dan rancangan Alloh.” jelasku. “Mungkin saja kematiannya lebih baik,
daripada menanggung derita selama ini.”
Seperti biasa, aku cuma duduk-duduk di
ruang kerjaku, karena tidak ada pekerjaan, Sodikun masuk ke ruang
kerjaku, wajahnya kelihatan panik.
“Mas… aku mau minta tolong lagi..” katanya panik.
“Minta tolong apa lagi? Apa tumor anaknya kambuh?” tanyaku.
“Tumornya sudah sembuh mas…, tapi sekarang anak perempuanku di bawa kabur lelaki..” kata Sodikun agak malu.
“Wah kalau itu aku ndak bisa nolong, ya
di laporkan polisi saja, la aku sendiri walau di Indonesia juga belum
tentu bisa nolong.”
“Apa ndak bisa di do’akan biar pulang mas.”
“Do’a itu senjatanya orang Islam, addu’au
syaiful muslimin, karena do’a itu penggantungan diri pada Sang
Pencipta, sehingga jika seseorang di taqdirkan buruk, dan tak bisa
siapapun merubah menjadi baik, maka berdo’a saja minta pada Alloh agar
taqdir di rubah oleh Alloh menjadi baik, karena hanya Alloh yang bisa
merubah taqdir, jadi secara tak langsung dengan do’a taqdir itu bisa di
rubah, karena penyandaran permintaan pada Alloh, tapi juga dalam hal
tertentu kita tidak bisa menggantungkan do’a, karena Alloh telah
menetapkan syarat, sebab, contoh jika masak kurang asin, jangan di do’ai
agar masakan jadi asin, ya di do’ai sehari semalam juga tak akan asin,
sebab sudah ada sarat, kalau pengen asin ya di tambah garam, maka
makanan yang kurang asin, kasih saja garam, pasti asin, ya kayak anakmu
yang di bawa kabur pacarnya itu laporkan saja ke polisi, biar di cari.”
“oh iya mas makasih.” kata Sodikun.
Aku jadi berfikir mungkin Alloh
memberikan penyakit tumor kandungan pada anak gadisnya Sodikun, dengan
maksud agar tak menjalankan perbuatan maksiat yaitu zina, tapi aku telah
memintakan kesembuhan, sehingga akhirnya malah pacaran kemudian hamil,
ah entahlah, aku memang lemah, semoga Alloh mengampuni kesalahanku.
Ternyata banyak sekali maksud yang terkandung dalam segala kejadian, yang kadang tak aku mengerti sebelum semuanya terjadi.
Memang akhirnya anak Sodikun akhirnya mengandung di luar nikah.
-
Akhirnya aku mulai kerja, walau semuanya
serba manual, yang ku kerjakan membuat nama dan nomer semua villa yang
di aplikasikan di viber, kalau di pabrik lama, pekerjaan bisa di lakukan
dengan cepat, karena sudah ada mesin pemotong, tapi kalau di sini,
harus memotong satu demi satu memakai gergaji besi, jadi pekerjaan
memakan waktu lama, apalagi tulisan yang harus ku bikin sampai ada
seratus lebih.
Kalau nulisnya sih paling beberapa menit juga jadi, tapi yang lama itu gergajinya.
Sebulan, kelar juga pekerjaanku, dan aku di tarik lagi ke pabrik lama.
Kamar lamaku amat kotor, setiap kamar
sebenarnya sudah tertutup dan tak ada angin yang masuk, jadi udara hanya
masuk lewat AC, dan pembuangan lewat blower, tapi bagaimanapun debu
tetap menerobos masuk, di Jizan itu kalau badai debu jarak pandang hanya
dua meter, di tanah debu bisa setebal semata kaki, udara pekat oleh
debu, dan jika sudah musimnya, bisa di pastikan, setiap hari siang
sampai malam, udara di penuhi debu, jika keluar kamar harus memakai
masker, atau tutup kepala, jika tidak rambut akan lengket, dan hidung
akan penuh debu.
Untung di Saudi itu rumah semua di cor,
atap juga cor-coran, jadi sekalipun angin besar, tapi rumah tak goyah
sama sekali, aku membayangkan kalau di Indonesia yang atap rumah terbuat
dari genteng, pasti akan di terbangkan angin, kalau di Saudi lagi musim
debu, kayu, sepeda pun bisa terseret angin, dan pohon bertumbangan.
Sekalipun rumah tertimba juga tak masalah, karena rumah di cor semen
semua.
Yatno masuk kamarku, wajahnya takut.
“Ada apa?” tanyaku sambil mengangkat masakan dari kompor listrik.
“Aku muntah darah kang…” kata Yatno panik.
“Memangnya kenapa?”
“Dadaku sakit sekali kang, tolong aku kang…!” kata Yatno sambil duduk lemas memegangi dadanya.
“Coba sini ku lihat,” kataku mendekat, lalu menempelkan tangan ke dadanya. “Coba tarik nafas.” kataku, dan Yatno tarik nafas.
“Gimana masih nyeri?”
“Alhamdulillah sudah enakan kang.”
“Syukur kalau begitu, awalnya bagaimana kok muntah darah?” tanyaku.
“Gak tau kang, dadaku kayak di palu rasanya, dan tiba-tiba aku muntah, dan ku lihat kok darah.” cerita Yatno.
“Mungkin kamu kebanyakan ngerokok, mbok ya di kurangi ngerokoknya.”
“Aneh kang aku selalu ingat dengan pacarku yang Semarang, rasanya kayak di pikiranku tak mau hilang.”
“La kamu selama ini bagaimana? Apa kamu masih aktif kirim uang? Lalu istrimu yang di Jawa Timur bagaimana?” tanyaku.
“Aku masih kirim uang ke pacarku kang, dan aku sudah cerai dengan istriku waktu cuti kemaren, jadi aku sekarang duda..”
“Rupanya kamu tak mau mendengar nasehatku dulu ya…”
“Maaf kang…”
“Jika ku katakan kalau pacarmu itu sudah
punya kekasih di Semarang sana, dan uang yang kamu kirimkan itu di pakai
modal yang-yangan tiap hari, dan pacarmu itu dalam waktu dekat ini akan
menikah, apa kamu tak apa-apa?” kataku.
“Tak apa-apa kang, aku cinta dia kok.”
“Cinta dia? wah ndak beres kamu, harus di bersihkan,”
“Di bersihkan bagaimana kang?”
“Ya masak ada lelaki cinta perempuan,
perempuannya nyeleweng, eee kok masih cinta dan mandah saja tetep kirim
uang,” kataku geleng-geleng kepala.
“Aku tak mengerti kang.” kata Yatno.
“Ya kamu itu sudah di dukunin.” kataku, dan ku ambil air mineral, lalu ku tiup, “Ini kalau tak percaya, minum air ini.”
Lalu Yatno meminum air yang ku berikan, lima menit kemudian,
“Kaaang, dadaku panas, panas sekali
kaaaang…! aduh tolooong kaaang..!” kata Yatno memelintir-melintir
memegangi dadanya yang katanya panas.
Ku tempelkan tanganku di dada Yatno, lalu rasa panas di dadanya ku ambil, dia mulai tenang,
“Kamu itu di gendam sehingga kamu nurut
saja, mau saja mengirimkan uang kepada pacarmu, itu sama sekali tak
wajar, coba bayangkan ngirim uang tiap bulan tuju juta rupiah kepada
orang yang tak punya ikatan resmi, apa namanya wajar? “
“Iya kang, malah aku sendiri sudah tau
kalau pacarku itu sudah punya lelaki dan dia akan menikah dengan lelaki
yang di sukainya, malah dia juga selalu cerita kepadaku, malah setiap
selesai hubungan dengan lelaki itu dia cerita padaku, anehnya aku makin
cinta, dan tak bisa membencinya.”
“Nah dari situ kan sudah kelihatan anehnya, kalau apa yang kamu alami ini tidak wajar.”
“Kalau begitu tolong aku kang, aku tak
mau kalau di putuskan oleh pacarku itu, kalau di putuskan lebih baik aku
mati.” kata Yatno.
“Kata-kata yang kau ucapkan itu masih
dalam pengaruh gendam, coba ambil air biar ku isi.” kataku yang masih
duduk di depan laptop.
“Ini airnya kang..” kata Yatno menyerahkan air padaku. Lalu air ku isi, dan ku serahkan lagi pada Yatno.
“Ini minum sebagian, dan sebagian lagi kamu pakai mandi” kataku, yang segera di praktekkan Yatno.
Selesai mandi dia datang lagi padaku.
“Aneh kang kok pikiranku sekarang plong, dan aku rasanya benci sekali dengan pacarku itu.” katanya.
“Ya begitulah kalau sadar, tapi nanti
dukunnya akan merasakan benturan kekuatan, sehingga dia akan berusaha
menyerang balik, tak apa-apa asal kamu di dekatku insaAlloh tak
apa-apa.” kataku.
Baru saja lampu ku matikan, dan aku mau
berangkat tidur tiba-tiba “DAARRR..! ” ledakan dasyad bola api pas di
depanku jarak satu meter, api berhamburan seperti kembang api, jelas ini
santet yang di arahkan padaku, aku tau ini dukun yang mengerjai Yatno.
Yatno datang mengetuk pintu, karena aku
mau tidur jadi pintu ku kunci, Yatno masih memakai pakaian kerja,
rupanya dia kerja malam.
“Aduuuh kanng, badanku panas sekali..” katanya.
Memang waktu Yatno masuk ku rasakan hawa panas dari tubuhnya.
Karya : Febrian
No comments:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Comment Anda